Raju berteriak dengan keras di ujung telpon membuat Faiza meninggalkan Rijal.
"Iih Bang. Apa sih cemburu nggak ada tempatnya. Dia itu atasan Aku di kantor, dan sudah bantu Aku untuk antar berkas ke kantor pos."kata Faiza panjang lebar.
Dalam hatinya bahagia mendengar rasa cemburu Raju padanya.
Selesai berbicara sesaat Faiza kembali ke tempat Rijal berada.
"Siapa yang nelpon? Pacar Kamu ya?"tanya Rijal.
"Ia nih. Bang Raju telpon, masak dia cemburu sama Abang,"jawab Faiza.
Rijal tersenyum menanggapi jawaban Faiza.
"Aku pasti akan singkirkan semua rasa yang ada di hatimu Faiza, dan ketika kekasihmu pulang. Kau sudah jatuh cinta padaku,"batin Rijal.
Pelayan pun datang membawa pesanan mereka. Keduanya menyantap makanan yang telah mereka pesan. Selesai makan, Faiza ingin ke kasir untuk membayar. Namun Rijal mencegahnya.
"Faiza. Biar Aku yang bayar, Kamu tunggu di luar aja."pinta Rijal.
Faiza pun mendengarkan apa yang di katakan oleh Rijal. Dia berjalan keluar dari Kafe tersebut.
Sementara itu Rijal pergi ke kasir dan membayar makanan mereka.
Lantas mereka berdua langsung kembali ke kantor. Di dalam mobil Faiza memperhatikan foto-foto Raju di media sosial milik Raju.
"Kenapa Bang Raju sering banget foto dengan anak kecil ini ya? anak siapa ini? atau anaknya Bang Raju?" banyak tanda tanya menyelimuti hati Faiza. Ada sedikit keraguan datang padanya, namun segera dia menepis segala prasangka pada kekasih hatinya. Benar kata orang jika sudah cinta, mata kita akan buta melihat kebenaran.
Tidak terasa mereka telah tiba di kantor, Faiza segera turun. Tidak lupa dia mengucapkan banyak terimakasih pada Rijal.
"Terimaksih banyak Bang. Udah bantuin Aku,"ucap Faiza.
"Sama-sama, tapi Aku mau imbalan Faiza,"
ucapan Rijal membuat Faiza kaget.
"Imbalan? Apa?"tanyanya
"Tersenyumlah selalu untukku!"
Rijal langsung berlari kecil meninggalkan Faiza yang kebingungan mendengar ucapannya.
Yanti yang melihat kedatangan Rijal dan Faiza, menghadang jalan Rijal.
"Dari mana Bang? Kok barengan dengan Faiza?"tanyanya.
"Aku bantu Faiza antar berkas dia tadi, mau di kirim ke kantor pusat. Yanti. Tolong Kamu urus Aku dan Faiza agar jadianlah. Kamu kan sahabatnya,"sahut Rijal.
Yanti memperhatikan wajah Rijal dengan seksama, dia kemudian membisikkan sesuatu pada Rijal.
"Wajah Abang kurang tampan, Faiza pasti nggak mau dia. Dengan Aku aja ya?"ucapnya seraya mengelipkan mata genitnya.
Mendengar perkataan Yanti, Rijal langsung berlari meninggalkan gadis itu.
"Hahaa.."
Tawa Yanti menertawakan Rijal yang ketakutan dengannya.
"Ya Allah. Bang Rijal. Baru itu aja udah takut, gimana jika Aku ajak tidur ya?"
Yanti tersenyum sendiri membayangkan reaksi Rijal. Hingga tepukan di bahunya membuatnya terkejut.
"Ngapain Kamu ketawa sendiri Yan? Rumah sakit jiwa sudah penuh. Nggak muat jika nambah Kamu, hahaha!"
"Apa sih Kamu Faiza, ganggu orang aja. Aku nggak mukin gila. Kamu tuh yang gila, masak masih aja setia dengan si Raju yang tidak jelas itu," ucap Yanti.
"Biar aja, kok kamu yang sewot. Pindah sana,"ucap Faiza.
Dia meninggalkan Yanti yang mematung di tempatnya. Ada rasa sedih menjalar di hatinya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Faiza.
"Hiks.. Hiks.. Faiza. Aku khawatir dengan Kamu," suara lirih Yanti menangis. Dia lantas keluar dari kantor menuju ke kantin.
Sementara itu Faiza yang sudah ada dalam ruangannya memanggil-manggil Yanti.
"Yan. Sini bantu Aku. Ngapain Kamu di pintu, mau jadi satpam?"teriak Yanti di kejauhan.
"Mana tuh anak, apa dia marah dengan perkataanku tadi?"gumam Faiza.
Dia meneruskan pekerjaannya membuat rancangan proposal ke kantor pusat.
Karena merasa Yanti lama sekali datang, Faiza mencari sahabatnya itu.
"Kemana tuh anak? Cepat kali menghilangnya. Apa di kantin?"gumam Faiza
Lantas dia pergi menuju ke kantin, nampak olehnya Yanti sedang duduk termenung sendirian.
