Chereads / Memanfaatkan Tokoh Pria / Chapter 23 - Meninggalkan Kediaman Duke

Chapter 23 - Meninggalkan Kediaman Duke

"Sekarang, boleh aku— saya tahu, mengapa Anda tidak langsung menolongnya? Em ...." Ilona bertanya secara ragu. Dia menatap ke arah Ramos, yang duduk di sampingnya. Mereka saat ini tengah bersandar pada bawah pohon besar yang sama. Seraya menatap bagaimana beberapa pria yang mulai bekerja; membersihkan tempat yang tadinya dijadikan acara ulang tahun.

Tidak sopan, sebenarnya. Tapi, saat ini, Ramos adalah putra dari Duke Frederick. Memang strukturnya, seperti itu.

"Ka–kalau enggan menjawab, ya, tidak apa-apa." Ilona melanjutkan kalimatnya kemudian.

"Aku tidak bisa berenang."

"Ya— eh?"

"Aku takut tenggelam."

"Beneran?"

"Kenapa wajahmu seperti itu, Nona Ilona? Seakan-akan kau sama sekali tak percaya dengan ucapanku." Ramos kini menatap dalam ke kedua mata Ilona. Mengernyitkan dahi, karena dirinya cukup dibuat bingung dengan beberapa bahasa— yang perempuan itu lontarkan.

"Tidak apa-apa," balas Ilona.

[Anak di novel ini pasti jarang berenang. Dia bahkan tak bisa melakukannya dan malah takut tenggelam. Apakah ini yang disebut puncak komedi?]

Ilona mengangkat kepalanya, saat Ramos mulai bangkit dari duduk. Pria itu menatap ke bawah. "Ayo," ajaknya yang entah akan ke mana.

"Ke?"

"Ke? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Maksudku, ayo berdiri dan segera kembali ke rumahku." Ramos meralatnya jadi lebih baik dan jelas.

"Rumah? Itu bahkan lebih luas dari sebuah castle." Ilona bergumam pelan seraya ikut berdiri dari duduknya. Merapikan beberapa pasir yang menempel di gaunnya. Ia membersihkan dengan mudah.

Ilona juga ingin cepat-cepat kembali ke kediaman Duke. Sebab, gaunnya saat ini terasa lembab. Dirinya akan membersihkan diri, kemudian tidur nyaman.

"Di mana ... Tuan Albert?" Ilona bertanya di tengah perjalanan keduanya menuju ke kediaman Duke. Mereka hanya berjalan kaki, karena jarak antara yang cukup dekat.

Entahlah. Saat tadi Ilona dan Ramos berpindah tempat, Albert sudah tak ada. Ke mana pria itu pergi seakan menjadi misteri tersembunyi.

"Aku juga tidak tahu."

[Bohong banget.]

"Bukankah kau tidak menyukainya, Nona Ilona?" Ramos balik memberikan pertanyaan.

"Ya, iya. Tapi, saya hanya tanya di mana Tuan Albert saja. Karena sejak tadi, beliau tidak terlihat. Jadi saya penasaran," jelas Ilona seraya menatap ke lain arah. Suaranya terdengar menggerutu di akhir-akhir, sebab perempuan itu ingin segera membersihkan diri. Memakai gaun yang lembab, sangat mengganggunya.

"Masuklah, Nona Ilona. Katakan pada salah satu dayang untuk mengantarmu ke kamar, dan membantumu membersihkan diri." Ramos mengakhiri pembicaraannya.

"Oh, ya." Saat itulah Ilona tersadar. Bahwa keduanya telah sampai di kediaman Duke Frederick. Berada di bagian tamannya yang luas. "terima kasih," ucap Ilona sesaat setelahnya.

Sebelum akhirnya, perempuan itu berjalan masuk ke dalam castle yang luas membentang.

Sementara, Ramos pergi ke suatu tempat. Dirinya memiliki banyak urusan. Menjadi putra dari Duke Frederick bukan berarti pekerjaan mudah.

***

Sejak Ilona masuk ke dalam novel ini, dirinya tidak pernah merasakan hal bahagia yang dapat terus membuatnya tersenyum cerah. Ini adalah kali pertamanya.

Ilona merasa tubuhnya benar-benar segar dan bersih. Setelah tadi membersihkan diri selama hampir dua jam, dengan bantuan beberapa dayang. Ia tersenyum seraya duduk di pinggir ranjang.

[Kapan lagi aku bisa merasakannya di sinu?]

Ilona menggeleng-gelengkan kepalanya dengan masih penuh senyuman senang.

Tapi, tak lama berlangsung. Sebab suara ketukan pintu kamar mengaligkan perhatian.

Karena tubuh yang dipenuhi energi, dengan cepat Ilona bangkit dari duduk. Ia membukakan pintu secara hormat.

