Chereads / Memanfaatkan Tokoh Pria / Chapter 30 - Kamar Mewah

Chapter 30 - Kamar Mewah

Setelah sebuah pertemuan dengan nada tak enak tadi terjadi, kini semuanya cukup terlihat damai.

Putra Mahkota memerintahkan beberapa prajuritnya, untuk melayani Ilona serta Ramos. Membawa keduanya ke kamar masing-masing secara hormat. Untuk beristirahat, setelah melakukan perjalanan.

Oleh karena itu, memang seharusnya Ilona berada di sini.

Sebuah kamar luar biasa luas ... yang baru pertama kali dirinya lihat. Bahkan melawan kemewahan kamar yang pernah Ilona gunakan saat tinggal di Kediaman Frederick.

Wah, ini sungguh terlalu mewah bagi Ilona yang hanya seorang putri bangsawan tanpa nama sosial. Jika ini saja sudah begitu mewah, lantas bagaimana dengan kamar yang Kerajaan Luchifer siapkan bagi Ramos?

Pria itu merupakan putra satu-satunya dari Duke Frederick. Meskipun umurnya baru 19 tahun, tetapi prestasinya sungguh melimpah. Bahkan namanya begitu terkenal di Wilayah Kerajaan.

Padahal Kediaman Frederick saja berada di dekat pedalaman, yang jarang terdapat bangsawan.

Tapi, Ramos Frederick sebagai putra dari Duke Frederick— bahkan dapat melampaui kepopuleran Putra Mahkota. Namanya terkenal, bahkan hingga luar dataran.

Yah, Ilona tak lagi dapat membayangkan seberapa megah kamar yang disiapkan untuk putra Duke itu.

Ilona duduk di tepi ranjang. Masih belum terbiasa dengan semua kemegahan yang ada untuknya.

Pikirannya ... masih terbayang akan wajah Putra Mahkota.

Abaikan Ilona yang memang sering sekali diam berpikir. Sejak berada di dunia novel ini, dia memiliki banyak beban pikiran.

Mulai dari hidupnya yang entahlah bagaimana, kemudian nasib ke depannya. Lalu mengenai nenek misterius di toko tua lalu. Kemudian hal-hal aneh, serta alur novel yang setiap hari selalu berusaha Ilona ingat.

Kemudian, sekarang. Ilona mulai berpikir mengenai Putra Mahkota, Kaesar Killian.

Perempuan itu jadi setengah bingung.

Kaesar tampan, dia tinggi, aura begitu kuat, apalagi kekuasaannya.

Tapi, mengapa lelaki itu bahkan tak menjadi tokoh utama pria? Tidak. Minimal, menjadi tokoh sampingan yang muncul pada novel.

Karena ketika Ilona mengingat kala membaca novelnya, perempuan itu tidak pernah sekalipun melihat adanya dialog oleh Putra Mahkota. Hanya ada narasinya. Itupun ditulis secara singkat.

"Sayang sekali. Putra Mahkota tampan sepertinya tak memiliki peran yang besar di cerita ini. Padahal, jika saja dia memiliki alur sebagai seseorang yang mengagumiku. Hah, sudah pasti keberadaannya jauh lebih berada." Ilona berujar pada dirinya sendiri. Salah satu kebiasaan, yang akhir-akhir ini muncul.

Kaesar Killian memang tak kalah dengan Ramos, sebenarnya.

Pria itu tampan, seperti yang tadi Ilona pikirkan. Bahkan, jika masalah kekayaan ataupun kekuasaan, Putra Mahkota lebih besar ketimbang Ramos.

Putra Mahkota yang akan menjadi Raja, dan Putra dari seorang Duke berpengaruh.

"Sudah pasti Putra Mahkota lebih unggul," gumam Ilona. Menjawab pertanyaan dalam pikirannya.

Dia beralih untuk naik ke ranjang. Memposisikan tubuh menjadi tidur terlentang, seraya menarik selimut lembut nan halus hingga lehernya.

Ini adalah waktu bagi Ilona istirahat menenangkan pikiran. Meski langit masih menunjukkan waktu pagi untuk beraktivitas.

Dengan cepat dirinya langsung terlelap. Merasakan tidur nyaman yang tak lagi dapat membuat tubuhnya pegal-pegal. Begitu lembut rasanya dapat beristirahat di ranjang berkualitas seperti ini.

Hingga waktu berputar begitu cepat tanpa dirasa.

Tak ada jam di dalam kamar ini. Sehingga ketika Ilona telah bangun dari tidurnya, ia linglung. Sama sekali tak tahu sudah tidur selama berapa jam.

