Chereads / Us! / Chapter 16 - Karma

Chapter 16 - Karma

"Apa? Kau benar-benar mengangap kami berudu?' tanya Echa sarkastik.

Xena ingin sekali mengangguk, eh menggeleng Namun urung ketika melihat Echa memasang wajah masam.

"Berudu yang sudah berevolusi," ujar Xena keceplosan dengan wajah datarnya, entah apakah ia bermaksud untuk bercanda. Hingga membuat Echa tercengang.

"What?"

"Apa itu pujian?" tanya Sasa dengan wajah polos.

"Hei, sudah jelas itu cibiran!" tukas Echa melirik Sasa yang ternyata sama saja, kenapa ia bisa dikelilingi dengan teman-teman yang luar biasa seperti sekarang ini.

"Mereka berisik sekali," kata Xena setengah bergumam, sampai nyaris tak terdengar, tentu saja tidak ada yang mendengar karena Echa masih sebal, sementara Sasa mengerajp bingung, Xena bersandar pada dinding.

Ia hanya ingin bersadar. Alasan ia keluar karena di UKS terasa pengap dan bau obat-obatan. Apalagi karena AC makin membuatnya pusing katanya. Tapi sejujurnya bukan hal itu yang membuatnya merasa tak enak. Melainkan sekilas muncul kenangan yang sama sekali tak ingin ia ingat.

"Akan kami damprat si Amel nanti," ucap Echa mengebu-gebu, pada akhirnya ia tak bisa marah lama-lama pada Xena, sepertinya ia sudah mulai memahami sifat Xena jadinya tak terlalu memasukkan perkataan Xena tadi di hatinya.

"Untuk apa?" tanya Xena melirik gadis itu.

Echa mendengus. "Dia itu sengaja mau celakain kamu, itu termasuk percobaan pembunuhan loh!" ujar Echa dengan wajah serius.

"Kau berlebihan," potong Xena merasa itu tak perlu dilakukan.

"Tidak, tunggu saja. Aku aku hajar dia," pinta Echa.

"Aku juga," tukas Sasa hanya ikut-ikutan saja. Sepertinya menarik pikirnya.

"Tidak perlu sampai seperti itu," kata Xena lagi. Ia tak ingin membuat masalah pada sekolah yang baru didatanginya beberapa hari ini.

"Hah? kenapa? kau takut? meski dia anak dari salah satu kepala yayasan di sini. Perlakuan dia itu sudah berlebihan tahu! Aku tidak akan tinggal diam."

"Pernah dengar tentang karma dibayar tunai?" tanya Xena yang sukses membuat keduanya bingung, entahlah ia saja tak ingat dari mana mendapatkan istilah itu, tiba-tiba saja ada di otaknya.

"Maksudnya?" ujar Sasa dan Echa serentak.

Tak lama beberapa orang datang sambil menggotong seorang gadis berseragam olahraga. Sasa dan Echa yang penasaran langsung mengintipnya dari balik kerumunan, mereka orangnya penasaran, dan betapa terkejutnya mereka ketika terlihat Amel tak sadarkan diri.

"Dia kenapa?" tanya Echa duluan.

"Pingsan, katanya phobia darah," jawab yang lain.

Echa kembali dengan wajah bahagia. Moodnya langsung naik drastis, ia tak sabar ingin menceritakan hal itu pada Xena.

"Kau pasti terkejut, tapi orang yang tadi digotong adalah—"

"Amel." potong Xena

Echa memandangi Xena dengan wajah kaget dan takjub. Loh kok.

"Aku bukan dukun," ucap Xena menjelaskan karena ekspresi Echa sudah cukup untuk membuatnya paham.

"Meragukan!' gumamnya yang tentu saja tak bisa percaya.

"Kamu tahu dari mana?"sambungnya lagi masih penasaran.

"Dia phobia darah sepertinya," sahutnya santai.

Echa menutup mulutnya yang lagi-lagi menganga kaget.

"Kamu tahu dari mana? Ngaku! Ada Jin kah yang bantuin?"

Xena menghela nafas. Ada-ada saja pikiran gadis di depannya ini. ia langsung menggeleng.

"Saat aku terhantam bola ia menyengir lebar, saat aku mimisan dia pucat pasi," jelas Xena mengingat kembali ekspresi dari gadis itu.

"Jadi itu yang kamu maksud karma di bayar tunai?"

Echa bertepuk tangan sebagai tanda apresiasi karena baru paham maksudnya.

"Siapa yang tahu, ayo kembali ke kelas " ujarnya seraya berjalan.

Sasa yang baru keluar dari kerumunan di UKS berniat memberitahukan pada Xena dan Echa akan apa yang terjadi.

"Eh tahu tidak siapa yang tadi digotong dan kenapa ia digotong?" tanya Sasa antusias.

"Telat! aku sudah tahu!" Sambar Echa kemudian berjalan mengekori Xena meninggalkan Sasa yang mematung. Padahal ia tadi habis mewawancarai beberapa murid demi kesaksian eskslusif.

"Hei, tungguin!" teriaknya berlari kecil untuk mengikuti keduanya.

Sementara itu, Amel sendiri baru saja bangun dengan kepala berdenyut pusing, dari bau obat-obat ia tahu sekarang tengah berada di ruang UKS, menyebalkan sekali dirinya pingsan gara-gara darah, ia mengepalkan tangannya erat-erat sebab merasa sangat kesal, ia juga merasa malu karena kelemahannya menjadi konsumsi dari orang-orang.

Jangan sampai ia nanti malah di olok-olok oleh siswa lain.

Kenapa malah ia sendiri yang di permalukan.

Teman-temannya berusaha untuk menenangkannya.