Herman sangat terkejut dengan kedatangan Ayah Yanti. Dia berjaga-jaga jangan sampai babak belur kena hajar oleh Ayah Yanti.
Lelaki paruh baya itu mendekati sepasang anak muda itu.
"Maaf Pak saya Herman. Teman satu kantor dengan Yanti,"ucap Herman.
Dia memperkenalkan dirinya seraya mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Ayah Yanti.
Namun sayang tangannya mengambang di udara, Ayah Yanti berjalan mendekatinya dan memperhatikan dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Apa tujuan Kamu mendekati Yanti?"
Pertanyaan aneh yang keluar dari bibir Ayah Yanti.
"Maksud Bapak? Aku nggak ngerti? Saya hanya mengantar Yanti saja tidak lebih Pak."ucap Herman takut-takut.
"Ya sudah, pulang sana. Kamukan sudah mengantarnya."usir Ayah Yanti.
Herman pun langsung keluar dari rumah Yanti. Dia benar tidak menyangka jika Ayah Yanti benar-benar mengerikan.
Yanti menyusul Herman dan mengucapkan terimakasih.
"Herman. makasih banyak sudah antar Aku, maaf masalah gosip yang di kantor. Aku janji akan membersihkan nama Kamu."kata Yanti.
"Ya Yan. Aku langsung balek ya? Ayah Kamu membuat Aku jantungan,"ucap Herman.
Tanpa mendengar jawaban Yanti, dia langsung pergi membawa motornya.
Yanti hanya bisa melongo melihat kepergian Herman.
Dia masuk kedalam rumahnya dan menuju ke kamarnya.
Namun langkahnya berhenti karena sang Ayah memanggilnya.
"Yanti. Kemari Nak!"
Dia kembali ke ruang tamu untuk menemui Ayahnya.
"Ia Ayah. Ada apa?"
Yanti menjatuhkan dirinya di kursi disamping ayahnya duduk.
"Nak. Siapa lelaki yang mengantar Kamu?"
Wajah Ayahnya itu nampak sangat berwibawa, berbeda sekali ketika ada Herman.
"Dia teman Aku Yah. Wakil ketua di kantor. Ayah nggak usah khawatir, Herman lelaki yang baik. Bukan seperti pacar Kak Intan,"
Ayah Yanti memeluk tubuh putrinya dan membisikkan nasehat pada Yanti.
"Nak. Tetap berhati-hati dengan lelaki ya? Ayah takut kamu mengalami kejadian seperti kakak Kamu, Kamulah harapan Ayah satu-satunya," ucapnya. Air matanya luruh membasahi wajah tuanya.
"Insya Allah Yah. Aku akan tetap berhati-hati. Mengenai Bang Jamal kekasih Kak Intan apa sudahbada kabar?"
"Belum Nak. Sampai saat ini entah dimana lelaki berengsek itu,"
"Ayah jangan khawatir Aku akan terus mencarinya, Aku akan bunuh dia. Oh ya nanti bila ada waktu kita temui Kak Intan ya?"ucap Yanti dengan penuh amarah.
Ayahnya menganggukkan kepalanya.
Yanti melangkah menuju ke kamarnya, dia mengganti pakaiannya lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Sementara itu di kota penang Malaysia. Raju sedang duduk santai sambil minu kopi, tiba-tiba terdengar suara panggilan dari ponselnya.
"Ada apa hal Pak Cik?"
"Saya lagi
Yanti meninggalkan Ayahnya di ruang tamu, dia segera ke kamarnya. Dia segera mengambil handuk dan menuju le kamar mandi.
Sementara itu di rumah Raju dia sedang menonton televisi di temani secangkir kopi.
Tiba-tiba terdengar dering ponselnya. Sebuah pesan datang Bos tempatnya bekerja.
"Awak jadi ke balek kampung?"
"Jadi Pak Cik. apahal?"
"Awak tak boleh ambek cuti, isteri saya nak melahirkan,"
"Baiklah Pak Cik?"
Raju menyimpan kembali ponselnya, rasa kecewa menyelimuti hatinya.
"Nggak bisa ketemu Faiza dulu Aku. Bagaimana ini? Aku sudah janji Akan pulang dalam waktu dekat ini. Tiket pun sudah Aku pesan,"
Raju terus berbicara dalam hatinya. Hingga dia mengirim pesan pada temannya untuk membatalkan kepulangannya ke indonesia.
