Raju segera memutuskan sepihak telpon, dia kembali mencari nama Faiza dan mencoba menghubunginya.
Namun Faiza tidak mengangkatnya, dia sangat kesal dan ingin rasanya membanting ponselnya.
"Tidak Aku biarkan siapapun menikahi Kamu Faiza, Aku mencintai Kamu!"lirih Raju. Dia menjambak rambutnya karena frustasi mendengar kabar dari Ibunya.
Irfan yang baru tiba terkejut dengan perubahan wajah Raju. Nampak Raju sedang termenung dan wajahnya kusut sekali, seakan menyimpan beban yang sangat berat.
"Raju. Kenapa wajah Kamu? Kok kayak orang nggak dapat jatah dari isteri?"tanyanya.
"Apa sih Kamu Fan, kalau masalah itu Fida nggak pernah absen kasih ke Aku. Hanya saja Aku sedang kesal, kekasih Aku yang di kampung sudah ada yang mau melamar,"jawab Raju.
"Ya Allah Raju. Faiza maksud Kamu? Ya sudah ikhlaskan aja dia, Kamu kan sudah memiliki anak dan isteri. Fida nggak mungkin mau di madu,"
Irfan menasehati temannya, panjang lebar dia memberi pengarahan pada Raju. Akan tetapi Raju masih dengan ambisinya dia tetap tidak akan melepaskan Faiza.
"Fan. Aku tetap akan menikahi Faiza, jika Fida menolak Aku akan menceraikan dia. Toh dulu Aku menikahinya karena terpaksa dan jebakan dia,"kata Raju lagi.
"Sudahlah Raju, dengarkan apa yang Aku katakan. Apa Kamu tidak kasian dengan putra Kamu? Dan apa Faiza mau menikah dengan Kamu jika dia tau Kamu sudah menikah?"
"Fan. Aku keluar sebentar bisa? Tolong Kamu jaga kedai ya? Aku mau minum kopi."
"Pergilah, dan pikirkan baik-baik apa yang mesti Kamu lakukan. Segera beritahu Faiza tentang pernikahan Kamu,"
Raju meninggalkan Irfan dan pergi ke sebuah kedai untuk minum kopi.
Di tempat lain Rijal sedang bernegosiasi dengan Herman. Tentang posisi yang tepat untuk dia duduki.
"Herman. Pindahkan Aku ke bagian keuanganlah, biar Aku bisa mendapatkan cinta Faiza. Nanti jika Aku jadian, Kamu akau traktir deh."katanya.
"Traktir makan? Ogah, paling habis cuma lima puluh ribu. Dua puluh persen gaji Kamu buat Aku, jika Kamu bisa mendapatkan Faiza. Bagaimana?"tantang Herman. Dia tersenyum penuh kemenangan.
"Baiklah, siapa takut? Jika masalah uang kecil mah. Yang penting Faiza bisa menjadi milik Aku,"jawab Rijal.
Keduanya pun berjabat tangan, tanpa mereka sadari seseorang sedang merekam pembicaraan mereka.
"Ternyata Pak Rijal menyukai Faiza, Aku nggak akan biarkan itu terjadi. Semua cowok kenapa sih suka dengan dia,"gumam Lela. Dia seorang staf administrasi, dia tidak pernah menyukai Faiza.
Lela segera meninggalkan ruangan Herman, dia takut jika mereka menyadari kedatangannya.
Lela lantas menuju ke kantin untuk melihat Faiza. Dia berencana membuat fitnah untuk Faiza.
"Faiza. Yanti. Kompak banget kalian, makan-makan nggak ngajak Aku!"sapa Lela.
Yanti yang tidak menyukai Lela, memilih diam.
"Yuk makan dengan Kami, pesan aja. Aku yang bayar,"kata Faiza.
Lela segera memesan ayam penyet plus nasi serta teh dingin.
"Jika gratis langsung mau, coba sama dia. Boro-boro di bayarin, pelit pun di pelihara. Biar cepat kaya ya?"celutuk Yanti.
Lela tidak memperdulikan apa yang dikatakan oleh Yanti, baginya itu hanya angin lewat. Yang penting dapat makan gratis.
Faiza yang sudah selesai makan siang langsung membayar makanan yang telah mereka makan.
Lantas dia dan Yanti segera meninggalkan Lela sendirian di kantin.
"Yan. Tadi kata Umi, jika Bang Raju nggak pulang dalam bulan ini. Aku akan di nikahkan dengan orang lain. Bagaimana ini Ya?"ucap Faiza.
Mereka memasuki halaman kantor, terdengar suara gelak tawa dari dalam ruangan Herman.
"Kenapa bisa rame banget ruangan Herman ya?"tanya Yanti.
"Yan. Kamu nih bukan jawab punya aku tanya malah balik tanya, gimana sih?"
