Chereads / ADA CINTA DI PUTIH ABU-ABU / Chapter 10 - Ayah dan Kak Hasyim

Chapter 10 - Ayah dan Kak Hasyim

"Duh pedes banget enakkk" ujar Eren.

Sementara itu saat Eren sedang menyantap makannya dengan nikmat Nao asyik dengan ponselnya hingga makanan yang ia buka dari tadi tidak kunjung habis.

"Ih apaansih makan lah main hape mulu loh. Balesin dari siapa sih" ucap Eren dengan nada suara kepedesannya dan gerakan melirik layar ponsel Nao.

"Nih liat" Nao menunjukan laya ponselnya kehadapan wajah Eren.

"WOW?!!! Jadi lo udah se intens itu sama anak kelas IPA 1 itu. Siap namanya deh?!" Eren langsung terkejut melihat layar ponsel Nao.

"Besok nonton Eternals yuk" pesan yang tertera dilayar ponsel Nao, tidak lain dari Rei.

Mereka pun menghabiskan malam berdua dipenuhi dengan canda tawa hingga larut malam dan tidak lupa Nao menceritakan bagaimana perasaan nya kepada Rei yang membuat Eren terkejut dan melupakan masalahnya.

* * *

Sementara disisi lain dirumah Eren Ayah dan Ibunya berdiskusi masalah Eren. Ayahnya memberi tahu dengan nada pelan dan lembut kepada Ibunya agar dimengerti dan tidak penuh dengan emosi.

"Gini loh bu, anak kita itu Eren memang berbeda dengan para kakaknya. Eren punya prinsip hidup sendiri dan kita tidak bisa sepenuhnya untuk mengatur itu semua" ujar Ayahnya.

"Tapi yah, anak itu akan jadi tidak punya masa depan jika dibiarkan dengan pilihannya sendiri. Ibu mulai mengingatkan dari nada lembut tapi kayak gak pernah didengerin" jawab Ibu dengan nada yang sudah mulai menurun.

"Ayah ngerti ibu pasti mau yang terbaik untuk Eren. Tapi ibu gak bisa untuk menyamaratakan Eren dengan Arin dan Hasyim bu, Eren bisa sukses dibidangnya kalo dia dikasih kebebasan untuk berekspresi dan diberi kesempatan menunjukan bakatnya"

Ibu terdiam sejenak merenungkan setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, memikirkan dan memilih bagianmana yang menurutnya benar dan perlu untuk dikoreksi. Namun tidak ada satu katapun yang ia temukan untuk mencari celah kesalahan dari kata suaminya itu.

Didalam hatinya ia mengiyakan bahwa dirinya terlalu keras terhadap anak bungsunya, menyamaratakan bukanlah hal yang wajar tetapi ego orang tua yang masih tinggi dibenak Ibunya yang berpikir bahwa setiap orang tua harus ikut andil disetiap pilihan hidup anaknya masih sangat kuat menjadikan Ibunya masih menyangkal dari perkataan suaminya.

"Udah lah yah, mamah pusing! Mau tidur"

"Itu kalo kamu mau makan, rendang sudah diangetin"

Sedangkan istrinya bergegas masuk kedalam kamar ia masih duduk diruang tengah, sesekali ia mengelus kepalanya sendiri dan mengusap wajahnya ada perasaan gagal yang menghantuinya. Gagal meenyatukan dua isi kepala anak dan istrinya, berbeda prinsip dan harus banyak cara yang ia pikirkan agar anak dan istrinya bisa berdamai.

Untuk menenangkan pikiran ia bergegas kedapur membuat teh hangat serta membuat cemilan pisang goreng. Melihat pisang gepok yang tergeletak didekat meja makan membuatnya berpikir untuk menggorengnya dengan dilapisi tepung bumbu instan yang istrinya stok setiap bulannya.

Tidak lama saat teh hangat dan pisang goreng sudah tersaji dimeja makan terdengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang berjalan cepat.

"Srrrtt"

Terlihat Hasyim yang baru saja pulang kerja dengan pakaian yang basah kuyup serta gigi gelemetuk karena kedinginan.

"Ya ampun kamu hujan-hujanan?!" tanya Ayahnya yang sedang berdiri dan membawa secangkir teh hangat.

"Jas hujan aim ketinggalan di teras depan yah. Udah malem juga jadi dipaksain pulang deh,," jawab Hasyim sambil berjalan ke kamar mandi.

Aim adalah panggilan keluarga untuknya karena saat ia kecil tidak bisa melafalkan namanya dengan penuh. Haysim juga merupakan anggota keluarga yang paling netral ia anak yang jarang marah terhadap kedua orang tuanya dan sikap yang manut kepada keduanya.

"Nanti sebelum ke kamar Ayah mau ngobrol dulu sebentar ya sama kamu" teriak Ayahnya dari penghujung ruangan.

