Hendra dan Gina terlihat begitu panik berdiri dilorong rumah sakit, Andra sudah memberitahukan kabar mengenai Fania dan juga rumah sakit yang ditujunya.
Gina langsung menelpon suaminya yang sedang pertemuan bisnis agar segera pulang, setelah Hendra datang dengan terburu-buru Gina memasuki mobil dan meminta agar Hendra menjalankannya dengan cepat.
Andra dan Icha pun gelisah menantikan hasil pemeriksaan dokter pada Fania, Andra sudah sering melihat Fania seperti itu tapi sayang baru kali ini Andra bisa membawa Fania ke rumah sakit untuk diperiksa.
"Tenang Dra, Fania pasti baik-baik saja"
"Fania sudah sering seperti itu Cha, apa dia baik-baik saja setiap kumat terlihat semakin sakit lagi"
"Jangan dulu berfikir apa pun, kita tunggu dulu hasil pemeriksaannya"
Andra terdiam, kegelisahan dan ketakutan sangat mendominasi diri Andra.
Andra sangat takut Fania mengalami hal buruk.
"Ini semua gara-gara lelaki itu, aku gak akan memaafkan dia kalau terjadi sesuatu pada Fania"
"Suuttt, sudah tenang dulu"
Icha mengusap pundak Andra untuk menenangkannya.
Orang tua Fania telah sampai dan terlihat menghampiri Andra disana, Hendra pun terus berusaha menenangkan istrinya yang begitu sulit untuk tenang.
"Kenapa dokter lama sekali"
"Diamlah dulu, kalau sudah selesai pasti keluar"
"Kenapa bisa seperti ini ?"
"Kita akan cari tahu nanti setelah kita tahu kondisi Fania"
Dokter yang sejak tadi dinanti pun keluar dari ruangan, mereka yang menunggunya langsung menghampiri.
"Bagaimana keadaan putri saya dokter ?"
Tanya Gina tak sabar, Dokter menunjukan ekspresi yang tidak enak pada mereka yang berada dihadapannya.
"Bagaimana dok, kenapa diam saja ?"
"Maaf bu, hasil pemeriksaan saya tadi, putri ibu terkena kanker otak"
Seperti tersambar petir, tubuh Gina langsung runtuh kedekapan Hendra, begitu juga dengan Andra.
Air mata kedunya tak sanggup lagi ditahan, Gina menangis mendengar kabar dari dokter.
"Itu pasti salah dok"
Hendra coba menyangkal dengan hasil pemeriksaan dokter, tapi dokter menggeleng dan meyakinan bahwa hasil pemeriksaannya adalah benar.
"Enggak, itu gak mungkin, Fania gak mungkin sakit separah itu Pah, itu gak mungkin"
"Iya tenang, mamah harus tenang"
"Saya sudah memberikan obat penahan sakit, nanti kalau pasien sadar tolong jangan diberi tahu dulu tentang kondisinya, saya akan melakukan serangkaian pemeriksaan lainnya untuk memastikan penyakit yang dideritanya"
"Baik dokter, tapi apa kami boleh masuk untuk melihat keadaannya ?"
"Boleh silahkan, pasien masih belum sadar nanti kalau pasien sadar saya harap kalian bisa tenang agar pasien tidak mengalami syok atau pun stres sebelum melakukan pemeriksaan lanjutan"
"Baik dokter, terimakasih"
Dokter mengangguk dan meninggalkan semuanya, Hendra segera membawa Gina masuk untuk melihat keadaan Fania.
Icha menahan Andra untuk ikut masuk, Icha menyarankan agar mereka masuk bergantian agar tidak terlalu mengganggu Fania.
"Duduk Dra, nanti kita masuk setelah mereka selesai"
Andra mengikuti saran Icha, keduanya melangkah untuk duduk.
Icha terus saja berusaha menenangkan Andra yang terlihat begitu syok mendengar kabar Fania.
"Cha ini pasti salah, dokter itu pasti salah, Fania gak mungkin kanker otak Cha, dia sehat dia baik-baik saja"
Icha membawa Andra kedalam pelukannya, Icha tak sanggup melihat Andra seperti itu.
Icha ingin Andra tenang agar dirinya juga bisa tenang.
