Gadis itu berjalan pelan menyusuri koridor yang mulai sepi.
Sasa dan Echa sudah pergi duluan semenjak tadi. Ia sengaja untuk pulang lebih lama dari yang lainnya, sebenarnya Ia suka sekali ketenangan seperti ini,
"Eh, dia kan yang namanya Xena?" ucap gadis bernama Sarah dengan rambut pirang itu melirik sinis.
"Oh, yang kegatelan sama Dino, kan?" sambung Nanda. Ada Nada tidak suka terdengar saat ia mengatakan itu.
"Kita kerjain aja, gimana?" tukas Amel memberi saran. Diikuti oleh seringaian gadis yang lain, yang memikirkan itu ide yang cukup menarik.
Xena mulai memelankan langkahnya, ketika merasa seperti di ikuti seseorang. Tepat ketika ia berbalik, Amel mendorongnya ke dinding.
Ia tersudut. Amel tersenyum miring. Sedangkan Xena hanya menatap mereka datar. Hanya ada mereka yang terlihat disana sekarang.
"Kenapa?" tanya Xena bingung karena disudutkan. Sepertinya ia tak mengenal mereka.
"Kamu kenal aku, kan?" Sinis Amel.
Gadis itu mengerjap "Tidak," jawabnya singkat, dirinya sama sekali tidak terlihat takut. Bahkan malah bingung.
"Ngeselin banget, sih!?" Melihat ekspresi Xena yang tidak ada takut-takutnya, Amel langsung mendorongnya ke lantai. Membuat Xena terjatuh, namun wajahnya masih terlihat datar saja. Seolah tak terjadi apapun barusan, Gadis itu menepuk roknya yang kotor, kemudian ketika ingin bangkit langsung di dorong kembali.
"Apa mau kalian?" tatapnya.
"What? Liat tuh muka songongnya.
"Udah, gunting aja bajunya," seloroh Nanda mengeluarkan gunting.
"Ide bagus. Pegangi dia" Amel mengambil gunting itu dan tersenyum miring. Sontak Xena memberontak.
"Kalian ngapain?" Sebuah suara menghentikan aksi mereka, ketiganya langsung menatap ke ujung koridor, nampak Riqki berdiri menatap mereka marah.
"Awas kau Kalau berani deketin Dino lagi." Ancam Amel, mereka segera pergi sebelum Rifqi menghampiri,
"Aku laporin kalian besok!" Teriak Rifqi pada mereka yang berlari.
"Kamu gak apa-apa?" Riqki dengan sigap menghampirinya. Ini bukan kali pertama ia melihat geng Amel membuli seseorang.
"Ya."
Pandangan mata Rifki terfokus pada pungung tangan Xena yang nampak terluka. Sepertinya tergores dinding saat didorong tadi.
"Tanganmu luka, ayo ke uks, aku obatin," tawar Rifki dengan wajah khawatir.
"Tidakl."
Setelah mengatakan itu, Xena berjalan meninggalakan Rifki yang memandangnya tak percaya. Dia adalah gadis paling keras kepala menurutnya. Atau sok berpura-pura kuat.
"Dia kenapa, Ki?" tanya Arif yang tiba-tiba muncul entah darimana.
"Kebetulan, pegangin tas gue." Rifqi berjalan cepat menghampiri xena, tak perduli pada teriakan temannya itu.
"Hm?"
"Dasar, cewek keras kepala." Rifki tepat berdiri didepannya, menghentikan langkah Xena, dan tiba-tiba mengendong ala bridle style.
"Kau gila?!" jerit Xena.
"Diem cewek keras kepala."
"Turunkan aku!" Seru Xena kesal.
"Ga, sebelum kamu aku obatinn.
"Astaga, Gila, Mamang Rifqi ku beneran normal," gumam Arif dengan mulut setengah terbuka tak percaya, karena kaget akan aksi Rifqi.
Baru kali ini ia melihat Rifki seperti itu. Sepertinya benar dugaan Arif.
Rifqi menyukai sang anak baru.
Xena hanya bisa membuang mukanya kearah lain. Syukurlah koridor itu sedikit sepi sekarang. Tidak, bukan karena malu, tapi bingung harus berbuat apa, baru kali ini ada pria yang menggendongnya seperti itu.
