"Gimana? Beneran dia kan?" ujar Chandra melirik Dino yang masih menatap ke arah meja kantin di mana keberadaan Xena dan yang lain berada.
Fokus utamanya langsung menuju ke arah Xena, entah kesambet apa dia sampai berpakaian seperti itu.
"Ya."
Beberapa hal dari dirinya ingin sekali mendatangi gadis itu, namun ia masih tak menyangka Xena bisa berubah. Tentunya ke perubahan yang lebih baik.
"Ayo pergi," ucap Dino putar arah.
"Loh, kok, kau mau ke mana? gak makan siang juga?" tanya Chandra jelas bingung, padahal tadi kan Dino buru-buru untuk datang ke sana.
"Gak selera makan, nanti aja," sahutnya lagi.
Sebenarnya tadi Dino menyendiri karena sibuk mencari cara mendekati wanita di internet.
Berdasarkan yang ia baca, harus ada yang namanya tarik ulur.
Belum lagi kebanyakan gadis lebih menyukai pria yang misterius, semacam dingin tak jelas begitu lah, cowok cool yang rupawan namun diam-diam perhatian. Jika ia datang ke sana sekali pun, Dino tak yakin kalau Xena akan melirik ke arahnya.
Jadi bukannya percuma saja jika ia melakukan hal semacam itu.
"Terserah kau saja," gumam Chandra yang akhirnya memilih mengekor, apa mungkin temannya itu sekarang sudah menyerah.
***
Gadis itu menatap lekat-lekat formulir ekstrakurikuler yang beberapa saat lalu diberikan oleh sang ketua kelas, katanya sih wajib ikut satu saja setidaknya, dan ia bingung sebab belum pernah ikut ekskul apa pun sebelum ini.
Dirinya sering mangkir, dan tidak ada yang mengatakan hal itu wajib.
"Bingung ya?" tanya Echa melirik Xena.
"Kamu ikut ekstra apa?" tanya Xena padanya.
"Aku? Fotografi."
"Kalau aku kesenian," potong Sasa.
"Bagaimana kalau cari yang sesuai dengan hobimu," ujar Echa memberi saran.
Sasa dan Echa nampak berpikir, begitu pun dengan Xena, sama-sama memikirkan apa hobinya.
"Baca buku," ungkap Sasa.
"Literasi" gumam Xena.
Dan Echa pun langsung berseru.
"Bagaimana kalau ikut ekskul Jurnalistik? Mereka juga suka buat mading, ikut lomba literasi dan lain-lain."
Ia berusaha untuk menjelaskan secara detail.
Sepertinya untuk bagian tersebut cukup sesuai dengan yang ada dalam pikirannya.
Selain itu, ia rasa hanya itu yang cocok dengan kepribadiannya. Walau bagian kerja sama atau bahkan bekerja dalam tim ia tidak bisa.
"Selain itu?" tanya Xena.
"Teater," sahut Sasa.
"Akan kupikirkan sendiri," ujar Xena tak mendapatkan ide yang bagus dari saran teman-temannya.
Ia malah makin bingung bukan mendapatkan jawaban.
***
Dalam hidup, selalu saja ada orang-orang yang tidak akan suka pada orang lain. Mereka kerap kali menaruh dengki sampai membuat diri sendiri kesal karena pemikiran sendiri, hal itu pulalah yang selalu dirasakan Xena. Ke mana pun ia pergi, orang seperti itu selalu saja mengintainya.
Tentu saja ia sudah tahu akan hal itu.
Berusaha untuk tak peduli toh ia akan pergi juga pada akhirnya.
Tak peduli pada siapa pun yang bicara padanya.
Ia memang lebih senang menyendiri, sebagai baginya tidak ada tempat yang lebih menyenangkan dari hal itu. Ia suka bersembunyi dalam keramaian.
Berusaha untuk tak terlihat berwujud. Berkamuflase sampai orang tidak akan menyadari keberadaannya.
Sebab ia merasa hanya menjadi pemain figuran di dunia ini.
Ia tahu, pandangan orang lain kepadanya selalu berbeda sejak pertama kali bertemu, mereka sama sekali tidak bisa menyembunyikannya.
seandainya Apakah di sini, kenapa ia bersikap begitu beragam pertanyaan saat kata kerja tak jelas di wajah mereka saat tengah menatap ke arahnya.