Kedua anak buah Faiza menolak hukuman yang diberikan Faiza, namun bukan Faiza jika tidak bisa mengatasi sebuah kecurangan.
"Jika kalian menolak, bisa segera mengajukan surat pengunduran diri. Kenapa kalian tega mengambil hak kader desa? Bukankah dari uang makan dan minum untuk kader sudah kalian ambil?"ucap Faiza. Dia sangat senang melihat wajah anak buahnya ketakutan.
"Baiklah Kak Faiza, kami mengaku bersalah. Kemarin Aku butuh uang untuk berobat Ibu. Makanya uang transport kader Aku manipulasi."kata Iqbal.
"Kak Faiza, tolong jangan laporkan kami pada coordinator program. Kami akan membayar uang telah kami ambil itu,"tungkas Ilyas.
Faiza mempertimbangkan sebab Iqbal mengambil uang milik kader untuk biaya pengobatan Ibunya, hati kecilnya tidak sanggup memberikan hukuman berat pada Ilyas dan Iqbal.
Dia terdiam beberapa saat untuk berpikir langkah apa yang kan dilakukannya dan juga hukuman yang membuat mereka jera.
"Ya sudah Aku memaafkan kalian, jadi hukuman kalian aku cabut. Pergilah sekarang ke desa minta tanda tangan ulang pada kader-kader yang telah kalian ambek uangnya. Bagaimana bisa?"tanya Faiza.
Iqbal dan Ilyas saling memandang kemudian menganggukan kepala mereka tanda setuju.
Faiza mengambil sebuah kertas dan memberikannya pada mereka.
"Ini daftar transport yang baru, sudah Aku print lain. Aku minta semua sudah tertanda tangan sesuai dengan bulan kemarin."perintah Faiza.
Iqbal mengambil kertas tersebut dan memasukkan kedalam tasnya, dia dan Iqbal langsung meninggalkan ruangan Faiza.
Keduanya bernafas lega karena Faiza tidak jadi memotong setengah gaji mereka.
"Baik banget Kak Faiza ya? Mau memaafkan kita, untung saja dia yang tau kecurangan kita jika Kak Erly yang tau, habis kita."ucap Iqbal ketika mereka sudah berada di tempat parkir.
"Ya Bal. untung saja dia mau mendengar sebab Kamu mengambil uang itu, untuk pengobatan Ibu kamu."ujar Ilyas.
Mereka pun naik ke atas sepeda motor, dan langsung pergi ke desa mereka untuk melaksanakan perintah Faiza.
Sementara itu Herman sudah sampai di ruangannya masih teringat akan kata-kata Yanti yang mengatakan jika dia tidak normal.
"Nanti waktu pulang kantor Aku akan temui Yanti dan menanyakan maksudnya apa jika Aku nggak normal,"gumam Herman.
Dia pun menandatangani surat tugas semua relawan, hanya butuh waktu dua puluh menit semua sudah selesai. Kemudian dia mengantarnya ke ruangan Lela di bagian administrasi untuk di amplopkan.
"Lela, tolong surat tugas relawan kamu pisahkan sesuai dengan tim dan desa ya? Jangan salah seperti kemarin. Nanti Faiza marah-marah lagi. Salah tanda tangan kepala desa."titah Herman.
"Ya Bang, tugas siap dilaksanakan."kata Lela. Dia tersenyum sendiri melihat wajah Herman dan teringat akan cerita Yanti jika Herman tidak normal.
Herman memperhatikan gelagat Lela yang merasa rishi berada di dekatnya.
"Lela Kamu kenapa, seperti itu jika dekat dengan Aku?"tanya Herman.
Lela mengelidik bahunya dan menjauh dari Herman, membuat Herman kesal dan berdiri di sampingnya.
"Tolong jawab pertanyaan Aku,"bentak Herman.
Lela sangat kaget mendengar teriakan Herman. Dia memilih pergi dari ruangannya menuju ke meja kerja Yanti.
Sementara itu Herman sangat kesal pada Lela karena Dia tidak menghargainya sebagai atasnya.
Herman kembali ke ruangannya, untuk menghilangkan sakit kepalanya dia memainkkan ponselnya.
Sementara itu Lela mendekati Yanti dan menceritakan kemarahan Herman padanya.
"Yan. Apa benar Bang Herman itu suka dengan cowok? Tadi Aku jauh-jauh dari dia, eh dia marah ke Aku,"kata Lela.
"Aku nggak tau pasti sih, tapi kemarin Aku sempat liat dia di peluk-peluk oleh seorang cowok tampan, entah siapa dia,"balas Yanti.
