Chapter 9 - Eren

Brakk!

Suara pintu yang dibanting dengan keras membuahkan bunyi yang sangat nyaring ditelinga. Malam itu seperti neraka baginya dengan nafas yang tidak teratur serta suara isak tangis menyatu dengan rasa amarah didalam dada, suasana dirumah itu sangat mencengkam seolah-olah tidak ada orang lain yang memihaknya.

"Kalo gini caranya adek keluar aja dari rumah" suara teriakan yang terdengar dari dalam kamar 3x4 yang dindingnya banyak ditempeli poster band metal dan komputer gaming sebagai pelengkap kamar itu.

Malam itu malam yang tidak bersahabat untuk Eren. Kala rumah seperti neraka untuknya. Menjadi anak terakhir adalah beban. Pundaknya memikul berbagai ekspektasi mulai dari pandangan orang lain terhadap dirinya untuk bisa setara dengan kaka-kakanya dan yang lebih berat dari tuntutan itu adalah kedua orang tuanya yang sangat mengharuskan Eren menjadi seperti kakanya.

Eren terlahir dikeluarga yang sangat agamis, kedua orang tuanya yang merupakan ustad dan ustadzah serta gelar doktor didepan namanya membuat Eren bangga tetapi dilain sisi juga seperti bumerang untuk dirinya sendiri. Eren merupakan anak terakhir dua kakanya yang bernama Arina dan Hasyim yang jarak umurnya jauh dari dirinya.

Kaka pertamanya bernama Arina sekarang berumur 29 tahun merupakan lulusan Waseda University yang berada di Jepang dengan mengambil jurusan Psikologi, ia bisa kuliah disana karena kegigihannya untuk mendapatkan beasiswa dari perusahaan ternama untuk bisa kuliah di luar negeri.

Sekarang setelah lulus dan kembali ke Indonesia kakanya bekerja disalah satu RS terkenal di Jakarta dan mempunyai yayasan untuk anak-anak. Arina sudah berkeluarga mempunyai suami dan juga satu anak perempuan, suaminya merupakan general manager di perusahaan asing yang berada di Jakarta.

Kaka keduanya bernama Hasyim yang sekarang berumur 26 tahun merupakan dokter dan baru saja lulus dari profesi di Universitas Indonesia, sekarang kakanya mengabdi di RS Universitas Indonesia.

Kedua kakanya mempunyai gelar serta kehidupan yang sangat sempurna untuk diikuti itulah mengapa Eren dipaksa untuk menjadi seperti kedua kakanya oleh orang tuanya.

"Kamu itu kerjaanya pulang malem terus mau jadi apa kamu? Anak perempuan kok seperti itu?!" ucap Ibunya dengan nada yang lumayan tinggi.

"Sudah mah, Eren kan pulang malam juga karena kerja kelompok tugas banyak dari sekolah" ujar Ayahnya dari ruang tengah.

"Anak kalo gak dikasih tau seperti itu nanti malah makin ngeyel pah"

"Mah nggak usah terlalu keras sama Eren, dia pasti sudah tau batasan mana saja yang harus dia lakuin dan nggak mah" ucap Ayahnya menenangkan lagi.

Eren yang kala itu sedang dipuncak emosi langsung membereskan beberapa helai baju dan dimasukan ke tas sekolahnya berharap akan bisa pergi dari rumah saat itu juga, namun ayahnya dengan sigap langsung mengampiri Eren.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu yang lembut memasuki telinga Eren yang kala itu sedang membereskan pakainnya serta barang yang akan ia bawa untuk kabur.

"Anakku sayang, ayo buka dulu yuk pintunya. Ayah mau ngobrol sebentar" ujar Ayahnya dengan lembut namu pintu kamar tak kunjung dibuka.

"Ayo sayang, please kamu tega biarin ayah diluar kamar gini?" bujuk Ayahnya lagi.

Setelah beberapa ketukan pintupun terbuka dan ayahnya disambut dengan wajah Eren yang sembab serta mata yang merah, tidak kuat menahan isak tangis sendiri Eren langsung memeluk ayahnya kencang dan meneteskan air matanya lagi.

"Ayah, kenapa mamah jahat. Aku harus dituntut seperti kakak-kakak sedangkan diri aku ini punya kemauan dan prinsip sendiri" ujar Eren dengan suara yang terbata-bata.

