"Oi, cewek, kau gak apa-apa?"
"Setan!" Echa berteriak. Hampir membuat Dino yang tengah berada di salah satu dahan pohon pinus jatuh kalau tak berpegangan.
Sementara Sasa sendiri refleks langsung memeluk Echa.
Sepertinya Echa terlalu sering mendengarkan desas-desus tentang pohon yang ada penunggunya, walau memang benaran ada penunggunya yaitu si Dino.
Mau marah pun tidak bisa karena yang di hadapan mereka ini adalah sosok yang banyak disukai para gadis, jadinya mereka memilih untuk mengeluarkan stok kesabaran, anggap saja sedang cuci mata.
Agak menatap kesal, Dino pun akhirnya memilih turun dari atas pohon, sejenak bergelantungan sebelum akhirnya meloncat turun.
Ia sekarang berdiri tepat di depan Xena, ia berdecak, apa gadis itu hanya akan menatapnya dengan tatapan seperti itu terus, senyum kek, apa gitu, kenapa malah mirip papan tulis yang lempeng.
Niat hati ingin memeriksa keningnya dengan menempelkan punggung tangannya, tapi rupanya Xena pandai berkelit hingga ia langsung mundur untuk menghindar.
"Aku tanya apa kau baik-baik saja?" tanya Dino lagi berusaha untuk sabar meski malah dicueki. Sebenarnya bukan tanpa alasan, kenapa ia tiba-tiba malah menanyakan hal itu, meski tak melihat kejadiannya secara langsung, ia mendengar kejadian itu dari beberapa siswa lain yang kebetulan lewat di bawah pohonnya.
Jadi ketika melihat Xena melintas, ia kan jadi khawatir berkedok penasaran
Sementara Xena tak berpikir ia harus melaporkannya pada Dino, hingga ia memilih untuk melewatinya tanpa banyak bicara.
Jangan tanya seperti apa ekspresi Dino.
Jika berteriak tak akan membuat harga dirinya turun, sudah pasti akan ia lakukan dari tadi. Tapi apa-apaan yang dilakukan oleh gadis pindahan itu. Bukannya menjawab ia malah langsung kabur begitu saja.
Jangankan Dino, Echa dan Sasa saja masih tak bisa terbiasa dengan perilaku itu.
Dan sudah seperti hukum alam, seseorang yang cuek akan menjadi lebih menarik dan merupakan tantangan bagi orang lain untuk menaklukannya. Mungkin itulah yang terjadi pada Dino sekarang.
Rata-rata sih mereka hanya mengejar karena rasa penasaran, lalu setelah rasa penasaran itu terjawab sudah, dan mulai kelihatan bosannya mereka kan berhenti, dan siklus itu terjadi berulang-ulang.
Tapi tak jarang juga yang akhirnya jatuh cinta benaran. Meski hanya sedikit sekali, dan Dino sendiri masih belum tahu pasti, dia masuk ke golongan mana.
Kalau selama ini sih, ia sama sekali tak memiliki ketertarikan pada siapa pun, baginya semua gadis sama saja, tak bisa melihat yang tampan sedikit saja sudah gelisah mau dijadikan pacar, walau hal itu tentunya juga terjadi pada pihak laki-laki, kalau lihat yang bening sedikit langsung digombali.
Pada akhirnya, baik laki-laki mau pun perempuan, mereka sama saja.
"Kau tak mengejarnya?" bisik Chandra yang tiba-tiba nongol entah dari kulit pohon yang mana, padahal saat dicari tadi tidak ada.
Sama seperti Xena tadi, bukannya menjawab ia malah mendengus sebal. Moodnya turun drastis, salah-salah senggol dikit langsung gelut.
"Kau pikir aku apa? kenapa juga aku harus mengejarnya," sahut Dino tak peduli.
Padahal dalam hatinya ia sangat gelisah.
"Kenapa dia jadi pemarah begitu sih? jangan bilang sekarang pria bisa kena pms juga," gumam Chandra ngawur, tapi walau ngawur itu mungkin bisa jadi salah satu kunci yang masuk akal dalam situasi yang terjadi sekarang ini. Ia sedari awal memang tak berniat ikut campur, jadinya hanya memantau situasi dari balik pohon, seraya menebak apa yang tengah mereka bicarakan, tapi siapa yang menyangka temannya ini jadi begitu mengenaskan hanya karena seorang gadis, padahal ini kali pertama ia melihat Dino tertarik pada seorang gadis.
Harga dirinya pasti terluka.
Jika saja bukan karena takut Dino mengamuk, mungkin sudah ia kenalkan saja pada beberapa teman wanitanya yang cukup pantas untuk Dino. Bahkan tanpa melakukan itu, sudah banyak gadis-gadis yang minta dikenali, dan tentu saja mereka bukan selera Dino, meski dirinya tak begitu tahu seleranya seperti apa. Mungkin Xena bisa dimasukkan ke dalam acuan.
Tapi mengingat temannya itu agak sensitif, ia pun memilih untuk mundur alon-alon, toh kalau butuh nanti ia akan dicari. Biar saja ia yang melakukannya sendiri.