Point of View dari Rei.
"Ibu baru beli tanaman baru. Pada mau lihat nggak ya?" Ibu mengirim pesan di grup Whatsapp keluarga, tentu saja anggotanya adalah Ayah dan ketiga anaknya.
Pekenalkan nama gue adalah Rei dengan nama panjang Rei Rangga Utomo yang merupakan anak ketiga dari keluarga Utomo. Ayah gue merupakan komisaris di PT Tekstil Indo, tidak hanya bekerja sebagai komisaris Ayah juga mempunyai beberapa usaha lain yaitu bahan bangunan.
Ayah merupakan keturunan dari keluarga Utomo yang terkenal dengan usahanya yang maju serta anak perusahaannya yang berada dimana-mana merengkap semua sektor kebutuhan manusia, namun Ayah tidak mau memanfaatkan kekayaan yang sudah ada dan hanya meneruskan saja Ayah memulai usahanya sendiri dari bawah.
Ibu adalah seorang dosen disalah satu Universitas negeri di Jakarta dengan gelar S2 jurusan komunikasi, Ibu memilih karirnya menjadi dosen karena ingin mengabdi dan memajukan anak bangsa lewat mengajar. Tidak hanya sebagai dosen Ibu juga mempunyai yayasan mengajar untuk anak jalanan mengumpulkan teman satu profesinya untuk ikut andil menyalurkan ilmu kepada anak jalanan tersebut.
Gue mempunyai dua kakak yang pertama adalah perempuan dan yang kedua adalah laki-laki namanya Raisa Nirmala Utomo 28 tahun dan Zein Arya Utomo 23 tahun. Keduanya merupakan kakak yang baik walaupun sesekali sangat menjengkelkan karena suka memperlakukan adiknya seperti personal asistennya.
Kakak gue yang pertama baru saja menyelesaikan studinya di US dan setelahnya beberapa bulan lulus langsung memutuskan untuk menikah dengan seorang masinis dan tahun ini kak Raisa sedang mengandung anak pertamanya yang merupakan keponakan gue.
"Dek, ambilin gue sereal dong. Laper kalo bisa sekalian bikinin jus mangga sih. Ngidam,,"
"Dekkk!!!" ujar Kak Raisa dengan melemparkan bola kertas ke kepada gue.
"Apansih gue lagi war, ganggu aja luuu"
"Plis plis plis, gue kasih 100rb buat lu kalo hari ini lu baik sama gue" ucap kak Raisa.
Ya begitulah kurang lebih percakapan keseharian gue dengan kakak gue yang pertama, kak Raisa masih sering kerumah karena jarak rumah yang ditempati dengan suaminya tidak jauh dari rumah Ibu.
Kakak gue yang kedua masih sibuk menyelesaikan skripsi S1-nya yang penuh dengan kemalasan kadang dia suka menyuruh gue untuk mengetik atau merevisi bagian layout yang salah. Oh ya, kak Zein punya usaha cuci sepatu dan sudah lumayan terkenal jadi terkadang fokus skripsi dengan usahanya terbagi.
"Lo mau duit nggak?" ucap kak Zein.
"Ya maulah, aneh nggak mau duit mah"
"Promosiin cuci sepatu gue kalo ada dua orang yang kesini. Bayarnya satu ke lo" ucapnya lagi.
Perdebatan gue dengan kakak gue tidak lebih hanya sekadar promosi usahanya.
Hari sabtu pagi sampai siang merupakan hari keluarga dimana semua anggota keluarga harus berada dirumah dan tidak boleh ada jadwal keluar sampai siang. Hal yang biasa keluarga gue lakukan pada hari itu adalah sarapan pagi lalu berkumpul di ruang keluarga dan makan siang serta berbagi cerita tentang hari yang sudah dilewati, karena hari seni sampai jumat sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Ibu besok mau masak cumi asam manis, ayam goreng tepung, kangkung sama gudeg dan nggak lupa sambal" ucap Ibu yang sedang tiduran di kamar bersama gue dan kak Zein.
"Request dong bu aku mau dimasakin kentang goreng pedes tapi yang tipis-tipis" ucap gue.
Tidak lama Ibu menyebutkan masakan yang akan ia buat besok telepon berbunyi terlihat dilayar nama Raisa putriku cantik. Ya kak Raisa.
