Chereads / 361 Hari Nafas Fania / Chapter 4 - Mimpi

Chapter 4 - Mimpi

"Ssss aaarrrggggtt sialan"

Umpat Gilang yang sukses membuat dirinya jadi pusat perhatian, Gilang kesal karena Fania tiba-tiba menelpon ditengah keasyikannya bermain game.

"Hallo, aahh kenapa harus nomor gue kan banyak yang lain"

"....."

4 orang yang melihatnya terkikik bersamaan, Gilang memang selalu seperti itu Gilang tak pernah rela jika kalah dalam permainan, apa lagi diganggu disaat-saat akhir permainan.

Tapi apa mau dikata Gilang memiliki sahabat yang jahil mereka tahu dijam mana saja Gilang sedang sibuk dengan game onlinenya.

"Apa katanya, dia mau kesini ?"

"Gak jadi, katanya Andra ada keperluan dan Fania diminta untuk menemaninya"

"Keperluan apa ?"

"Mana gue tahu, gue gak minat buat nanya"

Anggi menggeleng mendengar jawaban Gilang, mereka kembali diam dengan kesibukannya masing-masing setelah mereka tahu Fania dan Andra tak akan gabung dengan mereka.

Fania dan Andra turun dari mobil bersamaan dengan Gina dan Hendra, mereka pergi bersama ke sebuah restoran.

Hari ini jadwalnya Hendra mengajak keluarganya makan bersama kegiatan itu dilakukan 2 pekan sekali agar tetap menjaga keharmonisan keluarganya.

Tapi khusus hari ini ada Andra bersama mereka, Hendra tidak keberatan dengan itu karena memang Hendra juga cukup mengenal Andra.

"Fan, ini tempat favorit keluarga lo ?"

"Iya, kenapa emangnya, makanan disini enak-enak kok percaya deh lo pasti ketagihan"

"Semoga saja"

"Sudah yuk ah masuk, nanti ketinggalan, Mamah sama Papah sudah pada kemana tuh"

Fania melanjutkan langkahnya diikuti Andra, Andra malas sebenarnya tapi dari pada di rumah juga bengong sendiri akhirnya Andra ikut dengan keluarga Fania.

Siang tadi mereka telah pergi dan makan bersama, dan malam ini Andra kembali diajak makan oleh keluarga Fania.

"Ayo duduk, kalian lambat sekali"

"Andra nih banyak nanya mau makan doang"

"Kan semua juga harus jelas"

Fania dan Andra duduk dikursi yang telah disediakan, karena sudah menjadi pelanggan tetap keluarga ini tak perlu memesan atau antri menunggu pesanan.

Sebelum kedatangan mereka, hidangan telah lebih dulu disiapkan dimejanya.

"Om ini kapan pesannya"

"Sudah dari 2 minggu lalu"

Andra mengangguk, Fania tersenyum bagi Fania meski menunya itu itu saja tapi yang penting adalah kebersamaannya.

Semua menu akan terasa nikmat jika disantap dengan perasaan yang senang.

"Ayo makan Dra, enak kok gue jamin lo bakal suka"

"Iya, ini gue makan"

Mereka menyantap hidangannya, kebiasaan keluarga Hendra memang datang kesana langsung makan selesai makan barulah mereka akan berbincang bertukar cerita selama 2 minggu yang dilewati.

Ditengah ketenangan makan, Andra dikejutkan dengan kedatangan Kurnia sang ayah.

Andra langsung menyimpan sendok dan garpu yang dipegangnya, meneguk minuman digelasnya, Andra terdiam begitu malas Andra melihat sosok yang menghampirinya.

"Om .... om disini juga .... ini keluarga Fania"

Fania menyalami Kurnia dan memperkenalkan keluarganya, Henda dan Gina bersalaman bergantian dan meminta Kurnia untuk bergabung dengan mereka.

"Gak perlu om, biar Papih sama Andra saja, maaf om tante Andra pamit"

"Kenapa .... gak masalah Andra kalian disini saja"

"Terimakasih om, mungkin lain kali"

Andra bangkit dan berlalu begitu saja meninggalkan keluarga Fania, Kurnia pun turut pamit dan menyusul Andra yang semakin jauh meninggalkannya.

"Kenapa malah pergi ?"

"Biar saja Pah, tadi Andra sudah janjian sama Mamihnya, kebetulan Papihnya disini mungkin sekalian mereka kumpul"

"Orang tuanya sudah berbaikan ?"

