Sepekan sudah Andra menjalani hari-harinya menjadi karyawan di perusahaan Angkasa, Andra sudah mulai terbiasa bangun pagi dan menjemput Fania tanpa pernah terlambat.
Hal itu pun mendapat perhatian dari orang tua Fania, saat awal Fania meminta agar Andra bekerja di kantor Hendra, Hendra menolak dengan dalih kurang yakin terhadap Andra.
Tapi kini Hendra tersenyum bangga melihat semangat Andra melakukan pekerjaannya.
"Om, tante kita berangkat dulu"
"Hati-hati ya"
Andra mengangguk kemudian melangkah memasuki mobil disusul oleh Fania.
Sekarang kondisi Fania sudah kembali normal, tak lagi mendadak pusing atau sakit kepala hanya saja masih tubuhnya semakin mudah lelah.
"Lo sudah sarapan Fan ?"
"Sudahlah, mana boleh gue pergi ke kantor tanpa sarapan dulu"
Andra mengangguk, ucapan Fania memang benar, kedua orang tuanya memang sangat memperhatikan Fania terutama dalam makanan mereka selalu menomor satukan hal itu terhadap Fania.
"Lo gak dikasih bekal lagi sama bidadari lo ?"
"Gak adalah, lagian gak usah juga kasian dia harus bolak-balik cuma buat ngantar bekal doang"
Fania mengangguk, tak ada lagi jawaban Fania sibuk dengan ponselnya dan Andra fokus dengan menyetir mobil.
Hal itu adalah permintaan orang tua Fania demi keselamatan keduanya tentunya.
Setelah sampai diparkiran kantor, Andra melirik Fania yang masih anteng dengan ponselnya.
"Fan, lo chat sama siapa sih ?"
Fania melirik Andra sekilas dan kembali pada ponselnya, Andra mengernyit melihat Fania mengabaikannya saat ini.
"Lo mau keluar gak, gue tinggal nih"
"Sana ahh, berisik"
Andra tak peduli dengan itu, Andra keluar lebih dulu meninggalkan Fania yang masih asyik dengan ponselnya.
"Andra, Fania mana kok sendirian ?"
"Nyangkut di jok mobil"
Jawaban Andra datar dan berlalu begitu saja meninggalkan Cindy, Cindy bingung kemudian melangkah mendekati mobil Fania.
Mengintip dikaca mencari keberadaan Fania, tak lama kaca terbuka dan Fania tersenyum melihat Cindy.
"Kamu gak masuk ?"
"Kalau gak masuk untuk apa aku datang kesini"
"Terus ngapain disini, telat loh"
Fania menutup kaca dan membuka pintu mobilnya, Fania pun keluar dan mengajak Cindy untuk masuk bersama.
Cindy tak berkata lagi hanya mengikuti Fania saja.
----
Suasana rumah tampak hangat, di rumah Fania kini tengah kedatangan saudara-saudaranya.
Hendra meminta keluarganya juga keluarga Gina untuk datang pada hari ini meski tanpa urusan yang serius.
Hendra cuma ingin berkumpul dengan keluarganya saja, sudah lama mereka tidak berkumpul.
Seperti keluarga kecil Hendra yang begitu damai dan bahagia.
Keluarga besar mereka pun sangat akur, seperti layaknya seseorang yang sudah bersama sejak kecil, dua keluarga besar itu tampak begitu akrab dan hangat tak terlihat ada jarak yang menjadi beban diantar mereka.
Hendra dan Gina pun menyambut mereka tanpa perbedaan meski pada kenyataannya mereka adalah dua keluarga yang berbeda.
"Gina, Fania mana ?"
Gina tersenyum melirik Rika ibu mertuanya, Rika memang selalu jadi yang pertama menanyakan Fania.
"Fania kerja bu, ini kan masih hari kerja jadi mana mungkin Fania di rumah"
Rika mengangguk dan berlalu begitu saja, Gina terdiam memperhatikan semua orang yang ada di rumahnya, canda tawa, teriakan anak-anak ada juga tangis balita.
Gina dan Hendra sangat bahagia dengan hal itu.
"Mah, udah siap ?"
"Belum pah sebentar lagi"
"Oh, iya sudah ayo kita gabung sama yang lain"
"Papah duluan saja, Mamah masih betah lihat mereka dari sini"
"Kebiasaan itu masih saja ada"
Hendra menggeleng kemudian berlalu untuk bergabung dengan keluarga besarnya.
