Malam terasa begitu gelap bagi Farhan, meski lampu ruangannya menyala dengan terang tapi Farhan merasa kegelapan yang menutupi setiap arah pandangnya.
Farhan masih saja tak bisa menemui Fania, sejak pagi itu dimana Andra berhasil menemui Fania dan sampai saat ini masih tetap saja hanya Andra yang diterima Fania untuk menemuinya.
Farhan mulai gelisah dengan keadaan Fania dan dengan kelanjutan hubungannya dengan Fania, jika Fania menerimanya sebagai seorang yang dicintai lalu kenapan Fania tidak memberi Farhan izin untuk menemuinya.
"Kenapa Fan, kenapa harus seperti ini, aku sudah coba menemui kamu dan aku juga selalu berusaha menghubungi mu, tapi kenapa balasannya selalu saja penolakan"
Farhan mengacak kasar rambutnya, seminggu sudah perjuanganya untuk bisa berada disisi Fania tapi belum juga mendapatkan respon yang baik.
"Harus gimana lagi Fan"
Farhan mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Fania, meski sebelumnya Farhan telah berkali-kali menghubungi Fania tapi tak juga mendapat jawaban.
"Angkat Fan, aku mohon, jangan seperti ini terus"
Farhan menggenggam erat ponselnya saat sambungannya terputus sia-sia, lagi-lagi Fania mengabaikan panggilan darinya.
Farhan bangkit saat bel rumahnya berdering, begitulah Farhan meski tinggal di rumah yang terbilang besar tapi Farhan memilih tinggal sendiri tanpa ada pembantu atau siapa pun juga, jadilah Farhan harus melakukan segalanya sendiri termasuk juga membuka pintu saat ada tamu datang.
"iya"
Ucap Farhan seraya membuka pintu, Farhan mengernyit melihat Andra berada dihadapannya.
"Andra, ada apa ?"
"Gue perlu bicara, lo ada waktu ?"
"Ada, gue lagi gak ada kesibukan, apa memangnya ?"
"Tentang Fania"
Farhan terdiam menatap Andra, tentu saja itu yang ditunggu oleh Farhan selama ini.
Kabar Fania adalah sesuatu yang selalu mengganggu fikirannya.
"Masuk dulu, kita bicara didalam"
Andra masuk dan mengikuti Farhan menuju ruang tamu, mereka sama-sama duduk dan terdiam untuk beberapa saat.
"Lo mau minum apa, biar gue bawakan"
"Gak perlu, gue gak haus"
"Baiklah, lalu ada apa dengan Fania"
"Fania baik-baik saja, sekarang sudah lebih tenang dari sebelumnya"
"Dia sudah bisa ditemui ?"
"Bisa, tapi cuma sama orang tuanya, yang lain masih belum bisa ketemu sama Fania"
"Lalu sampai kapan ?"
"Gue juga gak tahu"
"Gue juga ingin bertemu dengan Fania, kenapa Fania gak kasih izin buat gue datang kesana dan bertemu dengannnya"
"Fania mau lo pergi"
Farhan mengernyit mendengar ucapan Andra, kalimat itu memang pernah Fania ucapkan dulu waktu awal dia sakit.
"Fania gak mau bikin lo kecewa karena kondisinya saat ini"
"Kondisinya apa, karena dia sakit, lalu kenapa kalau dia sakit, apa gue harus tinggalkan dia karena sakitnya itu"
Farhan berbicara dengan nada tinggi, kalimat Andra cukup membuatnya kesal.
"Itu yang dikatakan Fania sama gue"
"Dan lo setuju dengan itu ?"
"Tentu tidak"
Farhan tak mengerti dengan maksud pembicaraan Andra, Andra tidak suka dengan hubungan mereka dan harusnya Andra setuju dengan keinginan Fania untuk mengakhiri hubungan mereka.
"Gue gak setuju"
"Kenapa ?"
"Gue memang sempat gak suka dengan hubungan kalian, apa lagi saat gue lihat lo sama wanita itu, tapi gue bisa lihat kasih sayang Fania buat lo dan gue tahu cinta Fania sama lo"
Farhan menggeleng, keyakinannya pada Fania memang benar karena ternyata Fania juga benar mencitainya.
