Semua pelamar sudah Aldo wawancarai dengan baik. Ada beberapa yang memang bagus saat diwawancarai dan membuat Aldo sangat yakin untuk menerimanya, namun ada beberapa juga yang sedikit tidak yakin dalam menerimanya. Namun, hal yang sangat penting adalah Aldo kini malah menjadikan satu orang yang sama sekali tidak ia wawancara untuk menjadi sekretarisnya.
Bukan, ini bukan tentang orang dalam atau bagaimana. Aldo sangat menghargai wanita tersebut sehingga Aldo akan menerimanya. Aldo juga salut dengan kegigihan wanita tersebut, di kondisi seperti ini memang agaknya mengharuskan Aldo menerima wanita cantik tersebut. Tetapi satu lagi yang harus Aldo jelaskan, Aldo akan memindahkan pelamar yang menurutnya oke ke bidang lain. Ia akan tetap menerimanya.
"Mba Alda, bisa masuk ke ruangan saya lagi?" panggil Aldo saat keluar dari ruangannya dan meminta Alda yang sedang duduk di sofa depan ruangannya sembari mengusap perutnya yang besar.
"Ah, Pak Aldo! Boleh, Pak, boleh." Alda berdiri dengan sedikit kesusahan membuat Aldo langsung turun tangan membantu. Ia memapah wanita yang tengah berbadan dua tersebut dan mereka langsung memasuki ruangan Aldo.
Aldo menatap manik mata Alda, agaknya mata tersebut memang menyimpan banyak sekali kelelahan dan juga kesedihan. Ia cukup salut dengan senyum yang sedari tadi terus mengembang di sudut bibir wanita tersebut. Senyum penuh ketulusan seolah tidak pernah merasa lelah sama sekali.
"Kamu saya terima menjadi sekretaris saya, Mba Alda. Mulai besok bisa bekerja?" Tiba-tiba saja Aldo langsung membicarakan hal tersebut membuat Alda mendongak menatap penuh tanda tanya ke Aldo dengan mata melotot. Secepat ini?
"Seriusan, Pak? Saya bahkan tidak diwawancarai apa pun mengenai pekerjaan, tapi bapak menerima saya? Ini bukan karena bapak kasihan sama saya, kan? Bukan karena bapak menganggap saya lemah atau gimana, kan?" balas Alda yang memang kelewat kaget. Lebih tepatnya tak percaya dengan apa yang terjadi.
Tentu saja mendengar balasan dari Alda membuat Aldo menggeleng dengan cepat. "Enggak, Mba. Anggap aja ini semua rezekinya si adek. Adek ini pembawa rezeki, bukan pembawa sial. Makanya saya perantara Tuhan untuk memberikan rezekinya. Mba mau kan kerja di sini? Menjadi sekretaris saya? Mau mulai kapan, Mba? Sebisanya Mba saja. Saya sabar menunggu kok kalau Mba belum siap mulai besok."
Sungguh, entah karma baik apa yang Alda lakukan sampai saat ini ia menerima kenyataan seperti ini. Alhamdulillah sekali, akhirnya ia bisa menghidupi dirinya sendiri. Akhirnya ia bisa bangkit dan ia memiliki sumber rezeki yang cukup untuk persiapan lahiran kelak. Alda sangat bersyukur sekali, Ya Allah. Akhirnya ia tidak perlu menjadi beban teman-temannya lagi. Akhirnya ia tidak perlu dinafkahi oleh teman-temannya lagi. Karena ia juga tahu jika teman-temannya membutuhkan uang. Teman-temannya memiliki kehidupan sendiri yang tak seharusnya Alda ganggu.
"Mulai besok bisa kok, Pak. Tenang saja, saya siap mulai kapan saja. Mohon maaf, Pak, boleh memanggil saya Alda saja, tidak perlu embel-embel Mba Alda. Kan saya ini bawahan bapak. Agaknya sedikit tidak enak didengar oleh orang lain jikalau seperti itu."
Tawa Aldo langsung mengudara, ia menggeleng dengan sangat lucu membuat Alda sama-sama bingung dengan tingkahnya tersebut. "Enggak ada yang akan merasa gimana-gimana kok, Mba. Tenang aja. Mulai besok bisa berarti ya, Mba? Rumah Mba Alda di mana? Biar saya jemput. Kasian Mba Alda kalau harus naik angkutan umum setiap hari. Perut Mba Alda juga sudah mulai membesar. Sekarang mau saya antar balik supaya saya juga tahu rumah Mba Alda?"
