Seorang wanita dengan dress terusan putih memandang ke depan dengan tatapan kosong, bibirnya yang tak dipoles dengan pewarna apapun terlihat sangat pucat pasi sekali, matanya yang sayu dengan air mata terus saja menetes membuat bahunya bergetar dengan hebat. Ia menangis dalam ramainya hilir manusia yang terus berdatangan ke rumah mewah ini. Wanita tersebut terus membekap mulutnya dengan tangan tanpa ingin terlihat tengah meraung kecil.
"Kenapa kamu pergi ninggalin aku, Mas? Kenapa kamu pergi secepat ini? Aku enggak terima sama ini semua! Aku enggak terima." Badannya yang semula berdiri di hadapan sang jenazah mengusap lembut setiap inci wajah dari sang suami, merasakan setiap pahatan sempurna dari seorang pasangan hidup yang sudah ia tetapkan sejak awal. Saking lemasnya tubuh yang belum diisi makanan sama sekali sejak semalam itu merosot ke dalam pelukan sang suami, meraung kecil dengan gelengan di wajah yang terus menyangkal jika hal ini benar-benar terjadi.
Sontak melihat wanita tersebut para pelayat merasa iba, merasa sangat sedih dengan kondisinya. Bahkan, kain cokelat yang bermotif batik sudah basah akibat terus terkena air mata dari wanita pucat pasi tersebut.
"Mas, bicara sama aku, Mas! Jangan hukum aku kayak gini, Mas! Ayo bicara sama aku. Aku enggak mau kamu kayak gini, bilang ke semua orang kalau kamu cuma tidur aja, bilang ke semua orang kalau kamu enggak meninggal." Dengan sekuat tenaga seorang wanita dengan bulu mata sayu itu menggoyangkan tubuh sang jenazah dengan kuat, tangannya tak berhenti bergerak sebelum keinginannya dikabulkan oleh sang suami. "Alda mohon, jangan pergi tinggalin Alda, Mas. Alda enggak mau sendirian."
Tangisannya semakin pecah dengan dada yang semakin menggebu-gebu seolah terus-menerus dipacu oleh sebuah alat yang melajukan detaknya.
"Da, tenangin diri lo. Jangan kayak gini, Mas Desvin udah tenang di sana. Tenang, tarik napas ya." Seorang gadis yang berada tepat di sebelah gadis pucat pasi tersebut langsung mengambil alih tugas menenangkan sahabatnya. Satu tangannya mengusap lembut punggung sang sahabat yang bergetar hebat, bahunya memeluk sang sahabat juga yang saat ini sedang berduka.
Ia tahu bagaimana sedihnya wanita pucat pasi tersebut, ia tahu bagaimana terpukulnya sang wanita yang kehilangan seorang suami. Terlebih, ditinggal untuk selama-lamanya.
"Gue enggak rela, Ral. Gue enggak rela." Wajahnya yang sudah banyak dipenuhi oleh derasnya air mata menggeleng lemah, ia tidak kuat dihadapkan oleh situasi seperti ini. Ia benar-benar tidak siap jika harus kembali merasakan pedihnya kehilangan.
Perlahan namun pasti, matanya mulai tertutup sempurna, tubuhnya mulai melemas hingga jatuh dalam pelukan sahabat. Ia kehilangan kesadarannya. Saking sedihnya wanita ayu tersebut, sampai kesadarannya pun turut hadir demi sedikit menguatkan.
"Alda! Alda! Alda, bangun!" Tangan kekar seorang pria terus-menerus menepuk tubuh sang wanita dengan mata terpejam, tepukan yang semula lebih lembut saat ini jauh lebih bertenaga, supaya kesadaran wanita itu terbangun.
Mendapati tepukan dari seseorang membuat seorang wanita bermata hitam legam mulai membuka matanya perlahan, penglihatan yang semula remang-remang kini dapat dilihat dengan jelas. Dengan tubuh yang terduduk rapi di atas kasur, wanita tersebut memejamkan matanya sejenak, memijit bagian belakang kepala yang terasa sangat pening sekali. Berusaha mengembalikan kesadaran yang belum terkumpul.