"Gak mungkin, Fania gak mungkin sakit kanker"
"Iya, kita harus berdoa semoga saja diagnosa dokter itu salah dan Fania memang baik-baik saja"
Icha mengusap punggung Andra penuh sayang, jika bukan karena sakit mungkin Icha akan cemburu melihat Andra sampai seperti itu terhadap Fania.
Tapi Icha mengeti dengan semuanya, kekhawatiran Andra memang sudah sepantasnya, mengingat kedekatan mereka memang berbeda dengan yang lainnya.
"Aku mau masuk"
"Kita tunggu orang tua Fania keluar dulu, baru kita akan masuk kesana"
Didalam ruangan, Fania sudah kembali sadar.
Fania bingung melihat Gina yang menangis disampingnya, Hendra sudah mengingatkan Gina untuk tenang tapi Gina tidak bisa melakukan itu.
"Mamah, Mamah kenapa ?"
Gina tak menjawab, tangisnya semakin dalam saat mendengar pertanyaan Fania.
"Sudah Mah jangan seperti ini"
"Mamah kenapa Pah ?"
Hendra terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Fania, Gina menggeleng dan menggenggam tangan Fania.
"Mamah kenapa ?"
"Mamah khawatir sama kamu Fan, kamu kenapa bisa sampai seperti ini sekarang ?"
Fania terdiam, ingatannya melayang pada saat perkelahian Andra dan Farhan.
Fania merasa telinganya berdengung hebat dan menjadikan kepalanya terasa begitu sakit.
"Fan"
"Mah, Andra sama Farhan dimana Mah, mereka dimana ?"
"Andra ada diluar, kalau Farhan Mamah gak tahu"
"Andra di luar, kalau begitu Fania harus kesana"
Fania yang hendak bangkit dari tidurnya harus kembali berbaring saat Gina menahannya, Fania semakin bingung terhadap Gina.
"Kenapa Mah, Fania mau ketemu Andra, lagian ngapain disini ayo kita pulang"
Gina menggeleng, air matanya kembali mengalir deras menatap Fania.
"Mah, sebaiknya kita keluar dulu biar Andra bisa masuk dan bertemu Fania"
"Mamah mau disini"
"Ayo Mah, kita keluar dulu, kita cari minum agar Mamah bisa lebih tenang"
Hendra memaksa Gina bangkit dari duduknya dan membawanya keluar dari ruangan, Fania benar-benar tak mengerti dengan semuanya saat melihat sang mamah yang tak henti menangis dihadapannya.
"Fania"
Fania melirik Andra yang berjalan kearahnya, Fania melihat luka diwajah Andra dan itu pasti hasil dari pukulan Farhan.
"Andra, lo gak apa-apa kan ?"
"Gue gak apa-apa Fan, lo gak usah khawatir"
"Farhan, Farhan mana Dra, dimana Farhan ?"
"Berhenti menyebut namanya, gue sangat menyesal telah mendukung hubungan lo berdua, dan tadi lo lihat kan kelakuannya seperti apa"
Fania terdian mengingat kembali apa yang dilihatnya beberapa waktu lalu, Fania melihat Farhan berpelukan dengan wanita lain dan Fania mendengar jelas saat wanita itu memperkenalkan diri sebagai kekasih Farhan.
"Apa itu benar Dra ?"
"Apa gunanya wanita itu berbohong, dia sampai berani memeluk Farhan didepan umum bahkan dia juga memperkenal dirinya sebagai kekasih Farhan, cukup Fan gue gak mau dengar lagi nama itu dari mulut lo"
Fania melirik Icha yang mengangguk padanya, Fania sedikit tersenyum pada Icha.
Fania cukup mengerti jika maksud Icha adalah demi Andra tetap tenang.
"Tadi Mamah nangis lihat gue, gue kenapa Dra, dokter bilang apa sama Mamah ?"
Andra menundukan kepalanya sejenak, barusaha menahan air matanya yang berontak untuk bisa membasahi pipinya.
"Andra, lo kenapa ?"
"Enggak Fan, gue gak apa-apa dan gue juga gak tahu dokter ngomong apa, tadi dokter bicara pribadi sama orang tua lo dan gue gak bisa mendengar pembicaraan mereka"
"Apa gue sakit parah sampai Mamah seperti itu tadi"
"Enggaklah Fan, gak mugkin, mungkin tante Gina terlalu khawatir sama keadaan lo jadinya seperti itu"
"Mungkin juga seperti itu"