Ilona berjalan mendekat ke arahnya.
Di balkon ini, semuanya dapat terlihat dengan jelas. Balkon yang dibuat tak terlalu tinggi, sehingga bangunan-bangunan dan latar di bawah sana dapat terlihat.
Layaknya sebuah perumahan, dengan versi era Eropa. Semuanya terbuat dari bata, bahkan pelataran pun sama halnya. Beberapa anak terlihat di bawah sana; mereka berlari, juga bermain.
Yang tidak bisa Ilona lewatkan adalah; aroma wewangian alami yang harum ini terus menggugah indra penciumannya. Bertemu dengan perapian menyala hangat yang berada di ruang utama sana.
"Kau— Anda sudah pulang?" Ilona bertanya sopan. Ia memilih menggunakan kata formal, sebab bingung dan tak nyaman.
Ya, bagaimana tidak?
Akhir-akhir ini, rasa-rasanya Ramos terus curiga kepadanya. Hal itu sungguh membuat Ilona komat-kamit tak tahu harus merespon bagaimana.
Terlebih, saat pria itu hanya bertingkah dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Ia sengaja mengabaikannya, agar Ilona tak merasa demikian.
Ramos terlihat mendongakkan kepalanya. "Ya, beberapa menit yang lalu."
"Dan … langsung membuat teh?" Ilona menebak secara canggung.
Ramos menggeleng. "Tidak. Seorang pelayan penginapan ini yang memberikannya, ketika di depan sana ku meminta."
"Ohh … ya." Ilona mengangguk-anggukkan kepala. [Aku harus bilang apa lagi?] Perempuan itu juga berpikir di dalam hatinya.
"Kau bilang ingin membeli gaun-gaun. Jadi, aku tadi telah memerintahkannya kepada salah seorang pelayan orang sini. Dia sedang membelikannya. Kau bisa menunggu, sepertinya sebentar lagi datang." Ramos menjelaskan.
"... terima kasih banyak," ungkap Ilona tulus. Dirinya jadi tidak enak hati, jika seperti ini caranya.
"Kau bisa duduk, jika ingin." Ramos mengimbuhkan. Menunjuk ke arah kursi kosong di depannya dengan dagu.
Ilona sendiri menurut. Dirinya duduk di sana.
Oh, sungguh. Perempuan itu begitu pintar dalam hal beradaptasi. Ia bahkan dapat melakukannya dengan sangat elegan, selayaknya para bangsawan sungguhan.
"Em …." Perempuan itu sengaja melirik ke arah sampingnya, berpura-pura menatap pelataran di bawah sana. [Aku harus apa?] Ilona menjadi frustasi secara mandiri.
"Kau panggil aku apa?"
"Hem? Eh— y–ya?" Ilona gelagapan. Secara mendadak dirinya langsung menatap tepat ke arah Ramos di depannya.
"Terkadang kau memanggilku Ramos, Tuan, atau bahkan hanya 'Anda'. Itu tidak konsisten. Jadi, aku memilih bertanya padamu. Kau akan memanggilku dengan apa?" Ramos menjelaskan. Pria itu baru saja menyeduh tehnya, dan meletakkan cangkir cantik tersebut kembali ke atas meja.
[Oh, ngomong yang jelas seharusnya.]
"Bagaimana dengan Anda sendiri? Panggilan apa yang Anda suka, untuk saya panggil?" Ilona bertanya balik.
Pria di hadapannya terdiam. Semakin lama, ia semakin sejuk tuk dipandang.
Pakaian bangsawan rapi berpenuhkan dengan furnitur mahal. Kemudian rambutnya yang indah berwarna ungu gelap, mengagumkan. Wajahnya tampan, dengan semua terpahat secara tegas, tetapi menawan serta lembut.
Ramos. Tokoh utama pria kesayangan penulis.
Itu sudah pasti.
Ramos mulai membuka bibirnya. "... aku lebih suka ketika kau memanggil namaku."
"Ramos?"
Pria itu mengangguk pelan.
[Ah, ternyata ini adalah proses; bagaimana tokoh utama pria jatuh cinta pada tokoh utama wanita.]
Melihat Ramos yang hanya memalingkan wajahnya sedikit, kemudian mengalihkan pandang. Termasuk dengan warna kemerah-merahan pada ujung telinganya.
Yah, setidaknya — dapat diartikan bahwa Ilona saat ini aman.
"Ramos, kapan kita akan ke Kerajaan Luchifer?" Ilona membuka pembicaraan. Karena dibaliknya, perempuan itu juga sangat penasaran. Ada banyak hal di dunia novel ini, yang tidak dirinya ketahui.
"Besok pagi?" Pria itu menatap ke arah Ilona.
"Oh, ya. Saya mengerti."