Ayahnya tidak langsung memberi komentar terhadap perkataan Eren, diusap lembut kepalanya untuk menenangkan anak bungsunya dan dipeluk erat sehingga tidak ada celah diantara keduanya.

Eren memang sangat dekat dengan ayahnya sejak kecil karena ayahnya jarang memarahi anak-anaknya dan selalu membela serta mengerti apa kemauan anaknya.

"Sudah menangisnya? Ayo liat ayah sebentar, liat ayah. Liat muka ayah" ucap Ayahnya dengan kedua tangannya dikepala Eren.

"Mamah seperti itu karena mamah mau kamu jadi yang terbaik. Mamah marahin kamu, bawel, cerewet itu karena mamah peduli dengan kamu"

"Tapi yah, Eren selalu dituntut harus jadi kayak kak Arin dan kak Hisyam. Eren nggak mau sekolah ambil jurusan IPA tapi mamah kekeh suruh aku masuk IPA. Aku juga mau yah punya pilihan sendiri" ujar Eren agak sedikit membantah.

Ayah dan Eren sama-sama terdiam seolah mereka sedang berpikir untuk mengeluarkan kata apa yang terbaik agar tidak saling menyakiti. Satu sisi ayahnya memegang teguh prinsip setiap anak mempunyai hak-nya, namun satu sisi ia juga tidak ingin anaknya mempunyai masa depan yang tidak jelas.

"Sudah,, sudah,, Ayah akan bilang ke mamah apa yang kamu ucapkan tadi. Ayah akan sangat demokrasi di keluarga ini. Sekarang kamu turunkan emosi kamu dulu. Minum ya" ujar Ayahnya dengan mengambilkan botol minum yang ada di mejad belajar Eren.

"Ini baju kamu mau kemana?"

"Pergi yah. Mau kerumah Nao, mau menenangkan diri" jawab Eren.

"Oke, ayah izinin sehari ini kamu nginep dirumah Nao. Jangan lupa kasih kabar ya!"

"Iya yah" jawab Eren dengan nada lesuh.

"Ayah antar ya kerumah Nao. Gaenak denga orang tua nya malam-malam seperti ini" ujar Ayahnya dengan lembut.

Sementara Eren membereskan baju yang akan dibawa untuk menginap dirumah Nao, ayahnya menjumpai istrinya yang sedang duduk di ruang meja makan. "Sudah-sudah. Ayah sudah mengobrol dengan Eren. Mau menginap katanya dirumah Nao" ujar ayahnya sambil mengambil segelas air.

"Loh?! Kamu izinin dia nginep?" ucap Mamah dengan nada membentak dan tinggi.

"Iya, mau menenangkan pikiran katanya. Sudah ya mah nanti kita diskusikan lagi soal ini. Sekarang ayah mau antar dia kerumah Nao dulu. Minta izin ke orang tuanya" jawab Ayahnya dengan santai.

Tidak beberapa lama kemudian Eren keluar melewati meja makan.

"Ayo yah" ajak Eren kepada Ayahnya untuk segera mengantarnya kerumah Nao.

"Salim dulu sini sama mamah"

Eren langsung menyodorkan tangannya dan mamah nya pun langsung menyalurkan tangannya kembali, mereka bertatapan namun tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut keduanya.

Eren beranjak pergi dengan tidak mengindahkan mamahnya yang sedang duduk di ruang meja makan, emosi yang masih merajalela didalam tubuhnya membuat perlakuan Eren sangat tidak sopan.

* * *

"Kesel banget gue sama ibu gue. Selalu gue harus jadi kayak kakak gue" ujar Eren kesal dengan gerakan membuka tas dan mengeluarkan ponselnya.

"Ya namanya orang tua begitu deh, apalagi kakak-kakak lo udah jadi kayak definisi sukses dunia akhirat sempurna haha" Nao menjawab dengan ledekan yang akan membuat Eren semakin kesal.

"Udah deh ah berisik lo!" jawab Eren ketus.

"Pesen makanan enak kali yaa" Nao mengajak Eren makan agar emosinya menurun.

"Yuk, mau ayam geprek, boba milk tea tapi less sugar sama mau ciki-cikian yupss"

Akhirnya mereka memesan makanan melalui aplikasi tidak menunggu dengan lama abang driver pun sudah berada di depan gerbang rumah Nao.