"Kenapa lo diam Fan, lo hidup dikelilingi orang yang sayang sama lo, lo harus tahu itu dan bagaimana pun lo sekarang kita akan tetap peduli Fan"
"Gue gak mau mati Dra"
"Siapa yang bilang lo bakal mati, hidup lo bukan ditentukan dokter Fan, apa yang dikatakan dokter belum tentu benar, lo jangan nyerah begitu saja Fan"
"Lalu gue harus apa hah, menurut lo gue harus apa, lo gak tahu gimana rasanya Dra, lo gak tahu"
Fania tak bisa lagi bersabar dan akhirnya membetak Andra dengan kasar, Fania tak peduli dengan yang lain saat ini tak ada hal baik yang ada difikirannya saat ini.
"Lo marah sama gue Fan ?"
"Gue bilang pergi Dra, pergi"
"Gue bilang gue gak akan pergi, atau harus gue panggil mereka semua kesini buat yakinin lo kalau kita semua ada buat lo, harus gue lakuin itu Fan ?"
Fania tak menjawab, tubuhnya luluh ke lantai, Fania terdiam bersandar pada pintu kamarnya.
Tak ada lagi tenaga dalam dirinya saat ini, Fania benar-benar rapuh dan sangat lemah.
Andra mendekat dan duduk disamping Fania, Andra memang tidak merasakan sakit kepala seperti yang Fania rasakan tapi Andra bisa merasakan kelemahan Fania dan keputus asaannya saat ini.
"Jangan menyerah Fan, gue mohon sama lo, tetaplah bersama gue selama hidup gue Fan, gue mohon"
Andra membawa Fania kedalam pelukannya, memeluknya erat penuh kasih sayang.
Andra menyayangi Fania dengan separuh hidupnya, jika harus memilih antara dirinya dan Fania sudah pasti Andra akan mendahulukan Fania dan itu untuk hal apa pun.
"Gue gak mau mati Dra"
"Enggak Fan, lo jangan bicara seperti itu"
"Gue takut"
"Gak ada yang harus lo takutkan Fan, semua akan baik-baik saja tinggal lo yakinkan diri lo untuk hal itu"
Fania tak menjawab, Fania setia dengan tangisnya saat ini.
Berada dalam pelukan Andra cukup membuatnya tenang.
"Keluar ya, yang lain juga mau lihat keadaan lo, mereka nungguin lo dibawah Fan, disana anak-anak juga kumpul semua termasuk Farhan"
"Gue ga mau ketemu Farhan"
"Tapi dia mau ketemu sama lo"
Fania menggeleng dan tak berkata lagi, dengan ada Andra saja sudah cukup Fania tak butuh yang lain lagi.
"Lo harus keluar ya, makan, lo pasti belum makan kan"
"Gue gak lapar"
"Tapi lo di kasih obat kan sama dokter, lo harus minum obatnya agar cepat sehat lagi"
Lagi-lagi Fania terdiam tak berkata, tangisnya yang juga tak ingin berhenti mampu mengisi keheningan yang sesaat datang diantara keduanya.
Semua yang berada di ruang tamu masih menantikan kembalinya Andra, sudah cukup lama Andra pergi dan masih belum juga kembali.
"Apa Andra bisa bujuk Fania ?"
Tanya Anggi yang memang ingin juga bertemu Fania.
"Gue juga gak tau, tadi kan Fania nolak kita semua termasuk juga Andra"
Jawab Raka putus asa, yang lain mengangguk setuju pada ucapan Raka kecuali Farhan.
"Bisa, Andra pasti bisa bujuk Fania, gue yakin Andra bisa, Fania sangat dekat dengan Andra dan Fania pasti bisa lebih terbuka dengan Andra"
Hendra mengangguk setuju dengan ucapan Farhan, Hendra menyadari kedekatan Fania dan Andra memang berbeda dari yang lainnya.
Hendra juga yakin jika Andra lebih bisa membujuk Fania dibandingkan dirinya sendiri.
Ditengah Hendra yang setuju dengan Farhan, Yuda justru berfikir kalau Farhan merasakan kekecewaan.