"Tujuan awal, memang akan bertemu dengan Putra Mahkota."
"Putra Mahkota?" Ilona penasaran. Sekilas, dirinya pernah membaca hal itu pada novel, tetapi tidak terlalu jelas dalam ingatan.
"Kaesar Killian. Bukankah dia adalah Putra Mahkota Luchifer saat ini?"
Ilona mengangguk ragu. "Ya … sepertinya saya sangat jarang mendengarnya," aku perempuan tersebut.
Ramos pada dasarnya memaklumi.
[Putra Mahkota Luchifer, ya. Apa artinya, dia lebih tinggi kedudukannya dari Ramos?]
Entah mengapa, tetapi pikiran itu terlintas secara mendadak. Terbayang-bayang akan Putra Mahkota, yang bahkan belum pernah dirinya lihat atau temui.
Di dalam novel, sungguh tak ada cerita mengenai orang satu itu. Semuanya seolah tersembunyi. Hanya ada sekelebat-sekelebat potongan kisah, yang disajikan tanpa sudut pandang Putra Mahkota.
Ilona tidak tahu wajahnya, sifat aslinya, dan sebagainya.
Lantas membuat perempuan tersebut semskin penasaran.
Menunggu hari esok, hingga yang diharapkan tiba.
Hari ini, pagi-pagi sekali.
Ilona sudah bangun dari tidurnya. Perempuan itu juga selesai berdandan, layaknya para sesama jenis pada masa modern.
Yang membedakan adalah; semua bahan perawatan yang dirinya gunakan sangat alami. Ia mencari dan memilih yang cocok baginya.
Seperti yang dibilang, untunglah bahwa Ilona cukup mengetahui mengenai kosmetik. Dulu, dirinya juga beberapa kali mempelajarinya, dari dunia sekitar.
Lalu sekarang, perempuan itu menerapkannya secara langsung.
"Cara hidup di dunia novel ini adalah, dengan menjadi cantik." Ilona bergumam di depan cermin. Melihat hasil perawatannya selama beberapa minggu terakhir ini, sejak dirinya benar-benar mengalami isekai. Masuk ke dalam dunia novel yang ia baca.
Kalimat yang baru saja dirinya lontarkan, memang tidak salah. Itu benar, bahkan masih bekerja entah itu di dunia Ilona sebelumnya, atau yang di sini.
Semuanya sama saja secara kebanyakan.
Mandang fisik.
Jadi, Ilona harus melakukan perawatan. Ia tidak melakukannya saja, sudah menjadi perempuan cantik di dunia novel. Apalagi, jika dirinya sungguh-sungguh menekuni kegiatan barunya ini?
Ah, kepercayaan diri perempuan itu jadi bertambah ratusan kali lipat.
Ilona berjalan keluar kamar dengan perasaan senang. Dengan masih mempertahankan sikap anggun serta elegannya yang mengagumkan.
Ada Ramos. Pria itu … sungguh tak kalah tampan.
Ada satu hal yang baru Ilona sadari.
Bahwa berarti, semalam … dirinya tidur di penginapan ini hanya bersama Ramos? Berdua? Dalam satu … penginapan?
Yah, Ilona tidak seharusnya memikirkan hal ini. Ketampanan Ramos membuatnya dapat memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Kau … tampil secantik—" Ramos menggelengkan kepalanya. "seanggun itu?" Kemudian pria itu mengganti dengan kata yang tepat.
Ilona mengangguk. "Terima kasih telah membelikan saya gaun ini," ucapnya. Meski di dalam hati, ia menjawab dengan hal yang berbeda.
[Ya, iya lah. Tentu saja. Bukankah aku akan bertemu dengan seorang Putra Mahkota?]
"Sebenarnya, kau tidak perlu tampil seperti itu." Ramos berkomentar.
"Mengapa? Bukankah—"
"Kita hanya akan bertemu dengan Putra Mahkota."
[Hanya? Dia bilang hanya?]
Ilona hampir tidak habis pikir. Padahal, bahkan kedudukan Putra Mahkota lebih tinggi dari pria itu, yang hanya seorang Putra Duke. Jadi, di mana letak 'hanya' nya?
"Mereka tidak pernah melakukan apapun. Semuanya selalu ditangani oleh Duke Frederick dan aku," ucap Ramos kemudian.
Ilona hanya mengangguk.
Sebenarnya, dia juga sedikit tahu akan hal tersebut. Meski hanya melalui novel.
Pandangan kosongnya buyar, saat Ramos memintanya untuk ikut segera turun. Karena pagi ini, keduanya harus datang ke Kerajaan Luchifer.
Entah untuk sebuah urusan apa. Ilona bahkan tidak tahu mengapa dirinya dapat berada di sini.