"Baiklah dokter, terimakasih"
Gina menutup teleponnya dan terdiam, permintaan Fania untuk diperiksa di rumah tidak bisa dipenuhi karena ternyata dokter yang sangat sibuk dengan pasien-pasiennya di rumah sakit.
"Bagaimana Mah ?"
"Dokternya gak bisa Pah, katanya masih banyak pasien yang harus ditangani disana"
"Oh ya sudah, Fania saja yang datang ke rumah sakit sama saja kan yang penting Fania bisa diperiksa hari ini sesuai dengan jadwalnya"
"Tapi Fania bilang, dia gak mau pergi"
"Telepon saja Andra, pasti bisa dibujuk sama dia"
"Andra juga gak bisa datang, pekerjaannya masih banyak katanya, dan itu juga ditunggu sama atasannya"
Hendra terdiam, dirinya juga gak bisa mengantar Fania karena urusan kantornya juga.
"Mamah saja yang antar"
"Ya sudah, biar Mamah coba bicara lagi"
"Papah berangkat ya"
"Hati-hati"
Hendra mencium kening Gina dan berlalu untuk segera pergi ke kantor, Gina melangkah menaiki tangga untuk menemui Fania berharap Fania mau untuk pergi ke dokter bersamanya.
"Fan, Fania sudah bangun ?"
"Apa Mah"
Gina membuka pintu tanpa menjawab terlebih dahulu, Fania tampak masih berbaring ditempat tidurnya dengan balutan selimut tebalnya itu.
"Kamu gak ikut sarapan ?"
"Fania belum mau makan, nanti saja sebentar lagi"
"Tadi Mamah sudah telepon dokter, katanya di rumah sakit banyak pasien, jadi gak bisa datang kesini, kamu kesana saja ya biar Mamah temani"
"Aku gak mau Mah, sudah dibilang juga"
"Tapi dokternya gak bisa datang sayang, dari pada kamu gak kontrol lebih baik kamu yang kesana, kan cuma sebentar"
"Lama, sebentar gimana"
Gina mengangkat kedua alisnya dan menghembuskan nafasnya, sejak tahu sakit Fania jadi manja dan keras kepalanya juga semakin tinggi.
Ponsel Fania tiba-tiba berdering saat keheningan menguasai ruangan, Fania bangkit dan melihat nama yang tertulis disana adalah nama Farhan.
Fania melirik Gina yang tersenyum kearahnya, dengan menunjukan ekspresi malas, Fania menjawab telpon Farhan.
"Iya, kenapa ?"
"Kamu ke dokter sama siapa ?"
Fania mengernyit mendengar pertanyaan Farhan, Fania tidak memberi tahu jadwal kontrolnya hari ini tapi kenapa Farhan bertanya seperti itu.
"Fan"
"Hah .... iya .... emmm belum, aku baru bangun"
"Oh, terus mau pergi sama siapa ?"
"Gak sama siapa-siapa, aku di rumah saja"
"Biar aku yang antar, sekarang cepat mandi dan sarapan"
Sambungan terputus begitu saja, Fania bingung menatap layar ponselnya setelah sadar sambungan terputus.
"Ya sudah, Farhan saja yang antar kamu ya"
"Antar kemana ?"
"Volumenya besar jadi Mamah bisa dengar tadi apa yang di bilang sama Farhan"
Gina terkikik dan berlalu meninggalkan Fania yang terdiam keheranan karena dirinya.
"Cepat mandi terus sarapan supaya kalau Farhan datang kamu sudah tinggal berangkat"
Gina tersenyum dan menutup pintu kamar Fania, Gina menggeleng dan kembali turun untuk ke dapur.
"Bi, saya mau pergi sebentar, nanti tolong pastikan Fania sarapan sebelum pergi ya"
"Pergi sama siapa nyonya"
"Sama Farhan, nanti Farhan jemput kesini"
"Baik"
Bi Marni mengangguk dan membiarkan Gina berlalu dari hadapannya, bi Marni ikut senang karena Fania dan Farhan ternyata sudah berbaikan lagi.
Fania sudah siap dengan penampilannya, Fania duduk sambil berkaca untuk memastikan semua nya telah benar-benar siap sambil menunggu Farhan datang menjemputnya.
Fania sebenarnya malas untuk pergi, tapi gak apa-apa dengan begitu Fania bisa jalan bareng sama Farhan.
