"Terima kasih, Pak Aldo. Insya Allah, Allah pasti tau mana yang terbaik buat saya. Bapak sendiri bagaimana dengan istrinya? Apakah sudah ketemu? Ah saya lupa-lupa ingat. Bapak waktu itu mencari istri bapak, kan?"
Aldo diam sejenak mendengar pertanyaan dari wanita di depannya ini. Ia tersenyum getir dengan mata yang berkaca-kaca. Sungguh, saat ini dirinya benar-benar malu dengan Alda. Alda sosok wanita yang kuat, ia mampu menerima semua kenyataan padahal kondisinya pun sedang hamil besar, sedangkan Aldo sendiri yang pria masih tidak sanggup untuk menerima itu semua. Aldo masih sering menangis jika mengingat kejadian yang menimpanya. Ia sangat lemah.
"Astaga, Pak! Maaf kalau pertanyaan saya membuat bapak sampai berkaca-kaca seperti ini. Saya tidak bermaksud." Alda panik melihat calon atasannya berkaca-kaca, padahal ia sendiri tidak tahu apa alasan di balik sedihnya pria di hadapannya tersebut. Namun, tentunya sebagai manusia, Alda turut sedih dan juga panik melihat orang lain yang berada di sekelilingnya menangis. Ia tak tega.
"Astaga, Alda. Bukan kok, ini bukan salah kamu. Saya memang sedikit cengeng. Saya malah malu sama kamu yang kuat banget, padahal kamu perempuan dan kamu sedang hamil besar, berbeda sekali dengan saya. Ah iya, saya waktu itu memang mencari istri saya, Mahestri namanya. Tujuh hari setelah kecelakaan pesawat tersebut terjadi, ambulance serta kepolisian datang menghampiri rumah saya dengan membawa peti jenazah, dia Mahestri. Saya menikah dengannya sudah dua tahun, kami belum dikaruniai anak padahal dia ingin sekali memiliki keturunan. Sedang diusahakan menggunakan bayi tabung, namun selalu saja gagal. Alhasil dia stress dan ingin mengelilingi Indonesia dengan maksud healing, namun nyatanya Tuhan berkehendak lain. Cita-cita kami berdua tidak terkabul, yang ada saya malah harus kehilangan sosok wanita yang paling saya cintai."
Tak terasa secara perlahan air mata terjatuh dari sosok pria rapuh bernama lengkap Aldo Fahrezi tersebut. Hatinya seolah dicambuk berkali-kali oleh kepedihan ini. Hatinya belum bisa mengikhlaskan apa yang terjadi. Ia masih belum bisa memastikan bahwa ia baik-baik saja karena sejujurnya hati ia benar-benar terluka. Tuhan sudah mengambil sosok wanita yang sangat Aldo cintai di dunia ini. Tuhan sudah mengambil pujaan hatinya.
"Saya turut berdukacita juga ya, Pak. Kadang memang apa yang kita rencanakan, tidak sesuai dengan apa yang akan terjadi. Manusia boleh berencana, tetapi Tuhan yang menentukan segalanya. Insya Allah, Bu Mahestri sudah bahagia di sana, beliau juga pastinya menginginkan Pak Aldo menjadi pribadi yang tangguh, yang kuat, yang bisa mengikhlaskan kepergiannya walaupun berat. Saya tahu rasanya, Pak. Dunia seolah-olah tidak adil sekali pada kita. Kita diberikan banyak sekali bencana. Ikhlas seolah menjadi kata paling bullshit di benak kita. Tapi ya, hidup ini harus berjalan terus, Pak. Mau tidak mau, kita harus melangkah maju, tidak bisa stuck di tempat. Bersedih gapapa kok untuk saat ini, Pak. Saya yakin kalau bapak pasti kuat."
Senyuman Alda di akhir kalimatnya membuat Aldo langsung tersenyum balik juga. Ia sangatlah takjub dengan wanita berbadan dua tersebut. Tak menyangka jika akan ada wanita sekuat ini di dunia. Dirinya saja rapuh, namun masih bisa menyemangati orang di sekitarnya. Dirinya saja sedang tidak baik-baik saja, namun masih bisa meyakinkan orang-orang di sekitarnya dan memotivasi. Sungguh, Alda wanita yang berbeda dengan wanita pada umumnya. Mental Alda sangatlah kuat, mungkin sekuat baja.
