Chereads / 361 Hari Nafas Fania / Chapter 20 - Debaran Kedua

Chapter 20 - Debaran Kedua

"Lo harusnya nurut sama gue Fan, lo harus ke dokter ini sudah bukan sakit biasa"

"Gue gak apa-apa Dra"

Andra merasa lebih lega saat mendengar Fania berbicara padanya, Fania tersenyum dan menggenggam tangan Andra.

"Lo kenapa, sampai seperti itu khawatir sama gue"

"Jelaslah gue khawatir, ini pertama kalinya lo kaya gini, tadi pak Surya bilang sama gue kalau lo hampir pingsan di ruang meeting, iya kan"

Fania menggangguk dan tersenyum, mendengar ocehan Andra.

Fania tahu kasih sayang Andra padanya lebih dari pada kasih sayang sahabatnya yang lain.

"Gue gak apa-apa ko Dra, gue tadi gak sarapan jadi gak minum obat juga"

"Lo bilang tadi udah minum obatnya, kok lo bohong sih"

"Maaf, kan biar cepat, jadinya gue bilang udah aja tadi"

"Fan, lo jangan kaya gini Fan, lo kan tahu sekarang gue cuma punya lo dihidup gue"

"Terus kenapa ?"

"Ya gue gak mau lo sampai kenapa-kenapa"

"Gue sudah bilang kalau gue gak apa-apa lo kenapa sih, gue baik-baik saja mending sekarang lo beliin gue makan ya biar gue bisa punya tenaga lagi"

"Ya sudah, gue beli makan dulu tapi lo janji lo harus sembuh awas lo"

"Iya sudah sana beliin gue makan ah bawel banget lo udah kaya emak-emak tahu gak"

Andra menjitak kepala Fania, itu sangat mengesalkan bagi Andra, disaat Andra khawatir justru Fania memcandai Andra dengan hal-hal konyol seperti itu.

"Sakit, sudah tahu gue sakit malah lo tambahin lagi"

"Berisik lo"

Andra berlalu meninggalkan Fania, Fania terkikik melihat kekesalan Andra padanya.

Fania memejamkan matanya menaha sakit yang semakin menyiksanya saat ini.

----

"Terimakasih mbak"

Icha membawa belanjaannya, Icha sudah berkeliling berpindah tempat belanja.

Kini Icha sudah mendapatkan semuanya, seharian Icha berkeliling sambil berjalan-jalan sampai hari berubah sore Icha baru selesai dengan semuanya.

Icha memasuki taxi yang dipesannya beberapa waktu lalu, dengan repot Icha menyimpan belanjaannya dikiri dan kanan tubuhnya.

Icha memainkan ponselnya sambil menunggu perjalanan selesai.

"Mamah pasti nyariin dari tadi sudah nelpon terus, maaf ya mah cuma sekali-sekali kok gak tiap hari aku pergi-pergi seperti ini"

Icha berbicara dengan ponselnya, setelah merasa cukup, Icha memalingkan pandangan melihat sekitar jalan.

Icha senang dengan hari ini, semua sangat membuatnya bahagia.

Icha melihat jam ditangannya, dan mulai gelisah dalam duduknya.

"Pak agak cepat dikit ya pak, saya buru-buru"

"Siap bu, ini sudah cepat hanya saja jalanannya yang padat, ini kan jam bubaran kantor"

Icha semakin gelisah mendengar jawaban sopir taxi itu, pandangan Icha tak lepas dari sekitar jalan berharap ada celah bagi taxinya agar bisa melaju lebih cepat lagi.

"Aduh lepas dari hitungan aku kalau kaya gini, ayolah kosonglah jalan biar perjalanan ku bisa cepat selesai, please"

"Sabar bu, sebentar lagi juga sampai, tinggal satu belokan lagi"

"Iya pak"

Icha menarik nafas menenangkan rasa gelisahnya, berharap apa yang ditakutkannya tidak akan terjadi.

"Silahkan bu, sudah sampai"

"Huuuuuh"

Icha merasa lega karena bisa sampai lebih dulu, Icha pun membayar biayanya dan langsung keluar dari taxi.

"Selamat"

Ucap Icha tenang yang kemudian memasuki rumah.

----

Andra melajukan mobilnya sedikit buru-buru, Andra ingin cepat sampai mengingat keadaan Fania yang masih belum membaik.

"Dra, gue di rumah lo dulu ya ?"