Melakukan hal seperti biasa.

Ilona akan mandi terlebih dahulu. Begitu senang, sebab sebuah perendaman cukup lebar berada di satu ruangan dengan kamar luasnya. Hanya disekat menggunakan pintu serta dinding.

Diimbuhi dengan beberapa bahan kecantikan yang telah ditata rapi di pinggir perendaman.

Ilona yang baru saja terjun pada dunia kosmetik pun, merasa semangat.

Dirinya menghabiskan banyak waktu di dalam perendaman. Bahkan ketika sudah benar-benar selesai, rasanya sudah ada waktu berjam-jam yang dia buang.

Tidak ada jam dinding di kamar, memang suatu masalah yang serius. Masih lumayan kala di kehidupan lalu. Ilona dapat keluar dari bawah jembatan, dan akan langsung tahu jam berapa. Karena sebuah jam digital cukup besar terpampang jelas di gedung pusat perbelanjaan.

Namun kini, Ilona bahkan tidak dapat mengetahui apa warna langit. Tak ada jendela di kamarnya, sayang sekali.

[Menemui Ramos?] Ilona terpikirkan satu hal. Tak ada orang yang dia kenali, kecuali Ramos di tempat ini.

Dia lantas langsung bersiap-siap.

Setelah merasa bahwa penampilannya begitu menawan melalui cermin, perempuan itu lekas keluar dari kamarnya. Sesaat linglung begitu hanya berjumpa dengan koridor Kerajaan yang lebar dan panjang. Seolah tak tahu kapan ujungnya akan terlihat.

Untungnya dia berani bertanya pada salah satu pelayan yang ada.

Karena itulah, kini, dengan mudah Ilona berada di depan pintu kamar Ramos. Tidak. Lebih tepatnya, sebuah kamar yang secara hormat digunakan untuk putra Duke Frederick.

[Wah ... bahkan dari pintunya sudah mewah.]

Ilona memilih langsung mengetuk pintu kamar. Awalnya ragu, tetapi kemudian keterusan. Biarlah. Dia dan Ramos juga sudah kenal beberapa minggu. Anggap saja bagaikan teman, yang penuh kecanggungan— terkadang.

Pintu megah di depannya benar-benar terbuka.

Dibuka oleh Ramos yang sudah berdiri dengan tingginya yang menjulang.

Jujur. Lelaki di hadapan Ilona ini selalu tampil tampan kapanpun, dan dimanapun Ilona melihatnya.

Ramos mengenakan seragam bangsawan yang berbeda dari yang sebelumnya.

Berwarna hitam, dengan beberapa color merah gelap yang kentara jelas. Tak ada begitu banyak pernak pernik, tetapi tetap mewah ketika Ramos memakainya. Terlebih, rambut ungu gelap menawan yang lelaki itu miliki.

[Yah, aku tak perlu iri. Kurasa, rambut perak bergelombangku juga indah.]

"Ada apa?" Suara Ramos mengalihkan perhatianku.

Kini lelaki tinggi tersebut telah membuka pintu kamarnya secara lebar-lebar. Menatap ke arah Ilona dengan pandangan yang sulit diartikan.

Oh, ayolah. Bukankah Ilona adalah temannya sekarang? Keduanya juga merupakan main characther di dalam alur cerita. Terlebih ke depannya, jika memang lancar, maka Ilona akan menjadi cinta pertama Ramos.

Tapi, lelaki itu malah memberikan tatapannya yang terkesan sinis.

[Kurasa aku tak melakukan hal-hal fatal dengannya hari ini.] Ilona bahkan keheranan.

"Cepat, kau bisa mengatakannya." Desakan dari Ramos untuk kedua kalinya kembali mengalihkan perhatian.

Ilona jadi gugup.

Masalahnya, bahkan perempuan itu entah ingin melakukan apa dengan mencari Ramos Frederick. Ia tampaknya memang hanya iseng saja, karena cukup menakutkan ketika tak bertemu orang yang dikenal. Sementara berada di dalam kamar terus-menerus begitu membosankan.

"S–saya ...." Ilona berusaha mengarahkan kedua bola matanya ke lain arah. "... ingin masuk ke kamar Anda."

Hening.

Tak ada suara yang menyahut sama sekali. Berkali-kali lipat membuat Ilona ketakutan— sampai tak berani berekspektasi.

Sampai sebuah tawa ringan membuat jantung Ilona hampir berhenti berdetak.

[Tunggu ....]

Perempuan itu mendongak dan menatap ke arah Ramos di depannya.

[Dia ... tertawa? Mengapa dia malah semakin tampan ....]