"Ibuuuu! Besok aku mau ayam terus sausnya salted egg gitu enak ya mah. Ngiler nih" ucap kak Raisa.
"Ya besok Ibu bikinin semua requestan kalian ya. Gimana cucu mamah udah nendang-nendang belom?"
"Tadi nendang sakit banget mah" ujar kak Raisa.
Ayah mempunyai hobi memancing dan akhir bulan mengajak kita semua memancing didaerah Bandung, ia menyuruh kak Raisa mencari villa dengan fasilitas danau untuk memancing sedangkan Ibu mempunyai hobi mengoleksi tanaman. Hampir disetiap sudut rumah gue pasti selalu ada tanamanya, makanya tidak heran kalau ada teman gue yang kesini selalu bilang ini rumah seperti cagar budaya.
Ayah dan Ibu gue merupakan dua orang yang paling berjasa untuk anak-anaknya dimulai dari didikan mereka terhadap anak-anaknya serta bagaimana mereka memeperlakukan anaknya seperti partner, tidak ada yang paling superior dikeluarga ini.
Sekilas mungkin keluarga gue hampir terlihat sempurna ekonomi yang bagus, orang tua yang baik dan anak-anaknya yang mungkin hampir dibilang sukses. Namun gue masih merasakan bagaimana kesepian kala rumah tidak ada orang, ingin merasakan pulang sekolah disambut oleh Ibu bukan oleh mbok yem.
Oh ya, kenalin juga anggota keluarga gue yang sangat berjasa dalam rumah ini. Mba Ayu. Mba Ayu merupakan orang yang membantu Ibu untuk membesarkan anaknya mulai dari kak Raisa sampai gue.
Mba Ayu sangat baik dan tidak neko-neko bahkan sudah dipercayai oleh Ayah sebagai kepala asisten rumah tangga dirumah karena ada beberapa mba yang ikut andil dalam rumah ini.
* * *
Minggu ini adalah akhir bulan dimana rencana keluarga yang ingin berlibur di Bandung serta Ayah yang ingin memancing dengan suasana yang berbeda. Keribetan dimulai saat Jumat malam.
"Ayo packing semuanya, kitakan mau berangkat nanti habis maghrib" ujar Ibu dengan membereskan perlengkapan masakan di dapur.
"Dek, Zein ayok jangan main PS aja!" ujar Ibu lagi kali ini dengan membawa sapu lidi di tangan kananya. Seolah ingin memukul kedua anaknya ini dengan sapu lidi.
"Ayo! Ayo! Ayo!"
"Iya mah" gue dan kak Zein langsung melompat dari sofa.
Sesampainya dikamar melihat ponsel yang dari tadi tergeletak gue langsung mengambilnya. Terlihat banyak notifikasi pesan Whatsapp.
"Iya, besok jadi pergi sama keluarga?" isi pesan yang paling atas dari Nao.
Nao mengirimkan pesan dari jam 14.00 WIB dan baru dibaca sama gue jam 16.00 WIB.
"Aaaaa maaf tadi hapenya lagi di cas. Iya,, besok jadi. Kenapa?"
"Nggak apa, have funn!! Xixi" balas Nao.
"Thanks. Kalo lu besok mau kemana?
"Dirumah aja sih, paling anterin papah ke showroom mobil"
"Oke! Gue packing dulu nanti dikabari lagi ya"
Suara mobil sudah terdengar dari garasi Ayah yang sedang memanaskan mobil pertanda sebentar lagi akan berangkat, Ibu yang sudah siap dengan barang bawaanya yang banyak seperti ingin pindahan sudah terlihat diluar.
Gue melihat kak Zein sudah siap dan membantu memasukan barang bawaan ke bagasi mobil, kak Raisa yang sampai detik ini belum terlihat batang hidungnya membuat Ayah sedikit kesal.
Gue memutuskan langsung turun kebawah, tidak lama gue menginjakan kaki Ayah sudah menyuruh gue untuk menelpon kak Raisa.
"Kak lo udah siap belom sih lama banget"
"Bentar lagi dandan dulu. Nanti gue sama mas Andri kesana naik motor"
"Cepet Ayah udah marah-marah"