Pria itu terus menatap Ilona. Bahkan hingga kini, sarapan telah usai.
"Nona Barenice."
"Ya, Tuan Duke?" Ilona langsung mengarahkan perhatiannya pada Duke yang duduk di seberang. Sarapan memang telah berakgir, tetapi semua anggota keluarga masih belum beranjak dari kursi masing-masing. Yah, kecuali Jessica dan anaknya. Wanita itu pasti tidak terlalu suka berada di dekat Ilona, sehingga memilih pergi bersama putranya.
Itu tidak aneh. Keduanya memang semacam musuh.
"Hari ini, adalah ulang tahun cucuku. Jika mau, kau bisa ikut ke danau seberang merayakannya bersama yang lain. Bukankah, kau tinggal di sini selama beberapa hari, Nona Barenice?" Duka menawarkannya dengan ramah. Namun, tak menghilangkan aura sesosok bangsawan dalam dirinya.
Ilona mengangguk anggun. Masih memperlihatkan bagaimana wajah lugu yang sejak tadi, memang sengaja terus ditunjukkan. "Tentu saja, Tuan Duke. Saya akan merasa sangat senang. Terima kasih banyak," jawab Ilona. Tersenyum lembut khas ilustrasi tokoh utama pada cerita.
"Bagus. Kita akan merayakan ulang tahun cucuku bersama." Duke menganggukkan kepalanya. Seakan ia menyetujui dengan apa yang dirinya katakan barusan.
Acaranya akan dimulai sore, maka dari itu, masih ada beberapa jam lebih untuk Ilona bersantai. Seperti saat ini misalnya. Dia duduk di bawah pohon rindang, pada taman depan. Luas dan asri tuk dipandang dengan kedua mata telanjang.
Bersandar pada batang pohon yang kokoh, menatap dan menikmati semua momen langka ini. Ilona bahkan harus menahan rasa kantuk, yang kini mulai menghantui. Mana mungkin Ilona ingin seorang Albert yang dingin membangunkannya.
Pria itu begitu menakutkan, bahkan dapat melampaui hantu yang pernah Ilona lihat semasa kecil. Ilona memang sering melihat Albert di sekitar taman ataupun kediaman ini. Benar-benar mencengkam.
"Kenapa kau sangat suka menyendiri, Nona?"
Ramos telah mendudukkan diri di samping Ilona. Menatap perempuan itu yang menampilkan wajah terkejut.
"O–oh!? A–apa … em, yah, sebenarnya, hal itu bukan urusan Anda, Tuan," balas Ilona.
Ramos mengabaikan. Pria itu sangat suka mengabaikan banyak hal, hingga terkadang atau sering membuat Ilona sendiri kesal.
"Um … maaf. Anda ke sini … untuk apa?" Ilona bertanya kemudian. Terlihat ragu, tetapi pada akhirnya memang mengatakannya langsung.
Tentu saja. Sudah beberapa menit berlalu. Ramos malah terus terdiam dan menatap ke depan. Seolah-olah menghampiri Ilona hanya untuk duduk diam saja.
"Sebenarnya, maaf, Nona. Tapi, bukankah taman ini milik saya?" Pria itu menolehkan kepala menghadap Ilona. Diikuti oleh salah satu mata yang mengedip penuh kejahilan.
[Ini anak!]
Ilona ingin sekali, melakukan hal yang tidak-tidak pada Ramos di sini. Namun, sayang, perempuan itu tidak ingin membuat masalah lagi. Karena dia adalah tokoh utama perempuan, jadi jangan sampai dirinya sendiri menurunkan pemghargaan panggilan tersebut.
Terlebih, di sini ada Jessica. Yah, tanpa perlu dilanjutkan lagi, pasti paham. Ilona tidak melakukan apa-apa pun, Jessica sudah memberikan sorot mata tajamnya.
Jadi, giliran.
Kini giliran Ilona yang menghadap ke depan, seraya bersandar pada batang pohon kokoh. Ia tidak bicara setelahnya. Hanya memfokuskan diri pada bangunan castle besar di depannya sana.
Meski berkali-kali Ramos memberikan kode tidak suka didiamkan, tetapi Ilona tidak pernah peduli. Terkadang, cara menghentikan diri hanya dengan diam saja. Itu mudah, untuk beberapa orang.