"Pulanglah Fan, mau ngapain di rumah gue"

"Gak apalah Dra, sebentar doang gue sudah bilang ko sama Mamah"

"Lo harus istirahat Fan, lo harus dengerin gue kali ini"

"Di rumah lo juga gue bisa istirahat Dra, kenapa sih lo pelit banget"

Andra menggeleng tak menjawab dengan apa yang diucapkan Fania, Andra tidak ingin merasa kesal lagi terhadap Fania dan membuat semuanya jadi semakin sulit.

Fania merogoh tas kecilnya saat ponselnya berdering dengan lantang, Fania melihat layar dan tertulis nama Yuda disana.

Fania menjawab dengan berusaha seperti baik-baik saja.

"Iya Yud, kenapa ?"

"..."

"Gue dijalan, mau ke rumah Andra baru balik dari kantor, ada apa ?"

Fania mengernyit menatap layar ponselnya, Yuda memutuskan sambungannya begitu saja.

Fania tak peduli dan memasukan kembali ponselnya.

"Kenapa ?"

"Gak tahu, Yuda matiin gitu aja teleponnya"

Andra mengangguk, dan memarkirkan mobilnya.

Andra melihat mobil Yuda sudah terparkir dihalaman menghalangi tempat Andra biasa memarkir mobilnya.

"Itu Yuda disana"

Fania melirik, dan benar saja Yuda tengah duduk diteras rumah Andra.

Fania mengernyit melihat seseorang yang berada disamping Yuda.

"Itu kan .... "

"Kenapa ?"

"Dia itu kan yang .... "

"Yang apa ?"

Fania tersenyum, senyuman yang benar menggambarkan kegembiraan.

"Lo kenapa Fan ?"

"Enggak, ya sudah ayo turun"

"Ya sudah bentar, gue bantuin"

Andra keluar lebih dulu dan membukakan pintu Fania, Andra juga membantu Fania untuk berjalan karena Fania terlihat masih kesakitan.

"Awas hati-hati"

Dua orang yang tadi duduk di teras langsung bangkit dan menghampiri Andra.

"Fania kenapa ?"

"Dia sakit, kepalanya sakit"

Fania melirik lelaki disamping Yuda, Fania tersenyum saat dia tersenyum.

Fania semakin kesulitan mengontrol diri saat harus menahan sakit kepalanya, Fania juga harus menahan debaran hebat dijantungnya saat melihat orang dihadapannya.

Yuda yang menyadari hal itu langsung memukul orang disampingnya.

"Bantuin, malah tatap-tatapan lagi"

"Oh iya, sini biar aku bantu"

"Gak usah, ayo mending kita masuk saja tolong bukain pintunya"

Ucap Andra kembali membawa Fania melangkah, Yuda pun berlalu lebih dulu untuk membuka pintu dan satu orang yang tertinggal hanya membuntut dibelakang.

"Mau dimana, di bawa ke kamar ?"

"Gak usah, sudah disini saja gue gak apa-apa"

Andra membawa Fania ke kursi dan membantunya untuk duduk, Fania menyandarkan tubuhnya yang begitu lemah.

"Gue bawain minum dulu"

Andra berlalu meninggalkan Fania, Yuda turut duduk dan menyuruh temannya untuk duduk juga.

"Lo kenapa Fan, bisa sampai seperti ini"

"Gue telat makan aja Yud, sama telat minum obat juga gue kan memang lagi kurang sehat akhir-akhir ini"

Fania melirik kembali orang disamping Yuda, Fania tak bisa menghidar untuk tidak tersenyum padanya.

"Fan, lo ingat dia kan ?"

"Iya, gue ingat"

"Katanya dia mau ketemu sama lo, makanya gue bawa kesini, ngomong saja sendiri, harus gue yang ngomong"

"Iya, aku kesini mau ketemu sama kamu, mau kenalan sama kamu"

Fania nyengir, dalam hatinya Fania begitu ingin berjingkrak girang mendengar ucapannya.

"Kenalkan, aku Farhan"

"Fania"

Fania tersenyum menjabat uluran tangan Farhan, keduanya sama-sama tersenyum.

Yuda menggeleng melihat tingkah keduanya yang seolah enggan melepaskan genggamannya satu sama lain.

Padahal mereka cuma bertemu sekali saja pas acara pesta malam itu, tapi sepertinya magnet dari keduanya sangat kuat.