Ia menunggu Haysim mandi dengan menikmati cemilannya sambil menonton club bola kesukaannya Manchester United meskipun dalam beberapa babak club bola itu kalah namun kecintaannya terhadap club bola tersebut tidak lantas hilang. Ayah merupakan fans yang bisa dibilang fanatik hampir semua pernak-pernik club tersebut ia beli, 3 tahun lalu ia dan istrinya menghabiskan liburan ke Inggris dan tentu saja tidak lupa berwisata ke Old Trafford untuk melihat stadion bola clubnya dan membeli pernak-pernik.

Srup srup suara menyeruput teh hangat.

"Bagi dong yah pisang gorengnya!" ujar Haysim yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan celana pendek serta handuk yang masih menggelantung di lehernya.

"Ya ambil" jawab Ayahnya dengan nada datar.

"Ayah mau ngomong apa tadi?" tanya Hasyim sambil memegang pisang goreng dan mengeringkan rambutnya.

Ayahnya diam sejenak memikirkan harus mulai dari mana obrolan ini.

"Gini.. tadi Ibu dan Eren berantem lagi,, karena Eren pulang sekolah telat. Jam 7 malam baru sampai rumah" ujar Ayahnya dengan memegang dengkulnya sendiri.

Hasyim yang sedang enak makan pisang goreng langsung tersedak mendengar berita tersebut, wajahnya yang reflek langsung menghadap ke Ayahnya.

"Hah?! Kok bisa yah?" dengan wajah yang penasaran dan kaget.

"Ya! Kamu tau Ibu kamu seperti apa kepada Eren sangat protektif'

"Hampir mau kabur tadi dia dari rumah" ujar Ayahnya lagi.

Mendengar kalimat itu Haysim yang tadi kaget kini makin kaget karena mendengar adiknya mau kabur, hal yang tidak pernah ia lakukan bahkan kepikiran saja tidak.

"Hah?! Ya ampun,,, Eren… Eren… terus gimana yah? Ini sekarang dia dimana?" tanya Hasyim penuh dengan rasa penasaran.

"Dirumah Nao temannya, yang rumahnya di komplek depan. Ayah ngebiarin dia nginep mungkin juga dia butuh ketenangan"

"Ada yang Ayah mau diskusikan dengan kamu malam ini, karena menurut Ayah kamu yang paling netral dan tidak terlalu neko-neko" jawab Ayahnya santai.

"Apa yah?"

Ayahnya menceritakan tentang obrolan yang tadi ia bicarakan dengan istrinya tersebut penuh dengan penjelasan yang panjang dan memilih kata yang tepat agar anaknya mengerti. Malam itu seperti malam yang sangat panjang karena ia dan Hasyim mengobrol panjang lebar hinggal larut malam.

"Ya,, kalau menurut ku sih yah memang Ibu juga nggak boleh kayak gitu ke Eren secara setiap anak pasti punya sifat dam bakatnya masing-masing" ujar Haysim mengutarakan pendapatnya.

"Setuju! Ayah sudah berkali-kali bilang sama Ibu untuk tidak seperti itu tapi ya kamu tau Ibumu seperti apa. Kan?!" ujar Ayah sambil menguap.

"Nanti aku coba bantu ngomong deh yah sama Ibu buat jangan kayak gitu sama Eren. Kasian juga"

"Iya Ayah minta bantuan kamu ya buat bilang ke Ibu" jawab ayahnya lagi dengan mengucak matanya.

Waktu menunjukan pukul 01.00 WIB tiang listrik sudah dipukul oleh hansip yang sedang berkeliling, pisang goreng juga sudah habis menandakan obrolan akan segera berakhir.

"Ayah duluan ya, ngantuk banget! Capek tadi habis benerin kran air yang dibelakang tadi" ucap Ayah sambil bergegas ke kamar.

"Ok yah. Aim juga ngantuk banget, tadi pasien banyak banget" tanggap Hasyim yang ikut berdiri dari duduknya.

Sesampainya di kamar Hasyim langsung terpikir untuk menelpon adiknya yang sedang menginap dirumah temannya. Membuka ponselnya lalu mencari nama kontak adiknya di panggilan masuk.

Nada telpon berdering namun sudah hampir 1 menit tidak diangkat, ia coba lagi dan untuk panggilan kali ini diangkat oleh adiknya.

"Kenapa kak?" dengan nada bangun tidur.

"Lo gapapakan? Jangan aneh-aneh ya, gue udah denger semua dari Ayah tadi. Besok gue bantu ngomong sam Ibu" jawab Hasyim dengan nada cepat karena mengetahui adiknya sudah tertidur.

"Iya kak" jawab adiknya singkat lalu dimatikan begitu saja telponnya.