"Aneh juga ya? Jika Bang Herman suka dengan cowok, kita yang cewek nggak di lirik pun di kantor rupanya dia punya prilaku menyimpang,"
Setelah berbincang sesaat Lela kembali ke ruangannya meninggalkan Yanti yang masih kebingungan dengan keadaan Herman.
"Nanti pulang kerja Aku akan tanyakan ada Herman apa benar dia suka dengan lelaki, kan kasian ganteng-ganteng tapi punya kelainan,"gumam Yanti.
Sementara itu di tempat lain di negeri seberang Malaysia, nampak seorang lelaki muda sedang bersiap-siap untuk pulang kerja. Dia adalah Raju, kekasih Faiza yang bekerja di sebuah kedai runcit.
Hanya butuh waktu dua puluh menit dia pun samapi di rumahnya.
"Fida. Aku pulang,"
Seorang wanita berusia dua puluh tujuh tahun mendekatinya dan mencium tangan suaminya.
"Cepat kali pulang Bang?"tanyanya.
"Cepat selesai hari ini kerjaanku, mana Suffi?"
"Lagi main game di kamar, Abang mandi aja dulu. Aku siapin airnya."
Raju pun mengikuti langkah isterinya ke kamar mereka, seorang anak berusia tiga tahun tersenyum ke arahnya.
"Anak Ayah, sini peluk Ayah dulu."
Anak kecil itu pun turun dari ranjang dan berlari memeluk Ayahnya. Fida isterinya Raju sangat senang melihat kedua lelaki yang dicintainya itu saling melepas kerinduan.
"Sudah dulu Nak, nanti peluk Ayah lagi biar ayah mandi dulu."ucap Fida.
Suffi melepaskan pelukannya dan Raju menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Fida menyimpan baju kotor suaminya di keranjang baju. Dia mengambil ponsel Raju dan mulai memeriksannya.
Matanya terkejut pada panggilan keluar yang cukup lama dengan sebuah nama yang sangat asing baginya.
"Ini nomor siapa yang Bang Raju telpon? lama banget bicaranya, Aku akan tanyakan nanti, "gumam Fida.
Sekitar sepuluh menit Raju sudah selesai mandi, Dia memakai baju kaus dan celana pendek.
Raju mendekati Suffi dan mengajaknya bermain kuda-kudaan, kedua ayah dan anak itu saling tertawa ria. Hingga panggilan dari Fida membuat Raju menemui isterinya.
"Bang. Ini nomor siapa Abang telpon? Kenapa lama sekali bicaranya?"cecar Fida.
Raju terdiam beberapa lalu Dia mengatakan jika itu nomor Ibunya di kampung.
"Itu nomor Ibuku, apa salah Aku bicara lama dengan Ibu? Kamu nggak usah aneh-aneh Aku tidak suka,"
Setelah berkata demikian Raju meninggalkan Fida sendirian di dalam kamar, dia pergi ke ruang makan dan meminum segelas air putih untuk menghilangkan dahaganya.
"Ya ampun, Aku sampai lupa menghapus riwayat panggilan. Faiza maafkan Aku, entahlah bagaimana jika dia tau Aku sudah menikah,"
Raju terus berbicara sendiri di dalam hatinya, sementara itu Fida memperhatikan raut wajah suaminya.
"Aku tau Kamu berbohong Bang. Akan Aku cari tau siapa yang Kamu telpon itu,"gumam Fida.
Sementara itu di kantor tempat Faiza bekerja dia sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya.
Dia menemui Yanti untuk mengajaknya pulang bersama.
"Yan. kita pulang yuk? Sekalian mampir ke café Titik Kumpul. Aku dengar ada menu baru kita coba yuk?"ajak Faiza.
"Besok aja bisa? Aku belum selesai kirim laporan bulanan Aku, tunggu sepuluh menit ya? Atau jika Kamu buru-buru pulang aja duluan,"ucap Yanti yang masih focus pada laptopnya.
Ketika mereka sedang berbincang datang Herman menemui Yanti.
"Faiza. Kamu pulang duluan aja, Yanti pulang dengan Aku. Ada yang ingin Aku bicarakan dengannya."titah Herman.
Faiza yang mengerti akan keadaan langsung pulang dengan motornya menuju ke rumahnya.
Setelah lima menit Yanti pun selesai dengan pekerjaanya, dia membereskan mejanya dan mematikan laptopnya.
"Apa yang ingin Kamu bicarakan?"tanya Yanti.
"Apa maksud Kamu bilang Aku lelaki nggak normal?"jawab Herman.
Dia mendekati Yanti dan mendekatkan wajahnya ke wajah Yanti. Membuat gadis itu mundur beberapa langkah.