Oh, ternyata tamu kali ini adalah ... Jessica.

Cukup menyeramkan. Sebab, di sore-sore seperti ini, Ilona melihat Jessica datang kekamarnya. Dengan wajah ... tersenyum ...?

"Se–selamat datang, Nona Jessica." Ilona menundukkan kepalanya. Kemudian mengangkatnya lagi dengan dipenuhi tebakan di kepala. "apa ada yang dapat saya bantu?" Ia menawarkan. .

Namun, yang didapatkan adalah gelengan lembut dari Jessica. "Em, Nona Barenice. Saya tidak ada masalah sama sekali. Saya ke sini, untuk mengucapkan terima kasih."

Saat itulah, Ilona berusaha menahan senyumannya. Rasanya seperti memenangkan sebuah permainan yang ditunggu-tunggu.

Tapi, ia tetap berusaha polos. "O–oh, oh. Kenapa, Nona Jessica? Mengapa Anda berterima kasih?"

"Nona telah menyelamatkan putra saya, Reyhan. Saya tidak tahu lagi apa yang akan terjadi pada saya, jika saya Nona tidak menyelamatkannya dengan berani. Saya sungguh mengucapkan banyak kata terima kasih kepada Anda, Nona Barenice," ucap Jessica tersenyum tulus.

Ilona berusaha untuk merendah. "Anda tidak seharusnya mengucapkan terima kasih kepada saya. Saya telah diizinkan tinggal di sini, dan itu sangat cukup, Nona Jessica."

Jessica menganggukkan kepalanya mengerti. "Maaf atas beberapa sifat saya dulu yang mungkin tidak Anda sukai, Nona Barenice. Anda sangat baik."

"Tidak masalah, Nona Jessica. Nona juga orang baik."

Sejak saat inilah, Ilona dapat hidup nyaman dan merasa tentram. Tinggal di kediaman Duke Frederick adalah hal yang baik untuknya.

Bahkan, meski sekarang— telah beberapa minggu berlalu. Ilona harus pergi meninggalkan tempat ternyaman ini bersama Ramos. Karena sesuai dengan perkataan awal, Ilona akan menemani pria itu ke wilayah Kerajaan.

Pagi ini, dirinya telah siap. Mengenakan gaun bangsawan seperti biasanya, yang selalu menambah kesan elegan. Kemudian dengan rambut perak indah terurai, yang merupakan sisi menariknya. Ilona adalah putri dari Count Barenice, yang memiliki wajah sangat cantik.

"Aku bukan akan pergi lama, Kakak. Hanya sebentar." Ramos menghela seraya menenangkan Jessica.

Wanita itu mengangguk pasrah kemudian. "Baiklah, baiklah."

"Sampaikan salamku kepada ayah, Ibu." Ramos berganti menatap ke arah ibunya.

"Tentu. Ibu akan menyampaikannya."

"Kau juga hati-hati, Nona Barenice."

Ilona tersenyum. "Terima kasih, Nona Jessica."

Setelah perpisahan cukup singkat. Ilona dan Ramos menaiki sebuah kereta kuda, yang jika dijabarkan akan begitu mewah. Karena udara yang dingin di pagi hari, rasanya tidak begitu sempit. Terasa lenggang dan segar ketika duduk di dalamnya. Ilona yang tidak pernah menaiki mobil, perlu mengatakan, bahwa kereta kuda Duke Frederick memang sangat nyaman.

"Ramos? Kita, ke sana untuk apa?" tanya Ilona di awal perjalanan. Keduanya yang duduk berhadapan dengan batas yang sela memudahkan untuk berkomunikasi.

Pria itu tersenyum, aneh. "Ya, entahlah. Susah untuk menjelaskannya. Tapi, ini buka berarti berbahaya."

[Aku tidak percaya.]

"Kita juga tidak akan langsung ke kerajaan," ujar Ramos kemudian.

"Lalu?"

"Kita dapat mampir ke beberapa tempat terlebih dahulu. Terkadang, diperlukan hiburan." Ramos tersenyum tipis.

"Oke. Sepertinya ... itu ide yang bagus ...?" Ilona setengah tak yakin, sebenarnya.

Setelah keheningan menyelimuti, Ramos membuyarkannya.

"Jika tidak ada orang, kau boleh memanggilku Ramos seperti tadi. Dan jika tidak ada orang, aku juga boleh memanggilmu Ilona?" Pria itu menatap serius.

"Y–ya, tentu saja."

"Kalau begitu, boleh aku bertanya sesuatu padamu, Ilona?"

"Y–ya? Tentu saja, boleh."

Ilona hampir tergagap. Ia hanya ... tak pernah melihat Ramos se-serius itu. Nada pertanyaannya seakan mengintimidasi Ilona begitu dalam.