Chereads / Us! / Chapter 19 - Datang

Chapter 19 - Datang

Pintu lift terbuka, setelah ia berlalu keluar, tepat di depan pintu apartemen nya seorang gadis tengah bermain, apartemen Xena kebetulan berada di bagian ujung, lalu berseberangan dengannya adalah rumah gadis itu, meski ia tidak tahu namanya Xena pernah melihatnya saat di dalam lift.

Mungkin ia hanya sedang bermain, jadi Xena hanya berjalan santai sebelum bocah berkuncir itu tersenyum ramah sembari membungkukkan badannya.

"Selamat siang Kak," katanya lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketnya, sebuah kertas yang terlipat, sepertinya semacam surat.

Awalnya Xena hanya memandang bingung, apa maksudnya, sebelum gadis hidup memberi isyarat untuk mengambilnya.

"Selamat istirahat," katanya lagi kemudian memilih untuk kembali ke apartemennya, sepertinya memang benar dia menunggunya.

Untuk sekarang ia belum tertarik untuk melihat apa yang tertulis di sana, Xena memilih untuk memasukkan sandi dan masuk ke apartemen.

Saat gadis kecil itu masuk, sang mama yang sedang memegang centong sayur segera menghampirinya sambil bertanya apakah gadis itu mau, dan anaknya itu bisa membujuknya, ia pun tersenyum sambil menenangkan sang mama, mengatakan kalau kakak itu pasti datang nantinya.

***

Telur mata sapi dengan sedikit bumbu adalah makan sore Xena hari ini, selepas mandi dan berganti pakaian, ia merasakan perutnya mulai lapar, malas memesan makanan, terlebih ia belum berjalan di sekitaran sini, lebih baik mencari alternatif lain, ia benar-benar tak memiliki ponsel.

Dulu ia punya telepon rumah yang digunakan hanya untuk menelpon nenek yang merupakan tetangganya, namun semenjak nenek itu meninggal ia tak lagi mengunakannya, berpikir siapa yang akan diteleponnya lagi, sementara ia tak punya saudara mau pun teman.

Tak ada yang mengajarinya memasak, ia hanya bisa memasak makanan sederhana, tutorialnya yang ia lihat di dalam televisi. Hanya itu.

Kadang-kadang memilih untuk membeli makanan di kafe, atau kedai pinggir jalan. Tentunya tak pernah ia makan di sana dan selalu dibawa pulang.

Ia tak suka telur setengah matang, baginya terasa sangat amis, jadi telur itu pun ia masak sampai berwarna kecoklatan, untungnya tidak pernah gosong, dengan tambahan abon dan saos ia melahapnya ditemani keheningan.

Xena tidak terlalu suka melihat piring yang berantakan jadinya selalu ia bersihkan sebelum beranjak, dan setelah selesai saat ingin kembali ke kamarnya, ia melihat di atas lemari kaca, kertas yang diberikan gadis tadi.

Untuk sejenak ia ingin mengabaikannya, namun di sisi lain ia juga merasa penasaran, seketika ia berpikir jangan-jangan itu berisi uang yang hendak dikembalikan ibunya kemarin.

"Sudah ku bilang tidak usah," gumamnya ketika sadar itu hanya surat.

Ia mengerjap, meski dengan tulisan agak serampangan, namun masih bisa dibaca, mungkin memang gadis kecil itulah yang menuliskannya.

'Mamaku membuat banyak makanan hari ini, ia ingin mengundang kakak, datang ya, pukul tujuh malam. Kami tunggu sampai kakak datang. tertanda Nara.

"Nara," ia mengumamkan nama Naura, sekarang ia tahu namanya. Tapi apa tadi, mamanya ingin mengundang dirinya untuk hadir.

Yang pasti Xena tak pernah datang ke acara seperti itu sebelumnya kalau boleh jujur.

Jadi, alih-alih untuk memilih datang ia kembali meletakkan kertas itu di atas meja dan memilih untuk menyibukkan diri dengan membaca buku yang belum usai dibacanya, akan menyenangkan jika ia bersantai di balkon.

*Pukul tujuh malam.