Disaat statusnya telah berganti menjadi pasangan Fania tapi Farhan tak mampu menjadi lebih spesial dari Andra, Fania tetap saja memilih Andra untuk bersamanya tanpa memperdulikan Farhan.
"Han, balik yu ah, mungkin Fania memang belum bisa ditemui sekarang, siapa tahu besok atau lusa Fania bisa untuk ditemui"
Farhan terdiam tak memberikan respon apa pun, Farhan bergelut dengan fikirannya sendiri dan tak yang tahu tentang apa yang sedang Farhan fikirkan.
"Ya sudahlah, kita balik sekarang mungkin Fania memang masih belum bisa tenang"
Sahut Anggi setuju dengan ajakan Yuda, yang lain pun mengangguk ikut menyetujui usulan pulang Yuda dan Anggi.
"Om, tante, kita pamit dulu ya nanti kalau Fania sudah membaik tolong kabari kita"
"Baiklah, terima kasih sudah mau datang kesini ya Wulan, terima kasih juga buat kalian semua"
"Siap om, kita pasti kembali lagi kalau Fania sudah bisa ditemui"
Ucap Wulan yang akhirnya bangkit dari duduknya diikuti yang lainnya, Yuda melirik Farhan yang masih terdiam mematung dengan lamunannya.
"Farhan, lo mau balik gak ?"
Yuda menpuk bahu Farhan membuatnya tersadar dari lamunannya, Farhan mengerjap dan melirik orang-orang yang sudah berdiri dan menatap kearahnya.
"Kenapa ?"
"Lo balik gak, kita mau balik dulu"
"Ok, gue juga balik"
"Bengong terus"
Yuda berlalu lebih dulu diikuti yang lainnya, Farhan melirik Gina dan Hendra.
Melihat kesedihan keduanya, Farhan tak bisa membayangkan seperti apa kesedihan Fania disana.
"Om, tante, Farhan pamit nanti tolong beri tahu Farhan kalau Fania sudah membaik, Farhan juga mau tahu keadaannya"
"Iya Han, terima kasih ya sudah mau datang"
"Iya tante gak masalah, aku juga gak mau Fania seperti ini, kita sama-sama berdoa saja untuk kesehatan Fania"
"Iya Farhan, terima kasih"
Farhan mengangguk dan menyempatkan matanya untuk melihat ke lantai atas berharap ada Fania disana.
Farhan berlalu setelah harapannya tak menghasilkan apa pun.
"Bagaimana Fania Pah ?"
"Andra pasti bisa bujuk Fania mah, tenang saja"
"Kasian Fania Pah"
"Mamah harus kuat agar Fania juga bisa kuat"
Hendra mengusap kepala Gina, kesedihan Gina sangat dirasakan oleh Hendra.
Fania adalah putri mereka satu-satunya, Hendra tak bisa membayangkan jika ponis dokter itu benar terjadi, entah apa yang harus Hendra lakukan untuk bisa menguatkan dirinya menghadapi hal buruk itu nanti.
"Mamah istirahat ya, atau mau makan dulu ?"
Gina menggeleng, tak sedikit pun lapar dirasakan oleh Gina.
Hendra mengangguk dan membawa Gina untuk kembali ke kamar dan beristirahat disana.
Di kamar Fania, Andra juga membawa Fania ke kasur agar Fania bisa berbaring menenangkan diri.
"Gue bawa makanan dulu ya, lo tunggu disini"
"Enggak, gue gak lapar, nanti saja"
"Ini sudah lewat dari waktu minum obat Fan dan lo masih belum makan"
"Nanti gue bilang"
Andra menghembuskan nafas berusaha tetap sabar terhadap Fania, ditariknya selimut dan diselimutkan pada tubuh Fania.
"Kalau gitu lo istirahat, nanti baru makan ya"
"Lo mau kemana ?"
"Gue disini, gue akan pergi kalau lo selesai makan dan minum obatnya"
Fania tak menjawab dan memejamkan matanya dengan tenang, Andra tersenyum diam memeperhatikan wajah tenang Fania.
Bukankah Andra melihat jelas kalau Fania ada dihadapannya.