Chereads / 361 Hari Nafas Fania / Chapter 6 - Tidak Bekerja

Chapter 6 - Tidak Bekerja

Andra tak henti memeperhatikan wanita itu sampai akhirnya mobil menjauh dan sosoknya tak lagi terjangkau oleh penglihatan Andra.

"Tenanglah, masih banyak waktu"

Andra tersenyum mendengar ucapan Fania, sepertinya Fania menganggap serius tentang wanita itu.

"Banyak waktu untuk apa ?"

"Untuk bisa menemuinya dilain waktu"

"Untuk apa menemuinya ?"

"Lo kan naksir sama dia gimana sih"

"Gue sudah punya yang cantik disamping gue untuk apa lagi nemuin dia"

"Apa maksud lo ?"

"Memang benar kan, tadi saja teman lo bilang kalau kita itu cocok serasi terus apa lagi ya sudahlah ngapain cari yang lain"

Fania menjitak kepala Andra, omongannya ngelantur bagaimana bisa Andra menganggap itu adalah benar.

Andra terdiam menatap kosong ke arah luar menantikan mobil berhenti saat sampai di rumah Fania nantinya.

"Mau langsung pulang Non ?"

"Pulang saja Pak sudah malam juga"

"Baik"

Fania mengangguk dan melirik Andra untuk beberapa saat, Fania mengerti apa yang ada difikiran Andra saat ini.

Fania tak berniat mengganggu Andra mungkin saja saat ini Andra sedang memikirkan untuk langkah hidupnya kedepan.

"Pak agak cepat ya, Fania kebelet"

"Iya Non, sabar"

"Berhenti saja dulu kan ada toilet umum"

"Gak usah, sudah Pak lanjut saja"

"Dikasih tahu juga"

"Gue masih bisa tahan kok Dra tenang saja"

Andra mengangguk dan kembali terdiam dengan fikirannya, Fania menggeleng melihat Andra yang masih saja gelisah sampai saat ini.

Mobil telah memasuki halaman rumah, Fania mengernyit melihat mobil Anggi dan Gilang yang terparkir disana.

Setelah mobil berhenti Fania dan Andra keluar dan melangkah memasuki rumahnya.

Orang-orang yang sejak tadi menunggu mereka, kompak menghembuskan nafasnya dalam membuat Fania dan Andra saling lirik untuk beberapa saat.

"Ngadate lo berdua ?"

"Tahu lama banget kondangan doang"

Raka dan Wulan mulai membuka pembicaraan, Fania tersenyum dan menghampiri sahabatnya itu.

"Sejak kapan disini ?"

"Dari sore, gue fikir lo gak ada acara"

"Gue fikir juga kalian gak akan kesini"

Wahyu meghentikan pembicaraan Fania dan Raka saat sadar Andra masih terdiam diambang pintu.

"Sana, mungkin dia butuh sohib yang memang benar-benar bisa menenangkannya"

"Biar gue saja"

Raka bangkit dan menghampiri Andra yang anteng dengan lamunannya,

Raka menepuk pundak Andra menyadarkan Andra dari lamunanya, Andra tersenyum melihat Raka yang heran menatapnya.

"Diapain lo sama Fania, sampai bengong kaya gitu"

"Gue juga gak ngerti"

Raka menggeleng dan menarik Andra untuk bergabung dengan yang lain, niat Raka untuk mengajak Andra tinggal di rumahnya harus ditunda karena Andra sepertinya sedang kehilangan fokusnya.

Mereka memilih berbincang untuk mencairkan suasana sekalian agar Andra bisa lebih tenang lagi.

"Fania, kita menginap ya"

"Boleh, disini saja biar seru"

"Tidur sekamar lagi"

"Ayolah gak masalah cukup juga kan"

"Tapi kita belum izin sama orang tua lo"

"Gak masalah mereka juga kenal kan sama kalian udah biasa juga kalian tidur disini"

"Iya sih"

"Ya sudah gak usah ribet"

Mereka memang sering bergantian menginap tapi lebih sering mereka menginap di rumah Anggi.

Raka melihat Andra yang telah normal, Andra bisa ikut berbincang tanpa banyak diam dan tanpa buang waktu lagi Raka melanjutkan niatnya menemui Andra.

