"Adikku, siapa dia?" Jessica yang merupakan kakak perempuan Ramos bertanya.
Ramos menatap ke arah samping. "Dia adalah putri dari Count Barenice, Ilona Barenice."
Jessica menganggukkan kepalanya. Ia tidak keberatan, tentu saja. Lagipula, dirinya juga ttidak mengenal Count Barenice sama sekali. Namun, Jessica lebih penasaran tentang mengapa adik lelakinya membawa seorang perempuan ke kediaman.
"Mengapa membawa seorang putri Count ke sini?" tanya Jessica.
"Dia akan menjadi pendamping saya pada sebuah acara di wilayah kerajaaan, dua minggu ke depan. jadi, untuk sementara, saya menyuruhnya untuk tinggal di sini." ramos menatap Jessica. "tidak apa-apa, bukan?"
"Lakukan apa yang kau mau saja, Adikku." Nada itu jelas terdengar tidak ska. Bahkan tatapannya pada Ilona tlah menjelaskan akan semuanya ….
[Ok, oke. Tolong untuk sabar, Ilona. Kau harus sabar.]
Ia hanya dapat menunjukkan senyum sebisanya. Meski, Jessica tetap akan tidak suka.
Wanita itu memang termasuk orang yang menjahati Ilona, meskipun tidak terlalu parah.
Di dalam novel, saat Ilona menjadi pelayan buangan di kediaman ini, Jessica adalah orang yang selalu mengatur-atur dan memberikan banyak tugas kepadanya.
Namun di akhir, sudah tidak tahu lagi bagaimana nasib wanita itu. Kemunculannya hanya sekali dan satu halaman saja. Kemudian di halaman seterusnya, ia tidak pernah disebut oleh sang narasi. Cukup malang sebenarnya, tetapi Ilona tidak peduli.
"Kau sudah beberapa minggu tidak pulang. Bukankah seharusnya, kau mendatangi ibu?" Jessica mengalihkan topik pembahasan.
Ramos mengangguk. Pria itu mengambil alih Reyhan dari gendongan seorang dayang. Kemudian, beralih untuk menggendong anak laki-laki berusia 2 tahun itu sendiri.
"Ya, itu bagus."
Jessica tersenyum mendengarnya. Ia suka ketika adik lelakinya menggendong putranya. "Kau tidak bertanya mengenai ayah?"
Ramos menggeleng. "Aku sudah tahu keadaannya. Beberapa hari lalu, baru saja bertemu di perbatasan wilayah." Ramos menatap ke samping kembali. Tepat kepada Ilona, yang sejak tadi belum mengeluarkan sepatah katanya. "ayo."
Perempuan itu tersadar. Memberikan pandangan bingung ketika melihat adanya tatapan Ramos yang tertuju padanya. Apalagi dengan Reyhan yang berada dalam gendongan pria itu. Termasuk, kini … tatapan semua orang yang memperhatikannya.
"Y–ya. Tentu saja, Tuan."
Sebisa mungkin, Ilona memberikan senyum lebar.
Sempat merasakan tatapan Jessica padanya— yang bertambah tidak suka.
Oke, ini salah Ramos. Benar-benar salah pria itu.
Karena setelahnya, Ilona benar-benar menjadi pusat perhatian. Ia diajak oleh Ramos menemui ibunya di kamar utama. Bahkan beberapa dayang yang tinggal di kediaman ini selama bertahun-tahun, sangat dan sangat jarang dapat mengunjunginya.
Tapi, Ilona? Perempuan itu hanyalah putri dari seorang Count dan diajak ke sini.
Kekuatan tokoh utama memang melampaui batas.
Jika bertanya, apa yang dilihat setelah masuk kamar ibundanya Ramos, maka, Ilona akan menjawab 'wah'. Karena ruangannya yang luas. Terutama dengan ranjang mewah di tengah-tengah. Ilona bahkan dapat berlari-lari sepuasnya di kamar ini.
"Ramos …."
"Apa kabar, Ibu?" Ramos menyerahkan Reyhan untuk kemudian Ilona gendong. Wajah perempuan itu seolah mengatakan, 'Loh, loh? Kok … tiba-tiba?'
Meski pada akhirnya, Ilona tetap menggendong Reyhan secara lapang dada.
Dirinya menatap seorang wanita yang berpakaian mirip Jessica. Gaunnya mekar, sama seperti yang Ilona kenakan. Hanya saja, milik wanita paruh baya itu terkesan jauh lebih mewah dan mahal. Ilona bahkan dapat melihat hiasan di dekat rambut yang wanita itu gulung. Mahal.
"Aku baik. Bagaimana denganmu, Ramos? Kau jarang pulang." Wanita itu tersenyum.