"Meski pun jalannya ke rumah sakit"
Fania mengetuk-ngetukan jari telunjuknya ke meja rias dihadapannya, Fania bosan menunggu Farhan yang lama tak juga datang menjemput.
"Non Fania"
Fania menoleh saat bi Marni mengetuk pintu kamarnya, Fania yakin itu pasti kabar kalau Farhan telah sampai didepan sana.
"Iya bi"
"Di depan ada den Farhan"
"Iya, Fania turun sekarang"
Fania bangkit dan melangkah keluar kamar, bi Marni ternyata sudah pergi meninggalkan dirinya.
Dengan sedikit berlari, Fania menuruni tangga dan langsung menghampiri Farhan.
"Baru datang ?"
Farhan berbalik dan tersenyum melihat Fania, Farhan tahu jika saat ini Fania kesal terhadapnya karena lama menjemputnya.
"Maaf tadi, ban mobil aku bocor jadi harus ke bengkel dulu biar bisa jalan lagi"
"Kenapa gak kasih kabar, gerah tahu nunggu kelamaan"
"Iya maaf, aku fikir gak akan lama makanya gak kasih kabar, maaf deh jadi marah gitu"
Fania tak jadi menjawab kalimat Farhan, karena bi Marni ternyata datang mengantarkan minum untuk Farhan dan itu membuat Fania semakin kesal.
"Makasih bi"
"Sama-sama, permisi"
Farhan mengangguk dan membiarkan bi Marni kembali masuk ke rumah meninggalkan mereka berdua.
"Jalan sekarang"
"Terserah"
Jawab Fania cuek, Farhan tersenyum melihatnya, setelah meneguk minumya dan menaruhnya di meja.
Farhan menggandeng Fania untuk memasuki mobilnya, Fania tak menolak dan mengikuti Farhan.
"Jadwalnya jam berapa ?"
Farhan memulai perbincangan setelah perjalanan mereka di mulai, Fania menggeleng karena yang tahu semua itu adalah Gina dan Fania tidak berminat untuk menanyakan semua itu.
"Dokternya gak di telepon ?"
"Tadi Mamah Telepon, minta datang ke rumah biar periksa di rumah tapi katanya gak bisa terlalu banyak pasien di rumah sakit"
Farhan mengangguk, hal seperti itu bisa saja terjadi kecuali jika sejak awal pasien meminta perawatan di rumah.
"Sudah berapa kali kontrol Fan ?"
"Gak dihitung"
"Kenapa sih, masih marah ?"
"Marah kenapa juga ?"
"Gara-gara aku lama jemputnya"
"Enggak"
"Terus kenapa, kok judes gitu, jawab juga singkat-singkat"
"Males saja kembali lagi ke rumah sakit"
Farhan tersenyum dan mengusap kepala Fania dengan lembut, bukan hanya Fania karena memang Farhan juga malas jika harus bolak-balik ke rumah sakit, apa lagi Fania yang sudah jadi kegiatan rutin setiap kali obat habis.
"Selesai kontrol kita jalan-jalan ya"
"Kemana ?"
"Kemana saja yang kamu mau"
"Ke pantai ?"
"Emmm .... boleh, kita ke pantai"
Fania tersenyum dan mengangguk menyetujui ajakan Farhan, setidaknya Fania bisa sedikit melupakan kekesalannya karena harus pergi ke rumah sakit.
"Pemeriksaan terakhir, gimana hasilnya ?"
"Bagus, karena aku juga gak lagi merasa sakit"
"Syukurlah kalau begitu, semoga saja hasil pemeriksaan sekarang bisa lebih bagus lagi dari yang sebelumnya"
"Amiiiin"
Farhan tersenyum dan begitu juga dengan Fania, keduanya sama-sama tersenyum.
Farhan memarkir mobilnya dan langsung keluar untuk membukakan pintu Fania, Farhan membantu Fania keluar dan menggandengnya memasuki rumah sakit.
"Dimana ruangannya ?"
"Di ujung sana, lumayan jauh"
"Gak apa-apalah kan sekalian jalan-jalan, kamu kelamaan diam di rumah jadi lemas kan"
Fania hanya tersenyum dengan ucapan Farhan, memang benar sejak sakit Fania berhenti bekerja dan selama itu pula Fania hanya berdiam diri di rumah kecuali saat kontrol barulah Fania akan keluar rumah.
"Kamu tinggal masuk aja, atau harus daftar dulu ?"
Fania myengir mendengar pertanyaan Farhan itu.