Langkah Rifqi terhenti, didepannya ada anak tangga yang lumayan kalau di daki.
"Kamu bisa pegangan, gak?"
"Turunkan Aku!"
Rifqi menghela nafas panjang, ada puluhan Gadis yang ingin berada di posisi Xena sekarang, tapi ia malah ingin turun,
Dengan langkah hati-hati Rfiki menaiki anak tangga, refleks, Xena langsung melingkarkan tangannya pada leher Rifqi, hal itu membuat Rifqi tersenyum simpul.
"Aku gak akan biarin kamu jatuh kok." cengirnya.
Di belakangnya nampak Arif yang hanya bisa mengigit jari, jomblo bisa apa.
Untungnya, letak uks tak begitu jauh, nampak seorang perawat baru saja ingin mengunci uks.
"Bu, jangan dikunci dulu."
"Rifqi dia kenapa?" tanya Mega, perawat di sana khawatir.
"Luka, ibu sudah mau pulang? biar aku saja yang obatin," kata Rifqi mendudukkan Xena di ranjang uks.
"Gak apa-apa, biar ibu saja."
Rifki memandangi Ibu itu yang sepertinya sudah mau pulang.
"Hanya luka kecil, gak perlu khawatir Bu, nanti biar saya saja yang kunci uks nya."
Meski sedikit tidak enak, ia juga tidak punya pilihan lain, dirinya juga ada urusan mendadak, lagi pula ia percaya pada Rifqi, yang merupakan ketua osis, rajin dan pintar lagi.
"Baiklah, Ibu pulang duluan ya," pamitnya pada Xena dan Rifki.
Rifqi langsung mengambil obat-obatan yang di perlukan. Kemudian mendekatkan sebuah kursi dan duduk didepan Xena.
"Kau—"
"Aku saja, ok? Tenang, ini ga sakit kok."
Ia mulai membersihkan pungung tangan Xena yang luka, ada keuntungan juga ia pernah ikut ekstra PMR
Menurutnya hal yang seperti ini perkara mudah. Sebuah senyum mengembang di wajahnya. Sedangkan Xena hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Sudah selesai Nona."
Rifki memandangi wajah Xena, ia baru sadar, gadis itu kini tidak memakai tudung jaketnya, sehingga ia dapat melihat keseluruhan wajah Xena.
"Kau cantik, enggak perlu pakai tudung jaket terus."
Xena membelakkan matanya, mendengar ucapan Rifki, bukan bagian cantiknya. Tapi bagian tudungnya. Ia segera memakai tudung jaketnya kembali dan segera beranjak dari sana.
Tepat sebelum ia melangkah pergi tangannya tiba-tiba dipegang oleh Rifqi.
"Aku antar, ya?" tawarnya.
"Lepas!" Xena dengan wajah datarnya menghempaskan tangan Rifqi. Helaan nafasnya terdengar berat.
"Temukan kesabaranmu sebelum aku kehilangan kesabaranku."
"Apa?"
"Berhenti mencampuri urusanku!" Bentaknya, ada binar kemarahan di matanya.
Lagi-lagi, pemuda itu hanya bisa melongo melihat sikap Xena padanya. Bukannya terima kasih malah marah-marah.
"Dia kenapa sih? Memangnya ada yang salah-"
"Gendong anak cewek orang. Padahal baru kenal, lukanya juga enggak seberapa, wajar kali dia marah. Untung enggak digampar beneran," kata Arif sambil bersandar di pintu.
"Tapi aku salut sih sama kamu, tapi lain kali jangan terlalu agresif."
Rifqi terdiam.
"Aku ngapain gendong dia?!" jeritnya histeris.
"Yaelah, baru sekarang nyadarnya."
"Lepas!" sentak Xena.
Rifqi terkesiap. Rupanya ia tadi melamun ketika melihat tangan Xena. Pemuda itu ingin membantu Xena berdiri tapi gadis itu sudah bangun dan memilih mundur menjauh.
"Menjauhlah," kata Xena dingin dan meninggalkan Rifqi.