"Hasilnya menujukan bahwa benar, Fania menderita kanker otak dan lebih para lagi penyakitnya sudah memasuki stadium 4"
Kalimat yang diutarakan Dokter hari itu sangat membekas diingatan Fania dan terus saja mengiang ditelinga Fania, Fania tak bisa menerima semuanya, Fania tak ingin menderita penyakit seperti itu.
Sepulang dari Rumah sakit, Fania mengurung dirinya di kamar, tak ada yang bisa menemui Fania bahkan kedua orang tuanya sekali pun.
Andra, Farhan, dan sahabatnya yang lain pun tak mampu membujuk Fania agar mau membuka pintu kamarnya.
Sudah 3 hari sejak kepulangannya dari rumah sakit, Fania tak juga keluar dari kamarnya.
Gina Sampai harus mengalami sakit akibat stres memikirkan Fania, Hendra sudah habis akal membujuk Fania untuk setiap hal disetiap waktunya.
"Om gimana Fania, sudah bisa ditemui ?"
"belum Dra, Fania masih di kamarnya, ini sudah 3 hari dan Fania masih tetap seperti itu"
"Apa Fania makan ?"
Hendra menggeleng, Hendra berharap dikedatangan Andra malam ini akan membatunya untuk membujuk Fania.
"Apa gak sebaiknya kita paksa saja agar pintunya terbuka ?"
"Saya takut, Fania akan nekad kalau kita memaksakan seperti itu Dra"
"Baik om, boleh Andra coba lagi membujuk Fania"
"Tentu saja, silahkan semoga kamu bisa melakukannya sekarang, Fania harus makan dia juga harus minum obat"
Andra mengangguk dan langsung meninggalkan Hendra untuk menuju kamar Fania, belum sempat Andra mengetuk pintu, jeritan Fania lebih dulu terdengar ditelinganya.
"Sakiiiiiiiit"
"Fan, Fania lo kenapa Fan, Fan buka pintunya"
Andra menggedor pintu berharap agar Fania membukanya.
"Sakiiiiit"
"Fan, buka Fan biar gue bisa bantu lo"
Andra terus saja menggedor pintu, Andra benar-benar panik mendengar teriakan Fania.
Andra semakin panik saat pintu terbuka dan melihat Fania yang ambruk begitu saja.
"Fan, Fania"
Andra memangku Fania dan langsung berlari turun sambil berteriak memanggil penghuni rumah yang lain.
Hendra yang datang melihat langsung panik melihat Fania tak sadarkan diri di pangkuan Andra.
"Ayo om kita harus segera bawa Fania ke rumah sakit om ini sangat bahaya"
"Iya iya iya, ayo jalan sekarang"
Hendra melangkah lebih dulu untuk membukakan pintu dan menyiapkan mobil, Andra dengan cepat melangkah membawa Fania masuk ke dalam mobil.
Hendra menyetir dengan sangat cepat, tak ada yang lain dalam fikiran Hendra selain cepat sampai rumah sakit dan Fania bisa cepat ditangani.
"Pak Deni, Pak Deni"
Teriak Gina memanggil sopir pribadinya, Deni pun berlari menghampiri Gina.
"Cepat antar saya ke rumah sakit sekarang"
"Baik bu, silahkan"
Deni membukakan pintu dan Gina pun segera masuk, setelah mobil keluar halaman, bi Marni berteriak memanggil Gina.
"Nyonya, ya ampu nyonya, nyonya lagi sakit"
Bi Marni panik sendiri tapi mau bagaimana lagi bi Marni tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa untuk kebaikan semuanya.
Gina tak bisa tenang, Gina terus saja meminta Deni untuk lebih menambah lagi kecepatan laju mobilnya.
"Sabar nyonya, kita harus utamakan keselamatan"
"Fania entah bagaimana keadaannya, sekarang cepat injak gasnya lebih dalam lagi"
Deni menggeleng dan menuruti permintaan Gina, Gina mendengar teriakan Andra dan langsung berlari keluar kamarnya.
Gina langsung berniat untuk menyusul mereka yang telah pergi lebih dulu meninggalkannya.
----
Di rumah sakit, Hendra dan Andra sangat gelisah menantikan dokter selesai memeriksa Fania.