Gina lebih betah jadi penonton dari pada bergabung dengan semuanya, hal itu adalah yang disukai Gina sejak awal pernikahannya.
"Bibi ayo sini, main sama Aira"
Gina mengangguk mendengar ajakan anak dari adiknya, Gina adalah anak pertama dari 4 bersaudara dan semuanya telah berumah tangga.
Gina satu-satu yang hanya memiliki satu putri karena adik-adiknya sudah ada dua bahkan 3 anak.
"Permisi nyonya, makanan sudah siap"
"Oh iya bi, diruang tengah kan"
"Iya nyonya, sesuai permintaan tidak pakai meja"
"Ya sudah makasih ya bi"
"Iya nyonya, permisi"
Bi Marni berlalu setelah memberi laporan, Gina pun memanggil dan mengajak semua keluarganya untuk makan bersama.
Karena banyak orang yang ada, mereka makan dengan duduk dilantai karena makanannya pun dihidangkan tanpa meja.
Dengan kompak mereka semua mengikuti ajakan Gina menuju tempat makan, termasuk anak-anak yang menambah heboh keadaan rumah.
"Jangan lari-lari Firman"
Teriak Tasya kakak dari Hendra, Hendra adalah anak kedua dari dua bersaudara itu berarti dia adalah anak bungsu dalam keluarganya.
Tasnya memiliki tiga orang anak, satu laki-laki dan dua perempuan.
Firman adalah anak bungsunya yang baru berusia 3 tahun.
"Ayo ayo duduk yang rapi sayang-sayang ku, ayo duduk kita makan sama-sama ya"
Ucap Gina berusaha menenangkan semua anak yang masih saja gaduh setelah berada ditempat makan.
"Ayo kita makan sama-sama mumpung hidangannya masih hangat"
Ajak Hendra dan mendapat anggukan dari semua, mereka mulai mengambil apa yang mereka inginkan untuk dinikmati.
Mereka menikmati makan bersamanya dengan bahagia, dengan tetap dihibur oleh anak-anak yang tetap gaduh diantara mereka.
Ditengah keasyikan keluarga Hendra, kampus tempat 5 sahabat Fania kuliah pun tampak gaduh.
Kelas mereka tak dimasuki oleh dosen satu pun pada hari ini, hal itu membuat para penghuninya heboh tanpa terkecuali.
"Lang, habis ini nongkrong"
"Nanti malam sajalah, gue ada perlu dulu"
"Lo mau kemana ?"
"Gu harus antar adik gue ke tempat les, nyokap gak bisa antar jadi harus gue yang antar"
"Oh, kalo kalian ?"
Raka bertanya kepada sahabatnya yang lain yang tampak sibuk dengan ponselnya.
"Gue boleh-boleh saja"
Jawab Anggi tanpa masalah atau keberatan sama sekali dengan ajakan Raka.
"Gue juga ok, ayolah"
Sahut Yuda, sama menyetujui ajakan Raka.
Sedangkan Wulan, dia masih tetap tak peduli dengan apa yang sedang jadi topik perbincangan.
"Lan, lo gimana, langsung gabung ?"
Wulan tak menggubris ucapan Raka, arah pandangnya memang pada ponsel tapi tampaknya fikirannya tidak pada tempatnya.
"Wulaan"
Panggil Gilang sambil menepuk pundak Wulan, Wulan tersentak untuk beberapa kali Wulan mengerjapkan matanya.
"Lo kenapa ?"
"Apa, kenapa apanya ?"
"Lo kenapa bengong segala, gue tanya juga gak nyaut"
"Enggak kok, gak kenapa-kenapa emangnya ada apa ?"
"Astaga, benar-benar ya lo, ada masalah lo di rumah ?"
"Masalah apa, gak ada, kenapa sih gak ngerti gue"
"Raka ngajak nongkrong pulang ngampus, lo ada acara gak atau mau langsung gabung ?"
Anggi menengahi Raka dan Wulan yang tampak berdebat.
"Oh gitu, kayanya gue gak bisa deh, paling malam saja gimana, gue harus ke rumah sakit dulu"
"Rumah sakit ..... "
Semua kompak mengatakan kalimat yang sama.