Fania terdiam, kalau cuma khawatir gak mungkin Gina sampai menangis sedalam itu.
Fania melirik Icha dan berusaha meminta kejelasan darinya karena Fania merasa Andra tidak jujur terhadapnya.
Icha tak memberikan ekspresi apa pun pada Fania, hal itu membuat Fania semakin bertanya-tanya tentang keadaannya saat ini.
Hari demi hari Fania lalui dengan berada diruang rawatnya, Fania sangat bosan berada disana.
Fania juga sudah melakukan serangkaian pemeriksaan lanjutan dan dokter bilang hasil baru akan keluar 3 hari setelah pemeriksaan.
Farhan sudah mengetahui keberadaan Fania dirumah sakit, tapi Fania masih enggan untuk bertemu dengannya.
Fania masih tak bisa berfikir jernih tentang apa yang dilihatnya waktu itu.
Setiap hari Farhan datang tapi tak bisa bertemu Fania karena memang Fania menolaknya terus menerus, tapi Farhan tak akan menyerah Farhan harus bisa menjelaskan kesalah pahaman Fania terhadapanya.
Sahabat-sahabat Fania pun sudah mengetahui tentang Fania yang dirawat di rumah sakit, mereka pun setiap hari berkunjung untuk menggantikan Andra dan orang tua Fania dalam menjaga Fania.
"Kalian gak kuliah, pagi-pagi sudah disini ?"
"Tenanglah Fania, gue sama Yuda cuma berdua disini yang lain ada di kampus jadi bisa kasih kabar kalau ada dosen"
"Nanti kalian bisa telat"
"Gak masalah, lo istirahat saja gak usah memikirkan hal lain lagi, apa lagi hal yang gak penting"
"Oh iya gue belum sarapan, gue ke kantin dulu ya"
"Ya sudah"
"Yud, lo mau titip apa ?"
"Gak usah gue udah sempat sarapan tadi di rumah"
"Baiklah, gue pergi dulu"
Anggi berlalu meninggalkan Yuda dan Fania, mereka kini tinggal berdua.
Yuda bingung bagaimana cara menyampaikan pesan dari Farhan untuk Fania, jika Fania sama sekali tidak mau mendengar apa pun tentang Farhan.
"Lo kenapa Yud, galau ?"
"Gak ada, apaan galau"
"Terus kenapa lo diam saja dari tadi ?"
"Fan, gue gak tahu lagi harus gimana Fan ?"
"Kenapa, pesan lagi"
"Sekali saja lo dengarkan gue bicara, gue pusing dengan semuanya"
"Bicara apa, gue dengarkan selagi mata gue gak ngantuk"
Yuda tersenyum mendengar jawaban Fania, dan Yuda harus membuat kalimat Farhan menjadi sangat singkat.
Fania baru saja minum obat dan sebentar lagi Fania pasti tertidur dan sebelum itu Yuda harus sudah selesai dengan pesannya dari Farhan.
"Setiap saat Farhan bilang sama gue kalau lo selalu nolak bertemu sama dia saat datang kesini"
"Iya itu memang benar"
"Farhan juga cerita tentang kejadian di mall antara dia dan Andra, dan juga tentang Cessillya"
Fania terdiam tak ada kalimat yang terucap lagi saat mendengar nama Cessillya.
"Dulu, sudah lama, Farhan dan Cessillya memang pasangan kekasih, mereka memang saling menyayangi"
Fania memejamkan matanya sesaat, berusaha untuk tetap tenang mendengar kalimat Yuda.
"Tapi hubungan mereka berakhir saat Farhan tahu kalau Cessi berselingkuh dengan yang lain, dan sejak saat itu Farhan berusaha mengembalikan keutuhan hatinya, sampai saat Farhan mampu membuang semuanya justru Cessi datang dan memaksa untuk kembali pada Farhan"
"Apa cerita ini benar ?"
"Terserah lo mau percaya atau tidak, yang penting gue sudah menyampaikan semuanya"
"Lalu apa ?"
