Fania kembali merasakan sakit dikepalanya saat hendak berangkat ke kantor, Fania menopang tubuhnya dengan bersandar pada meja riasnya.
"Ya Tuhan, ada apa lagi ini, sakitnya semakin menjadi-jadi"
Fania memijat kepalanya berharap sakitnya akan hilang.
"Ayolah, gue harus kerja mana hari ini ada meeting lagi gue belum beresin berkasnya"
Fania mengepalkan tangannya mencari kekuatan dari dalam dirinya.
"Dari dulu sudah sering pusing makin lama jadi sakit dan sekarang apa ini, ah rese bikin gue susah saja"
"Fania benar-benar jengkel dengan kepalanya yang sering terganggu, bahkan akhir-akhir ini jadi semakin sering terjadi.
"Fania, ngantor gak, lama banget lo"
Andra mambuka pintu sambil ngomel karena sudah terlalu lama menunggu di bawah.
"Fan, ini sudah siang lo ngapain saja sih"
Andra mengernyit melihat Fania menunduk dan memijat kepalanya di meja rias.
"Fan, lo kenapa, sakit"
Andra mendekat dan menyentuh pundak Fania, Andra sudah sering melihat Fania seperti ini saat di kantor atau saat di rumah Andra sendiri.
"Kepala gue sakit lagi Dra"
"Sakit lagi, lo minum obat gak ?"
"Sudah, gue sudah minum obat"
Fania mengangkat kepalanya dan melihat Andra di cermin.
Andra mulai menunjukan kepanikan saat melihat wajah Fania yang pucat.
"Fan, lo beneran sakit Fan, muka lo"
Fania menepis tangan Andra yang menyentuh wajahnya, Andra mengernyit dengan respon Fania.
"Gak beres, lo gak usah ke kantor mending lo ke dokter saja biar gue panggil tante Gina"
"Jangan-jangan"
Fania menahan tangan Andra yang hendak pergi darinya, Fania berusaha bangkit dari duduknya dengan berpegang pada Andra.
"Ayo kita ke kantor sekarang"
"Mana bisa Fan, lo sakit"
"Enggak, gue gak sakit ayo pergi"
Fania menarik Andra dengan sisa kekuatan yang dimiliknya, Andra nurut meski bibirnya tak henti mengoceh agar Fania tidak pergi ke kantor tapi Fania tak peduli dengan itu.
Pekerjaan di kantor yang menanti untuk dikerjakan sangat penting bagi Fania dan tak ada yang boleh menghalanginya untuk mengerjakan semuanya.
"Masuk Dra"
"Tapi Fan .... "
"Andra masuk, ayo berangkat ini sudah siang"
"Fan lo itu ...."
"Lo masuk atau gue pergi sendiri, biar saja gue nambrak abis itu mati sudah selesai"
"Mati mati apaan sih lo, berisik lo ah"
Andra melangkah memasuki mobil dan melajukan mobilnya dengan kesal.
Fania tampak masih memijat kepalanya sambil bersandar disandaran joknya.
"Lo jangan ngomong sembarangan Fan, dicatat Tuhan nanti lo nyesel"
"Makanya lo jangan ngeyel, orang gue mau ke kantor kenapa malah maksa ke dokter"
"Ya kan lo sakit, ya ke dokterlah masa iya ke penghulu gimana sih lo"
Fania diam tak menjawab, sakit dikepalanya sudah cukup menyita tenaganya saat ini.
Andra pun diam sambil sekali-sekali melirik Fania memastikan keadaanya.
Ditengah perdebatan Andra dan Fania.
Di rumah Andra ternyata Icha sudah datang dengan mengajak tukang servis, ac di rumah itu rusak dan Andra meminta bantuan pada pemilik kos.
"Cuma satu ?"
"Iya pak cuma satu saja"
Icha memperhatikan pekerjaan bapak dihadapannya, setelah bosan denga itu, Icha melihat sekita rumah Andra.
Icha melangkah saat sesuatu menarik perhatianya, itu adalah foto-foto yang terpajang didinding juga meja rumah Andra.
Icha memperhatikan setiap foto yang ada disana dan dari sekian banyak foto memang posisi Andra dan Fania selalu berdekatan.