Ketiga anggota keluarga dengan balita yang sudah tertidur di kamar sedang menunggu di meja makan. Harusnya jika sesuai janji, tetangganya yang belum mereka ketahui namanya itu sudah datang dan duduk di sana.

Sesekali Bagas, kepala rumah tangga melirik ke arah jam dinding.

Sementara masakan istrinya sudah mengepulkan asap, siap dinikmati.

"Apa dia gak bakalan datang, Ma?" tanya Bagas menatap ke arah istrinya. Sementara Naura, gadis berusia tujuh tahun pun menyahut santai.

"Kakak itu akan datang."

Jadi, mereka pun memilih untuk percaya dan kembali menunggu.

Dan di depan pintu apartemen, ada Xena yang tengah berdiri mematung ia tak tahu harus melakukan apa. Dalam benaknya ia tak ingin datang, tapi surat dari gadis kecil itu membuatnya jadi tak tenang. Ia baru melihatnya, tertulis di bagian belakang ketika kertas itu ingin dibuangnya.

Tertulis sederhana namun sangat mengganggunya.

'Mamaku akan menangis jika kakak tidak datang, ia sudah siap-siap bahkan sebelum aku berangkat sekolah.'

Karena tulisan itulah ia jadi berdiri bimbang. Mengetuk pun ia bingung. Jika sekarang ia berbalik tidak apa-apa kan? Bagaimana jika ia dianggap aneh, dan mereka akan mengusirnya.

Tapi jika begitu akan lebih menyenangkan, ia tak harus peduli pada sekitarnya, sama seperti sebelum ini, dirinya sudah terbiasa hidup sendiri.

"Sedang apa Nona?" tanya sebuah suara tiba-tiba muncul di dekatnya.

Gadis itu menoleh, petugas keamanan rupanya yang datang, sebenarnya sedari tadi petugas itu memantau gerak-gerik Xena, tapi yang Xena lakukan hanya berdiri saja tanpa melakukan apa pun, jadi ia berinisiatif untuk bangun. Sepertinya gadis itu butuh bantuan.

"Apa? Oh tidak ada," kata Xena dengan wajah linglung sambil menggeleng. Petugas itu tersenyum kecil, benar dugaannya gadis ini terlalu pemalu. Jadi begitu Xena hendak beranjak kembali ke apartemennya, terdengar bunyi bel, petugas itu tersenyum sementara Xena memasang wajah terkejut.

Tak berselang lama, seakan memang sudah menunggu, pintu itu pun terbuka dan menampakkan siluet, tiga orang anggota keluarga.

Untuk sejenak mereka bingung karena yang memencet bel malah satpam namun sadar ternyata ada Xena juga di sana.

"Saya memantau dari cctv, adik ini sejak lima belas menit yang lalu hanya berdiri di depan pintu, saya pikir dia mungkin tamu anda, atau ada yang ingin ia bicarakan."

Mereka langsung memasang ekspresi terkejut, Xena sendiri mengeryit karena merasa menjadi maling yang tertangkap basah.

"Kami mengundangnya untuk makan malam," sahut si pria.

"Ya ampun Nak, kenapa tidak membunyikan bel kami sudah menungggumu," kata wanita itu ramah, ia jadi merasa tidak enak, harusnya ia berinisiatif untuk mengecek keluar tadi, sudah tahu tetangganya itu agak pemalu.

"Ayo, Kak masuk," sahut si kecil langsung memegang tangan Xena untuk mengiringnya masuk. Meski kaget gadis itu hanya bisa menurut karena tak punya waktu untuk menolak lagi.

"Terima kasih Pak, sepertinya gadis itu terlalu pemalu," bisik Bagas.

"Dia tinggal sendiri untuk ukuran anak sekolahan, mungkin dia kesepian dan masalah itu juga yang membuatnya sulit bersosialisasi," kata petugas bernama Irawan.

"Kalau begitu mau ikut makan malam bersama kami?" tawarnya.

"Terima kasih, tidak perlu, tadi saya sudah dibuatkan bekal oleh istri."

Setelah itu percakapan pun berakhir ketika ia mendapatkan telepon yang mengatakan ada tukang listrik yang malam-malam datang sebab lampu di luar mati, katanya karena petir beberapa hari yang lalu.