"Ngapain bengong? Pantesan jomblo siang-siang ngelamun,"ujar Faiza.
Melihat kedatang Faiza, Yanti langsung menangis.
Hiks.. hiks.. Kamu jahat Faiza! Aku khawatit jika Kamu di bohongin sama si Raju itu,"
Faiza mendekati Yanti dan memeluknya. Keduanya pun menangis bersamaan.
"Maafkan Aku, percayalah. Jika Bang Raju hianatin Aku, Dia pasti nggak bahagia hidupnya. Yuk kita makan, pesan aja Aku bayar."
Akhirnya keduanya pun makan siang di kantin.
Sementara itu di tempat lain di kota penang Malaysia.
Raju sedang melayani para pembeli, banyak sekali pelanggan yang datang ke kedai runcit tempatnya bekerja.
"Pak Cik. Aku nak gula sekilo, telor dan juga minyak. Tolong segera dikemas ya?"pinta salah satu pembeli.
"Baik akak,sekejap saya nak buat."
Raju dengan cekatan memasukkan barang yang diminta oleh pelanggannya ke dalam kantong plastik.
Q"Sila bayar di cashier!"kata Raju.
"Oce, thank you!"
Raju kembali melayani pembeli yang lain. Berbagai macam barang kebutuhan pokok tersedia di kedai runcit itu.
Waktu terus berjalan tidak terasa waktu zuhur pun telah tiba. Raju segera meninggalkan kedai runcit dan menitipkannya pada temannya.
"Irfan. Aku titip kedai ya? Mau makan dan solat dulu,"ujarnya.
"Siap pak. Jangan lama-lama, Aku juga belum makan dan solat,"balas Irfan.
Raju segera menuju ke sebuah surau kecil yang agak jauh dari kedai.
Di dalam perjalanan ke sana, ponselnya berbunyi.
"Assalamualaikum Bu. Aku mau solat nanti aja Aku telpon balik ya?"
"Waalaikumsalam. Ia Nak. Hati-hati!"
Terdengar suara perempuan paruh baya di ujung telpon.
Setelah menutup telpon dia segera mempercepat langkah kakinya.
Sekitar sepuluh menit dia menunaikan kewajibanya pada sang pencipta, Raju bergegas menuju kembali ke kedai.
Disana dia di kagetkan dengan kedatangan Fida, isterinya.
"Ngapain Kamu kemari?"tanya langsung.
Dia menjatuhkan bokongnya di sebuah kursi dan menatap ke arah Fida.
"Aku mau nemui Bos Abang. Biar segera memberi izin Kamu cuti,"
Fida menempati kursi di sebelah Raju.
"Kan sudah Aku beritahukan pada Kamu jika isteri Bos mau melahirkan, pulang sana Aku mau kerja,"kata Raju ketus.
Dia tidak menyangka Fida berani datang ke kedai dan ingin menemui Bosnya.
Dengan memasang wajah cemberut Fida meninggalkan kedai tempat suaminya bekerja.
"Aku akan segera memesan tiket ke kampung Kamu, walaupun tanpa dirimu Aku akan temui gadis sialan itu,"batin Fida.
Dia membawa sepeda motor menuju ke sebuah rumah tempat dia bekerja dulu.
Sementara itu Raju mengambil makanan yang sudah di sediakan oleh pemilik kedai di ruang khusus untuk mereka.
Dia makan dengan lahapnya, tanpa menyadari kedatangan Irfan teman kerjanya.
"Enak banget kamu makannya ya? Sampai lupa sama Aku. Cepat makan Aku juga sudah lapar,"
Setelah berkata demikian Irfan meninggalkan RajuĀ yang sedang menghabiskan makanannya, tanpa mendengarkan jawaban Raju.
"Dasar Kau Fan, ganggu orang makan aja,"gumam Raju.
Dia lantas segera menghabiskan makan siangnya dan langsung menuju ke kedai.
Irfan yang melihat kedatangan Raju segera meninggalkan kedai untuk melaksanakan kewajibannya sebagai muslim.
Suasana kedai sepi jika siang hari, hanya beberapa pembeli yang datang untuk membeli rokok dan cemilan.
Raju melihat ke arah jam, dia berencana untuk menelpon Faiza sebentar.
"Aku telpon Faiza sebentar saja, lalu Aku telpon Ibu,"
Dia mengambil ponselnya dan menghubungi kekasih tercinta.
Tut.
Tut.
Tut.
Karena Faiza tidak mengangkat panggilannya. Raju menelpon ibunya.
[Bu. Apa kabarnya?]tanyanya.
[Baik Nak, apa Kamu ada telpon Faiza?]jawab Ibu Raju di ujung telpon.
[Ada Bu. Tapi barusan nggak dia angkat Aku telpon,]
[Pulanglah segera jika Kamu tidak ingin Faiza di nikahkan dengan lelaki lain. Karena Ibu dengar dari tetangga, sudah ada yang mau melamar Faiza,]
[Apa? Tidak boleh yang menikahi Faiza selain Aku Bu,]