Dia kemudian menuju ke kamarnya dan menemui Fida.
"Fida. Kita nggak jadi pulang ke kampung dulu ya? Bos isterinya mau melahirkan,"ucapnya.
Fida menghentikan aktivitasnya dan mendekati Raju.
"Mana bisa seperti itu Bang. Kita kan udah pesan tiket,"
"Mau bagaimana Abang kerja di tempat orang, ya mesti ikut apa kata Bos,"
Raju meninggalkan Fida yang memasang wajah cemberut.
"Ada aja ini Pak Cik, bikin Aku kesal aja. Aku akan temui dia besok untuk meminta cuti Bang Raju,"
Kembali dia mengambil baju mereka dan menyusun ke dalam lemari. Hingga satu jam dia melakukan pekerjaan itu. Hatinya sangat kesal karena Dia tidak bisa melihat siapa yang selalu di telpon suaminya itu.
Raju masih menatap ponselnya, Dia sedang memikirkan alasan apa untuk Faiza.
"Apa Aku katakan saja jika Aku kurang sehat?"gumam Raju.
Kemudian dia mengetik sebuah pesan dan langsung mengirimnya pada Faiza.
Malam pun semakin larut, hingga pagi pun mulai menyapa.
Faiza sudah bangun sejak subuh tadi. Gadis itu membantu Uminya di dapur.
Selesai membereskan dapur dia masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi bekerja.
Hanya butuh waktu sepuluh menit dia sudah selesai.
Faiza sarapan pagi dengan keluarganya.
"Umi, Abi. Aku berangkat dulu ya?"
Dia berpamitan dengan kedua orang tuanya dan mencium tangan Umi dan Abinya.
Sepeda motor matic sudah berdiri di halaman rumah. Faiza pun meninggalkan rumahnya menuju le kantornya.
Sesampai disana kantor belum terbuka, matanya menatap aneh ke arah seorang lelaki yang tersenyum padanya lelaki itu adalah Rijal.
"Hai. Aku Rijal," sapa Rijal. Dengan senyum yang begitu mempesona. Namun tidak dengan Faiza.
"Aku Faiza," balas Faiza.
Keduanya pun berbincang tentang kelangsungan program.
"Bagaimana jika akhir bulan ini jika semua laporan sudah selesai kita bakar-bakar ikan di laut?"usul Rijal. Dia sudah memikirkan ide untuk bisa menyatakan cintanya pada Faiza.
"Boleh saja sih, hanya saja jika malam Aku susah dapat izin,"jawab Faiza.
"Aku yang akan minta izin ke rumah Kamu bagaimana?"tanya Rijal.
"Jangan Aku takut malah nggak dapat izin lagi. Nanti Aku pikirkan gimana caranya agar dikasih izin sama Umi."
Keduanya pun terus bercerita, Rijal sangat gembira bisa berada di dekat wanita yang di cintainya.
Hingga petugas kantor pun datang membuka pintu, mereka berdua menuju ke ruangan masing-masing.
Sementara itu Fida yang sedang memberi makan untuk putranya Suffi ,menerima pesan dari Faiza. Namun dia mengabaikannya.
"Aku tidak akan menghubungi lagi nomor ini, takutnya ini nomor teman atau saudaranya Bang Raju. Aku harus percaya pada suamiku,"gumam Fida.
Dia mengajak putranya untuk mandi, kemudian Fida memghidupkan televisi agar Suffi tidak mengganggunya mengerjakan pekerjan rumah.
Bocah lelaki itu seakan mengerti kesibukan ibunya. Film kartun yang di pilih Fida kadang-kadang membuatnya tertawa sendiri.
Fida meninggalkan Suffi di ruang tamu. Lalu dia mengambil kain kotor di keranjang baju, Fida mencuci baju tiga hari sekali.
Dia mulai memilah celana dan baju milik suaminya dan juga baju miliknya serta baju Suffi. Fida merogok saku baju satu persatu, dia tidak ingin ada surat penting yang ikut basah. Setelah baju selesai, dia kembali memeriksa kantong celana kerja Raju. Ketika celana terakhir dia menemukan sebuah struk pembayaran di sebuah toko, yang membuatnya sangat marah.