Pulang dengan tangan kosong tanpa membawa berita apa pun juga, satu hal yang harus Alda terima dengan baik dan ikhlas meskipun hatinya ingin sekali berteriak dan meminta kepastian kepada semua orang yang turut terlibat pada kecelakaan pesawat sang suami. Keadaan Alda sungguh mengenaskan bukan main, rambutnya yang acak-acakan, mata layu dengan air mata yang terus saja jatuh turun, serta napas yang tersenggal membuktikan jika ia memang sedang tidak baik-baik saja. Ia sedang bingung bukan main dengan keadaan yang saat ini sedang ia alami. Apa yang harus Alda lakukan? Satu pertanyaan yang selalu saja muncul di benak wanita tersebut.
"Bagus! Emang bagus banget kamu ya, Alda! Pergi seenaknya tanpa kasih tau saya! Kamu kira ini rumah punya siapa? Punya orang tua kamu yang udah mati itu? Kamu kira ini rumah bebas kamu datangi dan tinggalkan begitu aja? Dasar perempuan enggak tau diri banget ya kamu! Saya malu banget punya menantu kayak kamu! Anak saya lagi dalam kondisi yang enggak tau gimana, enggak tau selamat atau enggak, tapi istrinya malah keluyuran ke mana-mana!"
Tanpa melihat keadaan dan kondisi dari Alda yang sudah mengenaskan, Najma tetap saja berteriak dan memarahi menantunya itu. Banyak sekali kata-kata kurang enak yang ia lontarkan dengan buruk, kata-kata yang tentunya sangat bisa membuat hati Alda menderita sekali. Kata-kata yang dapat membuat tangisan Alda kembali lagi.
"Gara-gara kamu hamil, gara-gara anak saya menikah sama kamu dan menentang saya, dia jadi menderita! Sekarang dia jadi enggak tau terselamatkan atau tidak! Kamu itu memang pembawa sial ya, Alda! Kamu itu wanita murahan yang membuat hidup Desvin menderita!" Tak peduli apakah kalimat yang baru saja ia lontarkan ini menyakiti hati menantunya atau tidak, Najma tak pernah berhenti mengatakan jika Alda adalah sosok pembawa sial. Desvin sangat tidak beruntung sekali memiliki Alda sebagai istrinya.
"Mah, please stop! Alda baru aja pulang abis nyariin info tentang Mas Desvin. Alda enggak keluyuran seperti yang mamah pikirin itu kok. Alda ke bandara, cari tau udah ada info apa, tapi pihak bandara sendiri masih belum bisa ngasih informasi apa pun juga karena emang tim evakuasi belum dapet keterangan apa pun. Mereka belum tau gimana kondisi pesawatnya. Alda bukan pembawa sial, Mah! Alda bukan menantu yang seperti mamah omongin barusan. Alda udah larang Mas Desvin untuk pergi ke luar kota, tapi mamah yang kasih izin, kan? Mamah yang ngebolehin Mas Desvin pergi. Kenapa sek—"
PLAKK!!!
"Anjing! Keterlaluan kamu ya jadi menantu! Masuk ke dalam rumah sekarang juga dan lakukan semua pekerjaan rumah! Saya enggak sudi ngeliat muka kamu sebelum kamu selesaikan semua pekerjaan rumah yang saya berikan!" Jemari telunjuk yang mengarah ke wanita berbadan dua itu seolah memberikan ketegasan di setiap intruksinya, giginya bergemelutuk hebat guna menahan semua amarah yang tak bisa tersampaikan. Mata Najma melotot kuat nan hebat, tak percaya jika sang menantu yang bernama Alda Arrani itu bisa dengan berani menjawab apa yang ia katakan.
\*\*\*
Alda sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti yang diperintahkan oleh Najma, ia saat ini sedang duduk di sofa dengan air mata yang terus saja menetes karena menangis. Meratapi nasib yang terjadi saat ini.
