Chapter 18 - Nao

"Ibu berangkat kerja dulu ya nak, di meja makan udah ada roti pakai slai kacang kesukaan kamu" pamit Ibuku dari lantai bawah.

Aku yang masih tertidur dibalut oleh selimut yang membuat tubuhku lebih nyaman, AC dikamarku memang sengaja aku dinginkan namun tidak lantas aku tidak membutuhkan selimut untuk membuat kehangatan di tubuhku.

Aku melihat jam dinding yang tepat didepan kasurku, jam menunjukan pukul 05.00 WIB Ibuku sudah berangkat kerja dan memulai harinya ia berangkat lebih awal karena menurutnya menjadi manusia yang tepat waktu adalah kehormatan ia seolah tidak mau bertemu dengan kemacetan yang parah dan akan membuatnya kesal.

Ibuku adalah seorang Public Relations ia pernah menjabat sebagai kepala Corporate Communication di perusahaan milik BUMN namun karirnya berakhir setelah melahirkanku mungkin menurutnya mengasuh anak dan menjadi istri yang hanya dirumah saja adalah hal yang baik saat itu, kini ia tunjukan lagi kemampuannya sebagai Public Relations disebuah perusahaan asuransi menjabat sebagai Corporate Communication.

Ayahku adalah seorang General Manager di perusahaan swasta ternama karirnya mugkin bisa dibilang sangat bagus karena disetiap cerita yang ia bagikan kepadaku semuanya berjalan mulus seperti tidak ada celah gagal untuk dirinya.

Keduanya merupakan orang tua yang sangat baik menyayangi aku dengan sepenuh hati, setiap hari diberikannya kasih sayang serta perhatian yang sangat tulus. Rasanya pada saat itu aku adalah anak yang paling beruntung jika aku bisa bandingkan dengan teman-temanku.

Ekonomi keluarga yang sangat baik, orang tua yang mempunyai gelar serta karir yang bagus, eyang yang sangat perhatian kepada cucunya dan semua anggota keluargaku yang baik.

"Nao sedikit lagi punya adik ya!" ucap eyangku pada saat aku berumur 4 tahun. Mungkin jika bisa menggambarkan suasana hatiku pada 11 tahun lalu aku sangat senang karena akan mempunyai adik yang lucu dan imut.

Aku mempunyai adik laki-laki yang hanya berjarak 4 tahun dariku yang bernama Keef Araya sekarang ia sudah berumur 11 tahun dan masih duduk di bangku SD.

Hidup ini bagaikan rollercoaster tidak pernah ada jalan yang benar-benar lurus hanya ada jalanan yang bergelombang naik dan turun serta belokan yang sangat curam. Kebahagiaan keluargaku serta keharmonisan yang sudah aku ceritakan sebelumnya harus selesai setelah Ibuku beberapa kali memergoki Ayahku yang sedang berjalan dengan perempuan lain. Dibuatnya sesak nafas didada karena rasa sakit yang tidak pernah ia inginkan sebelumya.

"Kamu tuh ya mas,, pulang larut malem terus. Ada kerjaan apa sih?!" tanya Ibuku dipanggilan telepon dengan nada yang tinggi pada malam hari yang sunyi.

Rumah yang sudah gelap dan semua anggota keluarga sudah masuk ke kamar masing-masing termasuk mba yang membantu kami dirumah, hanya ada Ibu seorang diri yang duduk diruang TV menunggu Ayahku pulang kerja.

Jam menunjukan pukul 01.00 WIB terdengar suara mobil yang sudah tidak asing lagi ditelinga kami semua, iya Ayahku baru saja pulang. Dibukanya pintu dengan penuh hati-hati berharap tidak ada suara sedikitpun yang keluar saat pintu terbuka, namun Ayah seolah terkejut melihat Ibu yang sedari tadi menunggunya di ruang TV.

"Kamu ya mas, sudah hampir sebulan kamu pulang larut malam terus!" ucap Ibuku dari balik sofa.

"Aku ada proyek besar, meeting sana sini dengan client yang jaraknya lumayan jauh!" jawab Ayahku dengan nada sedikit membentak.