"Terima kasih, Alda. Saya sangat takjub dengan wanita kuat dan tegar sepertimu. Semoga kamu diberikan kekuatan yang lebih hebat lagi ya, karena banyak cobaan yang sepertinya belum kita cobain ke depannya," lawak Aldo dengan sedikit dark. Alda langsung tertawa renyah mendengarnya. Benar sekali, banyak cobaan yang belum dicobain. Kita tidak boleh stuck begitu saja. Kita tidak boleh diam di tempat dan sedih berlarut-larut.
"Ah iya, sudah berapa bulan kehamilanmu, Mba Alda?" tanya Aldo yang sedikit penasaran. Seharusnya di situasi seperti ini Alda beristirahat di rumah saja, bukan? Bermanja dengan suaminya, meminta ngidam yang sangat menggiurkan kepada suaminya. Namun Tuhan malah seperti ini, memberikan cobaan yang sungguh di luar perdugaan. Alda malah harus banting tulang demi kehidupannya dan kehidupan bayinya.
"Masuk bulan ketujuh, Pak. Dua bulan lagi Insya Allah lahiran. Ya semoga saja diberikan kelancaran."
Aldo tersenyum melihat sosok Alda di hadapannya, mengingat istrinya yang berada di posisi seperti itu, pasti dirinya sangat bahagia dan sangat beruntung sekali di dunia ini. Karena pada dasarnya kehamilan serta anak pertama adalah keinginannya dengan sang istri yang kini sudah pergi. Ya namun apa boleh buat? Sekarang istrinya jauh lebih bahagia di sana, bersama dengan Tuhan. Mungkin di sana sang istri sudah mendapatkan bidadari kecil yang menemaninya, yang ceria, yang cantik, seperti apa yang sang istri dambakan.
"Dari gesture tubuh, kamu itu mirip banget sama istri saya, Mba Alda. Tingginya sama, senyumnya bahkan sama, saya jadi melihat sosok istri saya di tubuh Mba Alda. Ya walaupun memang belum terlalu lama bersama dengan istri saya, hubungan kami memang masih seumur jagung, tapi saya tak pernah main-main dalam mencintai dia, Mba. Saya sangat beruntung sekali mendapatkan istri seperti dia. Saya ingin membahagiakan dia, tetapi nyatanya waktu berjalan begitu cepat sekali. Tuhan sudah menjemput dia dan saya ditinggal sendirian."
Alda tersentak, tersenyum tipis melihat bagaimana tulusnya pria di depannya ini. Pria yang sedari tadi membahas mengenai cinta sejatinya yang sudah lebih dahulu pergi akibat kecelakaan pesawat tersebut. Sedikit merasa penasaran di benaknya, ingin tahu wanita seperti apa yang sedari tadi terus dibanggakan oleh Aldo. Pastinya wanita tersebut sangatlah sempurna sehingga mendapatkan Aldo yang sempurna juga.
"Istri Pak Aldo juga pastinya sangat beruntung sekali memiliki suami yang mencintai beliau dengan tulus. Suami yang memberikan cintanya dengan baik. Suami yang terus mencintai dia sampai akhir hayat. Bapak salah satu orang yang baik, saya yakin bahwa kebahagiaan akan terus mengelilingi bapak. Setelah hujan badai ini, bapak akan segera mendapatkan pelangi. Bapak akan kembali bahagia, walaupun saya yakin pasti di hati bapak akan masih terasa kurang sekali karena sudah kehilangan sosok yang paling bapak cintai. Bagaimana pun nanti ke depannya, saya yakin bapak kuat menghadapinya. Saya yakin bahwa bapak pasti tidak akan kehilangan arah. Bapak akan kembali menemukan arah pulang dan arah kebahagiaan bapak."
"Kamu sosok wanita yang sempurna, Mba Alda. Baik hati, murah senyum, kuat, tegar, kekeuh pendiriannya. Saya salut banget sama Mba Alda. Pasti suami Mba Alda bangga banget memiliki istri seperti Mba Alda. Saya juga berharap semoga Mba Alda selalu diberikan kebahagiaan, selalu diberikan kesehatan, dipermudahkan segala urusannya ya. Mba Alda pasti bisa menemukan kebahagiaan lagi kelak. Harapan saya yang baik-baik untuk Mba Alda."