"Tentu saja Farhan menolak, bagi Farhan pengkhiatan tidak bisa dimaafkan, akhirnya Farhan memutuskan untuk pindah ke Makassar, dan memulai kehidupannya yang baru, sejak pindah kesini Cessi tak bisa menemukannya tapi beberapa waktu lalu mereka hampir tambrakan dijalan dan Cessi tahu kalau itu adalah Farhan, dan sampai sekarang Cessi masih tetap mengejarnya"
"Lalu gue harus apa ?"
"Itu pilihan lo, mau lanjut atau selesai, tapi saran gue mending lo bicara dulu sama Farhan"
"Tapi gue gak mau"
"Sekali saja Fan"
"Gue gak mau, gue gak tahu kapan Andra akan datang dan gue gak mau mereka ribut lagi"
"Andra kerja Fan, lo tahu jam kerjanya dan Farhan bisa datang saat Andra kerja"
"Andra akan datang kapan dia mau, sekali pun itu jam kerja"
Yuda terdiam, memang benar sering kali Yuda melihat Andra di rumah sakit meski saat jam kerja.
"Lo bilang saja sama Farhan, selesaikan dulu urusannya sama wanita itu baru bisa temui gue dan gue akan coba bicara sama Andra nanti"
"Ok, nanti gue sampaikan"
"Kalau apa yang lo katakan tadi benar, gue gak mau lagi melihat wanita itu dikehidupan Farhan"
Yuda mengangguk, setidaknya ada celah untuk mereka memperbaiki hubungannya.
Jarak yang tercipta bukanlah kesengajaan, semua hanyalah kesalah pahaman saja dan mereka tidak harus sampai berpisah.
"Yuda, kita harus ke kampus dosen sudah datang dan pasti akan ke kelas"
Anggi tiba-tiba datang dan mengajak Yuda untuk segera pergi, mereka pun berpamitan dengan terpaksa harus meninggalkan Fania sendirian.
Fania terdiam saat dokter masuk dan memeriksanya, dokter sangat serius dengan pemeriksaannya saat ini.
"Dokter, hasil pemeriksaan saya akan keluar hari ini bukan, apa sudah ada hasilnya"
"Saya akan bicara terlebih dahulu dengan orang tua mu"
"Yang sakit itu aku, dan aku juga berhak tahu tentang kondisi ku bukan"
"Kapan orang tua mu datang ?"
"Sebentar lagi pasti datang, kenapa gak bilang saja apa hasilnya kenapa harus menunggu mereka"
"Supaya saya bisa langsung memberi tahu semuanya sekaligus"
Fania mendelik mendengar jawaban dokter, Fania sudah sangat muak berada dikamar rawatnya.
Fania ingin segera menghirup udara segar dan kembali melakukan kegiatannya seperti bisa.
"Obatnya sudah diminum ?"
"Dari tadi"
"Baguslah, besok kamu sudah bisa pulang"
"Apa itu benar ?"
"Tentu saja, oleh karena itu saya perlu bicara dulu dengan orang tua mu"
"Baiklah, saya akan meminta mereka datang segera"
Dokter mengangguk, Fania sangat senang mendengar kabar kepulangannya karena itulah yang ditunggu oleh Fania sejak awal masuk rumah sakit.
Fania langsung menelpon Gina, beruntungnya Gina dan Hendra sudah berada disana bertepatan dengan Fania yang menelpon, Gina pun membuka pintu ruangan Fania.
"Mamah"
Fania menyimpan kembali ponselnya, kebahagiaan Fania bertambah saat melihat Gina dan Hendra disana.
"Baiklah Fania, biarkan saya berbicara dulu dengan mereka"
"Silahkan"
Dokter mengajak Gina dan Hendra kembali keluar dari ruangan, Fania merasa penasaran dengan apa yang akan dibicarakan dokter.
Fania pun lantas turun dari tempat tidur dan menyusul mereka, Fania membuka pintu ruang dokter itu diam-diam.
"Gimana dok, apa hasilnya ?"
"Mohon maaf pak, bu saya harus menyampaikan ini kepada kalian"
"Apa dok ?"
"Hasilnya menujukan bahwa benar, Fania menderita kanker otak dan lebih para lagi penyakitnya sudah memasuki stadium 4"
Gina dan Hendra tersentak begitu juga Fania, Fania menggeleng tak percaya, air matanya mengalir deras dikedua pipinya.
Fania tak bisa menerima itu, hasil itu pasti salah.