Dino bersin berkali-kali, cuaca pagi itu saat dingin, meski memakai jaket tebal udaranya masih terasa. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaket.
"Lemah banget," cela Chandra melihat ke arah Dino. Ia sendiri juga memakai jaket, namun lebih tipis, mereka berjalan beriringan tapi tidak berpegangan tangan untungnya.
"Palingan kau juga bentar lagi sepertiku," ucap Dino ketus.
Benar saja, baru beberapa detik Dino mengucapkan hal itu, sang sahabat malah bersin tepat ke arah mukanya.
"Kau—" geram Dino dengan mata refleks menutup, tangannya mengepal erat.
Chandra menyengir dan langsung lari terbirit-birit sebelum Dino memutilasi dirinya. Kejar-kejaran tak terhindarkan, Rifqi yang sedang membawa beberapa gundukkan buku hampir saja menjadi korban kekanakan mereka, untung saja ia dengan sigap menghindar. Meski harus bersandar pada dinding bak cicak yang merekat erat.
"Kalian!"
Ia ingin meneriaki mereka, sayangnya keduanya telah hilang dari pandangan, meninggalkan Rifqi yang hanya bisa mengupat marah.
Chandra akhirnya malah naik ke atas pohon mangga yang berada di taman dekat perpustakaan, memang benar kata orang the power of kepepet benar adanya. Ia tanpa sadar sudah berada di atas sana. Sambil memeluk pohon.
Dino berhenti tepat di bawahnya, kepalanya menengadah melihat temannya sudah macam beruk saja.
Ia tak ikut naik karena masih mengatur nafas. Lagi pula, kenapa juga ia harus naik-naik, nanti juga Chandra akan turun sendiri.
"Kau—" Dino terengah.
"Jadi temen dendaman amat sih," ujar Chandra sambil beberapa kali mengambil nafas panjang.
"Aku malas menunggu karma. Jadi aku sendiri yang turun tangan," kata Dino sambil mengelap wajahnya dengan lengan jaket.
"Hah? Dasar!"
Karena sudah berada di atas, kepalanya sibuk berpencar melihat sekitar. Mencoba mencari celah.
Netranya mengenali seseorang yang sepertinya bisa mengalihkan Dino dari dirinya. Sebelah pipinya terangkat.
"Cewekmu tuh dateng," ucap Chandra dengan nada sedikit mengoda
"Mana?" tanya Dino dengan cepat beralih. Menoleh kesana kemari, kemudian sadar, dia kan tidak punya pacar. Chandra terbahak menertawakan kepolosan Dino.
"Ada yang ngarep punya cewek, haha," ucapnya dengan gelak masih terdengar.
"Sial—"
"Arah jam 3, ada Xena pakai sweater warna abu-abu," ujarnya cepat sebelum Dino melemparnya dengan kemeyan dan jampi-jampi.
Refleks mendengar hal itu, kepala Dino langsung tertoleh menuju arah yang baru saja ditunjuk. Sedikit memincingkan mata.
Benar saja, ada Xena. Kali ini memakai sweater yang seperti kebesaran karena menutupi hampir semua tangannya dan memakai kupluk.
"Oh, gayanya beda hari ini!" seru Chandra malah girang.
"Cepetan sana!" tukasnya pada Dino dengan gerakan menyemangati.
Baru ingin menghampiri Xena, Rifqi sudah lebih dahulu datang.
Dino gigit jari.
"Yah, kau sih kelamaan," gerutu Chandra ikutan kesal.
Dino menatap sinis ke arah Rifqi dan pada akhirnya berbalik pergi, meninggalkan Chandra yang berteriak memanggilnya.
"Bagaimana caranya turun?" lirih Chandra.
Xena kali ini tidak lagi memakai jaketnya. Ia memilih memakai sweater. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai baru kemudian memakai kupluk.
Ia juga memakai legging berwarna hampir mirip dengan kulitnya hingga paha. Dengan tas ransel warna hitam. Tubuhnya yang terbilang cukup imut, hampir tenggelam pada tasnya yang besar. Atau memang tasnya yang kebesaran. Yang pasti itu tas untuk pria, yang dipakainya.
"Pagi Xena," sapa Rifqy sambil tersenyum.
Gadis yang sedari tadi berjalan menunduk lantas menatap lurus ke arah lawan bicara.
"Bisa minggir?"
Senyum yang tadi melengkung sempurna di wajah Rifqi berangsur-angsur mulai kehilangan ronanya.
Ia menggaruk tengkuknya canggung.
"Kau tahu, biasanya kalau disapa itu harusnya balik menyapa," ujarnya menatap Xena berusaha memberikan pengertian.
"Ada banyak gadis di sekolah ini, sapa saja mereka," kata Xena datar sambil kembali berjalan melewati Rifqy.
Pemuda itu mengepalkan tangannya, antara malu, senang dan entahlah, ia juga bingung. Tapi satu hal, Xena nampak cantik hari ini dengan balutan sweater dan kupluk itu.
Pipinya berkedut menahan senyum.
"Astaga, aku sudah gila," gumamnya malah senyum-senyum melewati para siswi yang menyapanya. Namun tak satupun ia balas.
Beberapa siswi lain nampak tak suka Xena dekat dengan Rifqy, karena biasanya para gadis yang menghampiri. Tapi tadi malah Rifqy yang datang terlebih dahulu.
Dan itu jarang terjadi. Terlebih notabe Xena adalah murid pindahan, yang tidak mungkin bisa secepat itu bisa dekat.
Xena berjalan santai tanpa perduli pada pandangan siswa yang melirik ke arahnya. Beberapa pria nampak terpesona, beberapa lagi melihat dengan tatapan kesal. Itu berlaku bagi para gadis, karena kabar Dino yang seperti sedang mendekati Xena tersebar dengan cepat. Menyebabkan beragam rumor.
Terlebih tentang Rifqy yang sepertinya juga akan meluas.
"Itu dia kan?" Bisik seseorang.
"Aku padahal lebih cantik dari dia," gumam yang lain.
Xena masih tak perduli, bahkan tidak sadar.
Meski orang-orang itu berbicara yang pedih.