Hendra tak ingin terjadi hal buruk pada Fania dan begitu juga dengan Andra, keduanya tak inginkan hal itu.
"Kenapa harus seperti ini"
Andra melirik Hendra yang tampak prustasi, Andra berusaha menenangkan Hendra.
"Fania tidak boleh seperti ini"
"Iya om sabar om, kita harus tahu dulu hasil pemeriksaannya Fania om"
Hendra menggeleng, Hendra merasa jadi orang tua yang gagal menjaga anaknya.
Hendra merasa tak bisa memperhatikan Fania selama ini sampai Fania harus mengalami sakit separah ini.
Dokter keluar, pemeriksaan Fania telah selesai.
Hendra dan Andra langsung mendekat dan menanyakan keadaan Fania.
"Bagaimana, putri saya baik-baik saja kan ?"
"Maaf pak, putri bapak saat ini sangat kritis"
"Bagaimana bisa dok, dia harus baik-baik saja"
"Keaadaan putri bapak benar-benar kritis dia harus dirawat dan ditangani dengan intensif disini"
"Lakukan yang terbaik dokter, buat putri saya sehat kembali saya mohon, berapa pun biayanya saya akan bayar dok tapi tolong selamatkan putri saya"
"Kami akan berusaha semampu kami untuk menangani penyakit putri bapak"
"Seberapa buruk kondisi Fania dok ?"
"sangat buruk, mengingat penyakit yang dideritanya dan melihat kondisinya sekarang yang buruk, saya harus mengatakan kalau kesempatan hidup Fania tak bisa lebih dari satu tahun pak"
"Apa .... "
Jerit Gina yang ternyata telah sampai dirumah sakit dan telah mendengar semuanya, Gina langsung ambruk begitu juga dengan Andra.
Telinga Andra terasa berdengung mendengar pernyataan dokter tentang Fania.
Para suster langsung membawa Gina ke ruang rawat karena tidak sadarkan diri, Hendra mengikuti arah Gina dibawa.
Andra seakan kehilangan semangat hidup mengetahui kabar Fania, ketakutan Andra kembali terasa dan ingatan tentang Maya menari-menari diingatan Andra.
Andra bangkit dan langsung memasuki ruang ICU untuk melihat Fania, Andra duduk disamping Fania, air mata Andra mengalir melihat Fania yang dipasangi beberapa selang.
Andra menggenggam erat tangan Fania dan menunduk ketangan itu sambil menangis tersedu.
"Gue sudah pernah bilang Fan, gue gak punya siapa-siapa lagi selain lo, dan lo sudah janji untuk tetap bersama gue, tapi kenapa lo seperti ini Fan"
Andra sangat hancur melihat kondisi Fania, Andra tak ingin keadaan ini dan tak pernah menginginkannya.
---
Pagi hari Andra terbangun karena sentuhan Fania dikepalanya, Andra berusaha mengembalikan kesadaraannya untuk memastikan apa yang dilihatnya.
"Lo gak kerja ?"
"Fan, lo sudah sadar"
"Kenapa lo disini ?"
"Gue gak masuk kantor Fan, gue mau jagain lo disini"
"Ini masih hari kerja"
"Diam, lo jangan banyak bicara, lo harus istirahat"
"Gue haus"
"Ini minum"
Andra membawa gelas minum dan membantu Fania untuk meminumnya, Andra membaringkannya kembali dan menyimpan gelasnya.
"Lo mau makan ?"
"Gue gak lapar"
"Tapi lo sudah berhari-hari gak makan Fan, gimana lo mau sehat kalau kaya gini"
"Sebentar lagi gue mati Dra, gue tinggal nunggu hari"
Fania berbicara tanpa melirik Andra, air matanya mengalir begitu saja.
Fania telah putus asa dengan keadaannya saat ini.
"Lo ngomong apa ?"
"Coba tanya dokter, berapa lama gue hidup ?"
Andra terdiam, perkataan dokter sangat melekat kuat diingatan Andra.
Setiap kata demi kata selalu terngiang ditelinga Andra.
**
"Sangat buruk, mengingat penyakit yang dideritanya dan melihat kondisinya sekarang yang buruk, saya harus mengatakan kalau kesempatan hidup Fania tak bisa lebih dari satu tahun pak"
**