"Gue tanya sama lo, dengan keadaan Fania sekarang apa lo benar masih ingin bertahan sama dia ?"
"Untuk apa lo tanya seperti itu, jelas saja iya, lo gak perlu pertanyakan semua itu"
"Gue perlu mempertanyakan semua itu karena gue gak mau lo buat Fania semakin terpuruk ditengah keterpurukannya saat ini"
Farhan mengangguk, seharusnya Farhan sudah tahu tentang jawaban yang akan Andra utarakan padanya.
"Jadi gue harus gimana, kalau saat ini Fania masih enggan untuk ketemu sama gue"
"Lo terus saja datang ke rumah, Fania memang gak mau ketemu sama lo tapi lo gak tahu kalau setiap gue sama Fania yang dibicarakan itu selalu tentang lo"
Farhan kembali mengernyit, ditengah kegelisahannya memikirkan kondisi Fania dan juga kelanjutan hubungan mereka.
Sekarang Andra memberi kabar yang sangat bisa membuatnya bernafas lega, sekali pun Farhan tak bisa bertemu Fania tapi setidaknya Fania masih menganggapnya ada.
"Besok masih hari kerja, lo bisa datang kesana karena besok gak akan ada yang menemani Fania termasuk juga gue, besok gue ada banyak pekerjaan jadi gue gak bisa datang di jam makan siang"
Farhan mengangkat kedua alisnya mendengar penuturan Andra, memang benar setiap jam makan siang Andra selalu datang menemui Fania.
"Apa besok lo juga banyak pekerjaan"
Farhan mengerjap dan menggeleng, Farhan baru sadar dirinya terlalu fokus dengan pemikirannya.
"Gak ada, besok gue cuma harus cek persediaan 2 outlet saja dan setelahnya gue santai"
Andra mengangguk, dengan begitu Andra tak perlu khawatir dengan Fania di rumah.
Meski ada Gina disana tapi Andra tetap khawatir karena keadaan Gina juga masih belum stabil.
"Baiklah kalau gitu gue pamit"
"Lo gak minum dulu Dra ?"
"Gak perlu, gue harus pergi sekarang"
"Lo pergi kemana ?"
"Baliklah, terus mau kemana lagi"
"Ke rumah Fania ?"
Andra tersenyum mendengar pertanyaan Farhan, pertanyaan itu terdengar lucu ditelinga Andra.
Cerita tentang Andra dan Fania sudah lengkap diketahui Farhan tapi nada kecemburuan masih saja terdengar di mulut Farhan.
"Lo fikirkan saja gimana caranya bujuk Fania agar mau lo temui besok, gak usah memikirkan hal yang gak seharusnya lo fikirkan, sayang buang-buang energi"
Andra menepuk bahu Farhan 2 kali, kemudian berlalu pergi meninggalkannya yang terdiam mematung.
Farhan kembali duduk, kegelisahan kembali menggerayanginya.
Khawatir kalau Fania tetap tidak bisa dibujuk dan mereka tetap tidak akan bisa bertemu.
"Gue harus gimana"
Farhan mengusap wajahnya dan berbaring di sofa yang didudukinya, menatap langit-langit rumah dengan harapan bisa mendapat titik terang untuk mengakhiri kegelisahannya.
----
Setiap kegelisahan yang dirasakan Farhan sama juga dirasakan oleh Fania, di malam yang sama Fania masih terjaga tanpa ada rasa kantuk yang mengganggunya sedikit pun.
Keadaan Fania memang sudah membaik, sakit dikepalanya jarang lagi terasa berkat obat-obatan yang rutin diminumnya.
Fania bisa merasa sedikit tenang menjalani hari-harinya tanpa harus khawatir dengan sakit kepala yang suka tiba-tiba mengganggu ketenangannya.
"Andra, malah pulang, gue sendiri mana gak bisa tidur ditambah gak ada teman lagi"
Fania memeluk guling yang setia menemani setiap malamnya, Fania berusaha memejamkan matanya berharap bisa cepat meraih alam mimpinya.
"Ah menyebalkan, kenapa sih ini mata sudah malam juga masih saja susah tidur, pusing sekali"
Fania bangkit menuruni tempat tidurnya, kakinya melangkah membawa Fania ke balkon kamarnya.