Tak pernah terlintas di benak Alda jika ia akan menemukan sosok sebaik Aldo seperti saat ini, bahkan sosok tersebut berhasil menjadi atasannya. Sangat bersyukur? Pasti. Alda pasti sangat bersyukur dipertemukan dengan orang sebaik Aldo. Aldo terlihat sangat tulus. Pun Aldo juga terlihat sangat berwibawa sekali. Aldo memanglah pengertian juga.
"Kalau bapak enggak keberatan, boleh kok. Terima kasih banyak ya, Pak. Saya enggak tahu harus membalas kebaikan bapak seperti apa lagi. Saya sepertinya cuman bisa bilang terima kasih saja untuk membalasnya. Bapak ini sangat baik sekali, sangat pengertian juga."
"Sama-sama, Mba Alda. Mba Alda pantas mendapatkan kebaikan saya, gak usah terlalu banyak berterima kasih seperti itu. Oh iya, Mba Alda kalau boleh tau tinggal sama siapa sekarang? Sendirian kah? Atau bagaimana?" tanya Aldo yang kelewat penasaran. Entah perasaan dari mana, mulai saat ini ia mudah penasaran dengan hal-hal mengenai wanita berbadan dua di hadapannya ini. Parasnya yang cantik benar-benar sangat membuat Aldo candu, namun sayangnya parasnya yang cantik itu juga menyimpan banyak sekali air mata dan tangisan. Menutupi semua duka yang ada di dalam hidupnya.
Alda tersenyum miris, bingung harus menjawab bagaimana pertanyaan yang satu ini. Apakah nanti pria yang menjadi atasannya ini akan merasa ia menderita sekali? Atau nanti bagaimana? Entahlah.
"Untuk saat ini saya diusir sama mertua saya karena katanya saya jadi pengaruh buruk buat dia dan anaknya. Saya sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi, orang tua saya kebetulan juga sudah meninggal lama. Saya anak yatim piatu, ya terbiasa ditinggalkan memang. Makanya sekarang saya sudah tidak kaget jika ditinggalkan lagi. Saya tinggal bersama teman-teman saya kebetulan untuk saat ini. Untungnya mereka sangat baik sekali sehingga saya tidak merasa sendirian. Saya bersyukur sekali memiliki teman seperti mereka sehingga saya bisa mendapatkan rumah untuk sementara waktu."
Menganga, satu kata yang saat ini bisa mengekspresikan gesture tubuh Aldo kala mendengar cerita dari Alda. Sangat speechless dan semakin takjub terhadap wanita cantik tersebut. Hebat sekali dia, mentalnya benar-benar sekuat baja. Mentalnya agaknya tak perlu diragukan lagi.
Jujur saja saat ini Aldo sangat malu, malu karena ternyata ia terlihat sangat lemah sekali. Padahal Aldo sosok pria yang seharusnya bisa jauh lebih kuat daripada wanita. Namun nyatanya itu semua tidak terjadi. Aldo selalu saja menyalahkan Tuhan atas kejadian buruk yang terjadi di hidupnya. Selalu merasa hidupnya lah yang paling berat padahal masih banyak lagi sosok manusia lain yang memiliki masalah jauh lebih berat daripadanya.
"Jujur aja ya, Pak Aldo. Saya terlalu sering merasakan kehilangan sepertinya. Jadi di saat saya merasakan kehilangan lagi, rasanya trauma itu terus bertambah. Saya kecewa. Saya marah. Saya menyalahkan keadaan, pun menyalahkan diri saya sendiri dan membenarkan omongan orang lain bahwa saya pembawa sial. Saya selalu merasa diri saya pembawa sial karena orang tua saya pergi meninggalkan saya, lalu sekarang sosok pria yang menjadi pasangan saya juga pergi. Saya takut jika orang-orang yang di sekitar saya pergi semua karena mereka mendapatkan sial atas apa yang ada dari saya. Saya takut orang-orang yang saya sayangi, lagi dan lagi harus pergi. Saya capek, Pak. Capek menenangkan diri saya sendiri."
Baru saja mengenal Alda dari ceritanya, Aldo sudah merasa kagum dengan sosok wanita cantik nan cerdas bermental baja tersebut. Ia sangat kagum dari semua kisah yang Alda jalani. Alda pantas bahagia.
"Jangan pernah berpikiran kamu pembawa sial, Mba Alda. Mba Alda deserve better banget pokoknya. Mba Alda itu sosok yang baik, sosok yang sabar, sosok yang selalu ikhlas menjalani jalan Tuhan. Tuhan pasti tahu mana yang terbaik buat Mba Alda."