"Mereka memang cocok, ceweknya cantik dan cowoknya juga tampan, serasi memang"
Icha tersenyum melihat foto-foto itu dan berlalu meninggalkannya, Icha melihat dapur Andra yang tampak berantakan.
Tanpa berfikir, Icha langsung merapikannya membersihkan setiap bagian yang kotor dan mencuci gelas juga piring bekas digunakan.
"Aku selalu menginginkan ini sejak dulu, andai keadaannya sesuai dengan keinginan ku pasti akan lebih membahagiakan"
Icha mengeringkan piring dan gelasnya sambil melamun, Icha berfikir kapan impiannya akan terwujud.
Icha sangat menginginkan untuk cepat memiliki keluarga sendiri dengan suami dan anak-anaknya.
Tapi sayang sampai sekarang pun Icha belum bisa mewujudkannya.
"Sudah selesai"
Icha tersentak dengan suara yang didengarnya, Icha melangkah untuk menghampirinya.
"Gimana pak, sudah bagus lagi ?"
"Sudah, bisa dinyalakan lagi"
"Sudah dibayar kan pak sama mamah"
"Sudah sudah, kalau gitu saya permisi"
"Iya pak, terimakasih banyak pak"
"Iya sama-sama"
Icha kembali ke dapur setelah kepergian tamunya, Icha melihat bahan yang tersedia disana dan rupanya semua tampak kosong.
Icha menggeleng dan berlalu keluar meninggalkan rumah.
"Icha kamu mau kemana ?"
"Mamah, aku mau ke supermarket depan"
"Mau ngapain, bukannya kemarin baru belanja"
"Hah, i..iya..iya emang baru belanja tapi kemarin ada yang kelewat jadi sekarang mau beli lagi"
"Oh, ya sudah mamah titip selai ya coklat sama kacang, persediaan sudah habis"
"Siap mah, ya sudah Icha pergi ya"
"Hati-hati, langsung pulang kalau sudah selesai"
Icha mengangguk dan berlalu meninggalkan Mamahnya, Icha tampak semangat melangkahkan kakinya.
Icha memanggil taxi yang berhenti disebrang jalan dan memasukinya saat telah sampai dihadapannya.
"Pak ke supermarket ya pak"
"Baik"
Taxi pun melaju dan Icha sibuk memainkan ponselnya, sampai tak terasa taxi telah berhenti ditempat yang diminta Icha.
Setelah membayar biayanya, Icha pun keluar dan memasuki supermarket.
Andra menutup berkas kerjanya, fikirannya, fokusnya benar-benar hilang.
Andra terus saja memikirkan Fania, mengingat kondisi Fania yang sedang drop dan masih saja memaksakan untuk bekerja sangat membuat Andra mengkhawatirkan Fania.
"Ada apa ini, Fania benar-benar keterlaluan, dia selalu keras kepala"
Andra bangkit dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruangannya.
"Andra kamu mau kemana"
"Pak Surya, pak saya harus melihat kondisi Fania pak tadi dia berangkat kerja dalam keadaan sakit pak, saya khawatir Fania kenapa-kenapa"
"Fania sudah saya suruh istirahat, tadi waktu meeting dia hampir saja pingsan"
"Apa ?"
"Iya, tadi saya sudah menyarankan dia untuk ke dokter tapi Fania menolak dan hanya minta izin untuk beristirahat beberapa waktu saja"
Andra terdiam tak bisa lagi mengatakan apa pun, benar saja rasa khawatirnya memang benar terjadi.
"Pak saya .... "
"Kamu boleh menemui Fania, siapa tahu saja sekarang Fania mau dibujuk ke dokter, soalnya baru kali ini Fania sakit sampai seperti itu"
"Terimakasih pak, saya akan coba membujuknya"
Surya mengangguk, Andra pun berlalu meninggalkan Surya untuk menemui Fania.
Fania sangat membuatnya jengkel hari ini, Fania sudah menganggu fokus kerjanya padahal begitu banyak yang harus dikerjakan Andra saat ini.
Andra memasuki ruangan dan melihat Fania yang tengah terbaring disana.
"Fan, Fania"
Andra mendekat dan menyapa Fania tapi tak ada respon apa pun.
"Fania lo tidur ?"
Andra menyentuh tangan Fania membuat Fania menunjukan sedikit pergerakan.
Andra menghembuskan nafas leganya melihat respon Fania.