Ya Tuhan, apa salah dan dosa dari Alda sampai engkau menghukumnya seberat ini? Anak yang Alda kandung bahkan sampai menjadi korban dari hukuman yang engkau berikan. Alda masih bisa berdiri tegak jika dulunya orang tuanya pergi dan meninggalkannya di dunia ini, walaupun itu pun melalui proses yang sangat panjang sekali. Tetapi saat ini? Ia sudah tak punya siapa-siapa lagi. Mertuanya mana mau menerima dia, tak mungkin.
Jika sang suami yang bernama Desvin pergi, Alda tak tahu lagi harus bagaimana nantinya. Alda tak tahu lagi harus berbuat hal seperti apa. Hidupnya ini sudah hancur. Anaknya ini tak tahu lagi harus bagaimana nantinya. Semuanya sudah tak bisa Alda pikirkan dan rencanakan. Rasanya Alda ingin pergi begitu saja dari dunia ini juga. Rasanya Alda ingin turut menyusul jika nantinya Desvin sungguh tiada.
"Nak ... kamu yang sabar ya. Sampai kapan pun juga, mamah pasti akan ada si samping kamu. Sampai kapan pun juga, mamah pasti akan selalu menjaga dan mengurus kamu walaupun nantinya kamu menjadi anak yang lahir dengan orang tua satu saja. Mamah akan ada untukmu selalu, Nak. Mamah akan selalu berusaha yang terbaik untukmu. Bagaimana pun nanti nasib kita, mamah yang akan berjuang. Mamah yang akan mempertahankan hak-hakmu."
Alda janji, anaknya ini akan terus menjadi sumber kekuatannya. Anaknya ini akan terus menjadi seseorang yang membuat Alda harus terus berjuang dan berusaha sebaik mungkin. Tak akan Alda biarkan anaknya yang sedang dikandungnya ini menjadi anak yang terus-menerus bersedih karena Alda tak mampu berjuang tentang apa pun juga.
"You are strong, Alda! You can do it! Demi anak yang saat ini kamu kandung, kamu pasti bisa melakukan itu semua!" ujar Alda menyemangati dirinya sendiri.
Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan sekali. Hari yang berat untuk dilalui seorang Alda seorang diri dengan bayi yang sedang ia kandungnya. Tuhan memberikan Alda banyak sekali ujian sampai ia sendiri tak mampu lagi menanggung semua ujian tersebut sendirian. Alda membutuhkan Desvin. Alda membutuhkan sang suami yang biasanya selalu bersamanya. Alda butuh ketepatan janji Desvin sedari dulu jika mereka berdua akan selalu bersama. Namun saat ini apa yang terjadi? Desvin malah pergi entah ke mana.
Tuhan ... sungguh, mengapa rasanya sangat menyakitkan sekali? Mengapa rasanya sangat pedih sekali di saat Desvin sedang bahagia menanti kelahiran buah hati mereka bersama, justru engkau memberikan cobaan yang begitu berat sekali. Justru engkau memberikan Alda beban yang berat. Beban di mana ia harus menjalani kehidupan seorang diri lagi tanpa ada yang bisa menemani Alda. Alda ingin menangis, Tuhan. Alda membutuhkan seseorang untuk bersama.
Alda memikirkan bagaimana nanti keadaan anaknya. Alda memikirkan mengapa Tuhan begitu kejam sekali dengan anaknya. Anaknya yang tidak bersalah itu harus menanggung cobaan berat padahal masih berada di dalam kandungan. Bagaimana nanti ia bisa tumbuh dengan seorang ibu saja? Bagaimana nantinya anaknya itu harus tumbuh tanpa adanya orang tua, Tuhan? Sungguh itu semua cobaan yang sangat berat sekali.
"Nak, sabar ya. Kamu harus kuat. Kamu pasti bisa menghadapi semua yang terjadi barengan sama mamah. Mamah akan selalu ada di samping kamu, Nak. Mamah akan selalu kasih yang terbaik buat kamu. Kamu tenang aja, semuanya udah mamah persiapkan buat kamu. Kamu harus jadi anak yang sukses nantinya, seperti apa yang papah kamu harapkan. Kamu berhak mendapatkan itu semua."