"Dra, lo sampai kapan mau tinggal disini ?"

Suasana mendadak hening saat Raka melontarkan pertanyaannya, Fania dan yang lain kompak menatap Andra membuat Andra kebingungan dengan keberadaannya saat ini.

"Kenapa ?"

"Enggak, apa gak lebih baik lo tinggal di rumah gue saja mungkin itu lebih aman"

Andra terdiam, bagi Andra itu bukan solusi jika pada akhirnya Andra masih harus numpang dirumah mereka.

"Raka benar Dra, kalau lo lebih lama disini gimana kata orang nanti"

Tambah Anggi, Andra melirik Fania setelah mendengar ucapan Anggi.

Fania hanya tersenyum tak berani berkata apa pun, Fania ga mau dianggap terpaksa menerima Andra di rumahnya selama ini.

"Gue tahu, Fania dan keluarganya memang nerima lo disini tapi kan gak mungkin untuk selamanya, mungkin bisa lebih baik lo tinggal di rumah gue saja"

"Lo mau bantuin gue Ka ?"

"Iyalah, kalau enggak ngapain gue ngomong kaya gini"

"Kalau gitu, pinjemin gue duit"

Semua saling lempar tatapan mendengar ungkapan Andra, Fania mengangguk saat Andra kembali meliriknya.

"Pinjemin gue duit dan gue akan keluar dari rumah ini secepatnya"

"Terus lo mau kemana ?"

"Biar gue cari tempat tinggal gue sendiri, rasanya percuma jika gue pergi dari sini dan pindah ke rumah lo sama aja akhirnya numpang-numpang juga"

"Tapi kan .... "

"Gue pasti ganti uangnya"

"Bukan masalah itu, tapi lo mau tinggal dimana ?"

"Dimana saja yang penting bisa bikin gue tenang"

Raka terdiam didukung oleh yang lainnya yang juga ikut terdiam, Fania mengerti dengan maksud Andra tapi mungkin mereka khawatir jika Andra akan sendirian di rumahnya nanti.

"Gue sudah mutusin kalau gue gak akan kembali ke rumah dan gue juga gak akan minta apa-apa dari mereka, gue akan tentuin jalan hidup gue sendiri"

"Gimana caranya ?"

"Gue akan cari kerja juga rumah sewa, jika harus mungkin gue akan berhenti kuliah"

"apa ? "

Semua kompak mengatakan yang sama pada Andra, Andra tersenyum dan kembali terdiam bergelut dengan pemikirannya.

----

Hari sudah siang, 5 orang anak kuliah telah pergi dari rumah Fania, Andra pun keluar untuk mencari udara segar.

Gina memasuki kamar Fania, sudah berusaha berkali-kali Gina membangunkan Fania tapi tak kunjung mendapat hasil.

"Fania, bangun, kamu gak ke kantor ini sudah telat, sudah jam 8"

Fania membuka matanya yang masih berat dengan perlahan, Gina tersenyum dan mengusap kepala Fania penuh sayang.

"Kepala Fania sakit Mah, biar saja Fania gak masuk hari ini Fania mau istirahat"

"Kamu sakit, ya sudah ke dokter"

"Gak usah Fania mau istirahat saja mungkin kecapean soalnya kurang istirahat ditambah semalam Fania gak tidur karena disini ada anak-anak"

"Hemm ya sudah kalau gitu tapi jangan lupa makan ya kalau kepalanya sudah mendingan nanti mandi terus turun ambil makan"

"iya, nanti Fania turun"

"jangan memaksa, kalau gak kuat minta tolong bibi saja"

Fania mengangguk dan kembali menutup matanya, Gina mengecup kepala putri semata wayangnya.

Fania memang sering seperti itu akibat kurang istirahat itulah, kenapa Gina selalu khawatir jika Fania sedang bersama sahabatnya, karena Fania akan lupa waktu saat itu dan pada akhirnya Fania akan terganggu kesehatannya.

"Mamah keluar ya, istirahat yang cukup"

Gina berlalu tanpa menunggu jawaban Fania, Gina akan membiarkan Fania jika sedang sakit seperti itu, karena Fania memang selalu ingin sendiri saat sakit seperti sekarang dan Gina sangat mengerti tentang hal itu.