"Kenapa kau mendiamkanku? Bukankah aku ini Putra dari Duke Frederick. Kau tidak tahu itu? Mengapa kau terlihat sangat sombong, Nona? Hah …."
Ramos mencurahkan perasaannya panjang lebar. Setelah terasa lama tidak ada percakapan antara keduanya. Wajahnya berakhir menunduk, seraya menghela napas.
[Tadi kayak ada suara nyamuk.]
Setelah beberapa kejadian yang cukup tidak penting. Sekarang, Ilona harus ke danau dekat sini, di mana acara ulang tahun Reyhan akan segera dimulai.
Perempuan itu tidak datang sendiri, pastinya. Ia memerlukan bantuan orang lain, sebab tidak hafal dengan jalan ataupun arah.
Jadi, ada Albert di samping Ilona berjalan. Pria itu terus diam, seolah tak menyukai adanya percakapan.
Ketika Ilona berbicara, maka Albert hanya mendengarkan. Atau mungkin pria itu sama sekali tak mendengarkan. Kemudian ketika Ilona meminta pendapat atau sebuah pertanyaan, Albert hanya akan menjawabnya dengan: 'Ya, Nona'. 'Itu bagus'. 'Saya tidak tahu'.
Selain dari tiga kalimat di atas, tak ada lagi yang keluar dari mulut Albert.
Meski diceritakan dalam novel pun, rasanya masih kurang jelas mengenai Albert ini. Terasa ambigu dan berbelit-belit. Tidak ada informasi sedikitpun mengenai Albert di dalam novel. Kecuali, bahwa pria itu adalah seseorang yang dingin.
[Oh, ini sederhana, tetapi juga mewah.]
Ilona sedang memikirkan pesta di depannya ini. Setelah berjalan beberapa menit, ia sampai pada sebuah danau, yang di datarannya telah dipenuhi meja bundar serta kursi. Juga beberapa hal lain yang selalu ada pada hal semacam ini.
Rumput hijau luas, kemudian danau tenang dengan warna air yang sejuk. Saat ini, memang tentunya belum ada kendaraan bermotor. Belum ada polusi. Sehingga danau dan lahannya pun, terasa seperti di negeri dongeng.
"Albert … di mana Ram— maksud saya, Putra Duke Frederick?" Ilona bertanya dengan nada berbisik. Seraya tetap menatap bagaimana di depan, sudah ada sekitar lima tamu undangan, yang tentunya kalangan bangsawan. Kemudian ada orang-orang yang tadi pagi sarapan bersama di meja makan.
Namun, Ilona tidak.melihat adanya pria itu.
"Di sana, Nona. Di dekat danau dan beberapa tumpukan kado." Albert menjawabnya, dengan kalimat yang cukup panjang; hingga membuat Ilona setengah linglung.
Perempuan itu menatap ke arah tempat, seperti dengan cori apa yang Albert beritahu.
Ramos. Pria itu memang di sana. Di dekat danau, dan jauh dari Jessica dan keluarganya; yang sibuk berbincang dengan tamu.
Ia berdiri, seraya menggendong Reyhan— anak lelaki kecil yang lucu dilihat.
"Saya menghampiri mereka sebentar, ya."
Ilona berjalan mendekati kedua orang di dekat danau tersebut. Tanpa menunggu pun, Ilona tahu. Bahwa Albert pasti hanya menganggukkan kepala sekilas.
[Aku belum pernah melihat scene ini di novel. Hanya, diceritakan bagaimana Ramos yang akrab dengan Reyhan kecil saja.]
Ilona telah berada di dekat kedua orang, yang mirip ayah- anak tersebut. Menatap bagaimana Ramos yang menggendong Reyhan seolah telah terbiasa. Ramos terus berbicara, menunjukkan hal-hal apa saja yang berkaitan mengenai danau ini. Kemudian anak itu, dia hanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Kalian … sedang apa?"
Seperti biasanya, Ilona menggunakan basa-basi tuk bertanya.
Perhatian dua orang itu teralihkan. Kini terarah pada Ilona— perempuan cantik berambut pirang, dengan gaun merah muda mekar yang indah.
"Abaikan saja."
Itu adalah jawaban Ramos, yang ia katakan untuk Reyhan di dalam gendongannya. Kembali menatap ke depan seperti semula, seperti tidak terjadi apa-apa.