Seperkian detik kemudian, saat ia mulai mengingat apa yang baru saja ia hadapi, wanita tersebut menatap pria kekar di hadapannya dengan mata membelalak. Ia langsung meraba setiap pahatan wajah yang berada di hadapannya dengan seksama. Ini benar-benar nyata, bahkan lubang hidung dari pria di hadapannya mengeluarkan embusan napas. Dada dari pria kekar ini pun bergemuruh menandakan jika ia masih bernyawa.
Tunggu ...
Desvin masih ada di hadapannya? Desvin masih bisa membangunkannya? Ini hanya sebuah mimpi saja? Ia hanya bermimpi buruk saja berarti?
Melihat peluh terus-menerus mengalir dari dahi, jejak air mata yang sangat kentara, serta rabaan sang istri yang membuat Desvin mengernyit heran menjadi tidak mengerti sekali dengan apa yang ada di benak sang belahan hati.
"Kamu kenapa sampai keringetan kayak gitu, Da? Abis mimpi buruk? Kamu juga sampai nangis kayak gitu." Desvin yang berada di hadapan Alda langsung bertanya dengan polos melihat sang istri yang semula sedang tidur terus merintih dan menangis. Sebenarnya, apa yang terjadi dengan Alda? Apakah Alda mimpi buruk?
Alda langsung mengambil gelas yang berisi air putih di nakas, wanita tersebut menegak hingga tuntas air putih tersebut sampai tak bersisa sama sekali. Tisu yang semula ada di nakas pun ia tarik guna mengelap keringat serta air mata yang berada di wajahnya.
Mimpi itu terasa sangat nyata sekali. Mimpi itu terlihat seolah benar-benar nyata. Ia bahkan masih mengingat dengan jelas jika wajah Desvin lah yang terlihat dengan badan yang dibalut kain batik cokelat dan terus ia peluk sedari tadi. Sebenarnya, apa arti dari mimpi ini? Mengapa mimpi ini harus hadir di tengah tidurnya dengan waktu selarut ini?
"Hei, Sayang! Kamu kenapa, Alda? Kamu mimpi buruk?" Kembali melihat tatapan kosong dari sang istri membuat Desvin sedikit kebingungan, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan istrinya sampai berkeringat dan menangis dalam tidur seperti ini.
"Ya, aku mimpi buruk banget, Mas. Aku enggak mau mimpi itu terulang lagi," balas Alda yang langsung menarik selimutnya untuk menutup perut buncitnya.
Sang suami — Desvin, langsung mengusap lembut perut buncit Alda, ia mengecup singkat perut tersebut dengan senyum manis yang terus melekat. "Selagi aku masih ada di sini, enggak perlu khawatir kalau ada sesuatu hal buruk yang terjadi sama kamu dan dedek kita," ujarnya meyakinkan.
Alda menatap manik cokelat kayu milik sang suami dengan lekat, memastikan jika tidak ada kebohongan di sana. "Lantas, apakah jika kamu pergi, kehidupan aku akan terus dipenuhi dengan hal buruk?" batinnya dengan pikiran yang masih terkontaminasi oleh mimpi buruk itu.
"Kamu mau cerita tentang mimpi yang barusan terjadi?" tanya Desvin dengan lembut. Tangannya masih terus mengusap perut buncit sang istri berharap jika mimpi buruk yang semula dialami bisa dilupakan dengan mudah oleh sang tambatan hati.
Alda menggeleng lemah sebagai jawaban, ia belum siap untuk menceritakan segala mimpi buruknya malam ini. Terlebih mimpi buruk yang terjadi sangat lah sensitif sekali, mengenai kematian dari sang suami. Keheningannya tentu saja membuat Desvin paham akan hal itu, ia tak akan memaksa apapun yang terjadi jika memang Alda sendiri tidak mau berbagi. Mungkin istri cantiknya itu memang sedikit membutuhkan privasi.
"Ya udah, tidur lagi aja, Sayang." Hanya anggukan tipis saja yang dibalas oleh Alda, usapan di perutnya masih sangat terasa hingga akhirnya usapan itu berhenti bersamaan dengan suara dengkuran halus dari arah sang suami. Mas Desvin-nya sudah tidur kembali, sedangkan dirinya masih berjaga sampai jam dua pagi. Perasaannya terus-menerus tidak tenang, degup jantungnya bahkan tak mau kembali normal.
Apa maksud dari mimpi buruk itu sebenarnya?