Yah, Ramos dan ibunya. Tampak seperti keluarga sungguhan, hebat. Lalu Ilona, hanya menjadi penonton saja. Tidak. Sebenarnya, masih ada Reyhan di dalam gendongannya.
"Saya baik, Ibu. Maafkan saya, akhir-akhir ini saya memiliki beberapa kesibukkan." Ramos berujar.
Sementaraa ibunya mengangguk memaklumi. "Baiklah. Tidak apa-apa. Melihat putraku datang sejat seperti ini, telah membuat diriku ikut senang," ujarnya seraya memegang rambut Ramos, kemudian mengelusnya sejenak.
Perhatian teralihkan. Saat wanita tersebut mulai menyadari akan adanya seorang perempuan asing, yang belum dia lihat sama sekali.
"Ramos, siapa perempuan itu?"
[Nah, 'kan. Lagi, dan lagi. Ini kedua kalinya.]
"Dia putri dari Count Barenice, Ilona Barenice. Dia akan menjadi pendamping saya, di acara wilayah kekaisaran mendatang. Sebelum itu, saya mengajaknya untuk tinggal di kediaman ini sejenak. Boleh, bukan, Ibu?"
Kemudian untuk yang kedua kalinya, Ramos menjelaskan. Suara pria itu begitu lembut, saat berada di dekat ibundanya.
Ibunya mengangguk. "Dengan senang hati." Kemudian, ia menatap ke arah Ilona kembali. "dia sangat cantik."
[Tentu saja. Aku, 'kan, tokoh utamanya.]
Ilona membalas dengan senyum lugu dan indahnya. "Terima kasih banyak."
***
Terkadang, di malam seperti ini, Ilona merasa ketakutan.
Seolah dirinya yang paling berbeda di dunia— yang jujur saja, masih belum dapat ia percayai sepenuhnya. Memikirkan keadaannya dulu, kemudian memikirkan dirinya sendiri kini.
Rasanya abstrak dan bingung.
Hanya Ilona. Hanya Ilona sendirian di dunia yang baru pertama kali ia singgahi. Bertemu banyak orang, yang sebelumnya hanya ia tahu dari novel. Itupun, hanya dapat melihat penggambaran narasi tanpa ilustrasi.
Jadi, seperti hampir biasanya, perempuan itu tidak bisa tidur. Ia sibuk memikirkan banyak hal.
Dia memilih untuk meninggalkan kediaman Baremice sejenak. Kemudian mengikuti Ramos ke sini. Rasanya kembali takut.
"Saat ini, dia benar-benar suka padaku, 'kan?"
Ilona bertanya pada dirinya sendiri. Berdiri termenung di dekat jendela yang sayangnya, sangat susah dibuka.
Ilona sering memikirkan. Tentang dirinya harus bagaimana, agar Ramos dapat sungguh-sungguh menyukainya.
Apa yang pria itu sukai? Apa yang pria itu inginkan? Dan … masih banyak lagi.
Atau, jika semuanya benar-benar tidak mungkin. Ilona bisa memilih menyendiri di tempat tersepi dengan rumah yang Ramos berikan. Kemudian hidup dengan tenang di sana. Tapi, itu juga nantinya— tidak akan semudah dengan apa yang dibayangkan.
Lagipula, kenapa Ilona harus terlalu ragu? Padahal sudah jelas-jelas, bahwa dirinya merupakan tokoh utama. Bahkan nama 'Ilona' berada di hampir seluruh halaman.
Perempuan itu memilih untuk membuka pintu kamarnya. Beberapa jam lalu, ia mendapatkan kamar untuk sementara.
Kamar yang jika dijelaskan, menjadi tiga kali.lipat lebih mewah dari kamarnya. Rasanya bersih, juga tertata rapi.
Lorong yang Ilona temui telah sepi. Tidak ada dayang yang berjalan di lorong, pada tengah malam seperti ini.
Ilona bukan ingin kabur. Ia hanya ingin keluar dari dalam kamarnya. Kemudian bersantai di taman atau tempat-tempat lain, yang terbuka. Ia terlalu rindu dengan angin malam.
Dengan beberapa kali salah jalan, bahkan tersesat. Kemudian juga tidak tahu arah pulang ke kamarnya. Sampai akhirnya mendapati dayang yang tengah menuju ke dapur. Sehingga, Ilona dapat meminta bantuan.
Lalu, sekarang lah. Ilona dapat terbebas. Perempuan itu menemukan tempat terbuka, di depan bangunan mewah.
Sebuah taman depan yang udaranya dingin menyambut.
"Ini sudah malam. Kenapa belum tidur?"