"Proyek apa yang kamu jalanin hah?! Aku tanya semua bawahan kamu kalo nggak ada proyek yang lagi dijalanin, bahkan tender aja belom menang" jawab Ibuku dengan cepat dibuka ponselnya yang dari tadi ia genggam seperti ada sesuatu yang ingin ia tunjukan.

Ayahku hanya terdiam diletakan tangannya di kening seolah ada sebuah rahasia yang sedang ia tutup dalam-dalam, wajah kebingungan itu terlihat dengan jelas siapapun yang melihatnya.

"NIH?! INI PROYEK BESAR YANG SEDANG KAMU LAKUIN. HAH?" Ibu meracau dengan sangat kencang dengan gerakan tangannya yang melihatkan isi foto yang berada di ponselnya.

Pada saat itu aku tidak mengetahui apa yang sedang Ibu tunjukan kepada Ayah karena jarak antara aku yang sedang berdiri ditangga dengan ruang TV sangat jauh.

"Kamu lihat dengan jelas kan?! Ini yang kamu bilang proyek besar. Hah?! jawab" Ibuku semakin meracau sekarang diikuti dengan suara isak tangis yang keluar dari mulutnya, diusapnya sendiri air mata yang jatuh kepipinya.

"Aku mau cerai, aku sudah siapkan semua berkas yang ada kamu tinggal tanda tangan saja" Ibu mengakhiri percakapan.

Ternyata setelah Ibu menyelidiki Ayahku satu tahun ini sudah beberapa kali ia selingkuh dengan perempuan lain, Ibu hanya mencoba bertahan tetapi semua rasanya sia-sia.

Aku bisa menceritakan dengan detail karena pada saat itu aku melihat sendiri, hari sudah larut malam namun aku tidak bisa tidur dan memutuskan untuk mengambil minum didapur saat aku hendak turun kebawah baru beberapa anak tangga yang aku pijaki sudah melihat Ibu yang sedang memarahi Ayah.

Akhirnya mereka resmi bercerai pada saat aku kelas 3 SMP rasanya sulit menerima ini semua, namun hidup harus tetap berjalan dan berdamai dengan keadaan adalah jalan terbaik. Hubungan aku dengan Ayah berjalan cukup harmonis begitupun Ayah dengan adikku, Ibu memutuskan bekerja lagi untuk tetap bisa menghidupi kedua anaknya.

* * *

"Wey,, bengong aja nih!" ucap Eren yang mencoba mengagetkan ku.

Aku yang sedang terdiam sontak terkaget es diplastik yang sedang aku genggam hampir saja terlepas dari genggamanku.

"Ada apa sih Nao?!"

"Gapapa, gue lagi mikir aja gimana kalo orang tua gue dulu nggak cerai. Mungkin hidup gue akan lebih bahagia dari ini" ucapku pelan.

Wajah Eren langsung menyeringit dengan mata memandangku dilipat kedua tangannya didada seperti orang yang akan menceramahiku.

"Lo nggak boleh mikir kayak gitu,, semua hal dihidup ini udah pasti jalan yang terbaik. Lo ngomong kayak gitu sama ajaa bilang kalo hidup lo yang sekarang nggak bahagia. Inget nyokap lo udah mati-matian buat bikin lu berdua bahagia" ceramah Eren menasehatiku dengan penuh ekspresif dan gaya motivator.

Eren memang sahabat yang baik dia tidak pernah membiarkan aku ini terbelenggu dengan pikiran ku sendiri, padahal dia juga mempunyai masalah dikeluarga yang cukup berat, meskipun kami sering mempunyai pemikiran yang bertolak belakang tetapi itulah yang menyatukan kami.

"Haha, iya elah. Gue lagi iseng aja mikir kayak gitu"

"Gaya lo udah kayak motivator yang di tipi-tipi" ucapku dengan menepuk lengan Eren.

Aku mengakui Eren adalah teman mengobrol yang paling menyebalkan karena selalu bisa membantah perkataanku dan membalikannya. Namun, itulah kekurangan yang ternyata bisa menjadi kelebihannya. Eren adalah teman mengobrol yang baik tidak pernah diabaikannya setiap kata yang keluar dari mulutku, walaupun harus siap untuk naik darah jika mengobrol dengannya.