"Kata Andra, mereka sudah resmi pisah dan tadi pagi Mamih Andra telpon minta ketemu"

Hendra mengangguk mengerti dengan kalimat putrinya, mereka kembali menikmati hidangannya yang masih banyak.

Andra menghentikan langkahnya di parkiran restoran, Andra diam saat Kurnia berdiri dihadapannya.

Keduanya terdiam ada rasa bingung diantara mereka, Kurnia tahu apa yang dirasakan putranya tapi bagi Kurnia apa yang menjadi keputusannya adalah yang terbaik.

"Dipersidangan tadi Papah mendapat hak atas dirimu"

"Lantas apa ?"

"Kamu akan tinggal dengan Papah setelah ini"

Andra tersenyum miris, tanpa menjawab ucapan Kurnia, Andra mengeluarkan ponselnya dan sesaat memainkan ponselnya.

Andra meminta Kurnia untuk membawanya ke rumah yang mana disana telah ada Hesti yang menunggu kedatangannya.

Kurnia mengiyakan dan langsung melajukan mobilnya sesuai dengan permintaan Andra.

"Kita akan pindah dari rumah ini besok"

"Kalau mau bicara didalam saja"

Andra keluar dari mobil setelah sampai di parkiran rumahnya, Andra melangkah memasuki rumahnya yang tentu kedatangan Andra disambut hangat oleh Hesti.

Kurnia tampak kesal melihat keberadaan Hesti.

**

Andra menghampiri Hesti dan Kurnia yang mondar mandir didepan ruang ICU, Andra menanyakan keadaan Maya tapi tak ada jawaban Hesti hanya menangis dan Kurnia diam dalam gelisahnya.

Dokter keluar dan menyampaikan jika pasien ingin bertemu dengan keluarganya, dengan cepat ketiganya memasuki ruangan.

Air mata Andra menetes saat melihat kondisi Maya yang sangat buruk, tulang kakinya patah dan kepalanya yang berlumur darah.

Maya sangat kritis tapi kenapa dia tak membiarkan dokter menanganinya.

"Mamih, Papih, Kak Andra"

Dengan susah payah Maya berucap, Andra menggenggam tangan Maya ditengah air matanya yang terus mengalir.

"Kak, ini rasanya sakit dokter gak mampu mengobatinya"

"Dokter bisa, kamu harusnya .... "

"Dokter malah menambah rasa sakitnya, Maya gak kuat Kak"

"Lihatlah, lihat ini semua salah mu, harusnya kamu gak suruh Maya untuk pergi"

"Ini salah mu, kenapa kamu tidak mau menemaninya bukankah sudah ku suruh"

Hesti dan Kurnia berdebat atas kecelakaan yang dialami Maya, hal itu menyulut emosi Andra, ditengah keadaannya Maya yang kritis bisa-bisanya mereka bertengkar.

"Ini bukan salah Mamih sama Papih, Tuhan yang menentukan semuanya"

Disela rasa sakit yang menyiksanya, Maya tetap berjuang bertahan untuk bisa tetap bicara.

"Dengar Maya sayang kalian, jangan ribut kalian harus tetap bersama, maaf Maya harus pergi lebih dulu"

"Tidak May, kamu gak boleh bicara seperti itu"

"Kak Andra harus jaga Mamih sama Papih, terimakasih sudah menyayangi Maya selama ini, tapi rasa sakit ini, Maya gak kuat menahannya"

"Diamlah, aku akan panggilkan dokter untuk mu"

Maya menahan Andra yang hendak melepaskan genggaman tangannya.

"Maaf Kak, Maya gak kuat lagi, ingat ya kalian tidak boleh bertengkar lagi"

Andra mengeratkan genggamannya saat Maya menarik dalam nafasnya, Air mata ketiganya semakin deras mengalir saat nafas Maya terhembus dan matanya tertutup, tak ada lagi pergerakan apa pun dari Maya.

**

"Mayaaaaa ... "

Teriak Andra yang terbangun dari tidurnya, Fania terlonjak dari duduknya mendengar teriakan Andra.

Fania dan Andra ada dibalkon rumah, setelah percekcokan denga orang tuanya, Andra memutuskan pergi dari kedua orang tuanya, tak memilih siapa pun diantara mereka, Andra memilih kembali ke rumah Fania.

Melihat kekacauan Andra, Fania meminta Andra untuk beristirahat dan Andra memilih balkon rumah dan meminta Fania menemaninya.