"Maaf Faiza. Menurut Aku, benar yang Umi kamu katakan. Tapi Kamu mesti segera membicarakannya pada Raju,"
"Oce Yan. Makasih ya? Kamu emang sahabat terbaikku,"
Faiza memeluk Yanti dengan erat, wajah cantiknya berseri bahagia.
Hingga tiba-tiba, Rijal muncul mengagetkan kedua gadis itu.
"Aku juga mau Kamu peluk Faiza!"ucapnya.
Yanti yang mendengar perkataan Rijal langsung memelintir tangan Rijal.
"Bicara yang sopan ya Pak, atau Saya yang akan membantu anda untuk belajar tata krama,"ucap Yanti marah.
Rijal begitu kaget akan serangan mendadak dari Yanti.
"Maaf Yan, Aku becanda aja Kok. Mana berani Aku peluk-peluk cewek. Yah kecuali dia mau Aku peluk. Lepasin tangan Aku sakit tau,"kata Rijal.
Faiza mengisyaratkan Yanti untuk melepaskan Rijal melalui matanya.
"Baiklah, lain kali bicara hati-hati. Yuk Faiza, kita pergi dari manusia nggak ada akhlaknya."
Yanti mengandeng tangan Faiza, lantas mereka menuju ke ruangan masing-masing.
"Herman liat kelakuan anak buah Kamu, tangan Aku jadi sakit,"ringgis Rijal.
Herman yang melihat Rijal kesakitan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha.. Rijal. Kamu jangan main-main dengan Yanti, dia itu jago bela diri. Satria yang suka sama Faiza pernah di hajar habis-habisan oleh dia. Karena suka menggangu Faiza,"ucap Herman.
"Ya udah Aku akan belajar bela diri dulu baru bisa dekatin Faiza. Bodygardnya mengerikan,"kata Rijal.
"Tapi dia cantik kan?"
"Di mata Kamu tuh Yanti cantik, sama Aku Faiza yang paling semuanya. Yuk ke kantin kita makan siang."ajak Rijal.
Herman diam-diam mulai mengagumi Yanti, namun dia masih belum berani mengungkapkan isi hatinya.
Keduanya pun melangkah ke arah kantin yang letaknya di belakang kantor mereka.
Nampak Lela sedang menikmati makan siangnya.
Lela yang melihat ada Rijal langsung mendekati Rijal.
"Pak Rijal. Duduk sini barenga Aku."ajak Lela.
Karena merasa tidak enak menolak Rijal dan Herman pun duduk bersama dengan Lela.
Herman dan Rijal memesan ayam gerpek serta jus pokat dan jus jeruk peras.
"Herman. Kapan kita akan mengadakan rapat semua staff? Kamu kan belum memperkenalkan Aku sama semua yang ada di kantor," kata Rijal.
"Ia juga. Menurut Kamu kapan kita rapatnya?"tanya Herman.
"Besok sore habis asar boleh? Setengah jam sebelum kita pulang kerja,"jawab Rijal.
Percakapan mereka berhenti sesaat, karena pelayan membawa pesanan makanan untuk Rijal dan Herman.
"Jika boleh Aku tau, Pak Rijal di bagian mana tugasnya?"tanya Lela.
"Rijal akan bertugas bersama Faiza,. Dia kepala bagian keuangan sekarang,"jawab Herman.
"Apa? Satu ruangan dengan Faiza? Kenapa dengan Faiza Pak Herman? Satu ruangan dengan Aku aja ya?"pinta Lela. Dia tersenyum genit ke arah Rijal. Hal itu membuat Herman marah dan membentaknya.
"Lela. Siapa di sini yang berhak menentukan tugas kerja kalian? Saya atau Kamu?"
"Anda Pak Herman, saya permisi dulu. Masih ada surat yang harus saya buat."
Lela buru-buru pergi dari kantin, dia merasa sangat malu di bentak Herman di hadapan Rijal.
"Awas Kamu Pak Herman, liat saja Aku akan buat Kamu di pindahkan dari kantor cabang."gumam Lela.
Dia melangkah kakinya dengan tergesa-gesa menuju ke ruangannya.
Sesampai di ruangan dia kembali berpikir apa yang mesti dia lakukan agar Rijal tidak satu ruangan dengan Faiza.
Hingga sebuah tepukan di bahunya membuatnya kaget.
"Pantes masih jomlo, siang hari bengong aja kerja Kamu,"kata Haikal. Teman satu ruangan dengannya.
"Kamu Haikal mengganggu konsentrasi Aku aja, tolong print surat edaran kampanye program Flu burung."perintah Lela.
"Kamu kenapa? Cerita ke Aku mana tau Aku bisa bantu,"tanya Haikal.
Kemudian Lela menceritakan kegelisahan hatinya melihat Faiza di sukai Rijal.
Mendengar curhat dari rekan kerjanya itu, Haikal memiliki ide cemerlang.
"Sini Aku bisikin caranya Pak Rijal tidak mendekati Faiza,"