Sebuah kabar tentunya sangat berarti sekali bagi seorang istri yang ingin mengetahui bagaimana kondisi dan situasi suaminya dan hal itulah yang saat ini tengah Alda perjuangkan. Dalam keadaan tengah mengandung tua, ia berjuang sendirian menuju bandara untuk sebuah informasi penting mengenai penerbangan yang ditunggangi oleh suaminya. Tak peduli dengan energi minim yang wanita tersebut miliki, yang terpenting saat ini hatinya tenang. Ya, sudah seperti itu saja.
Usai turun dari mobil sang sahabat yang langsung balik ke kantornya karena ada sebuah urgensi tersendiri, Alda pun langsung berlari dengan sangat kencang memasuki sebuah bandara internasional dari negara ini, negara tercinta. Ia berkumpul, berkerumun dengan banyaknya keluarga korban yang tengah meminta sebuah penjelasan juga, berdesak-desakan, berteriak satu sama lain untuk sebuah kepastian.
"Mba, penerbangan yang diberitakan itu semua bohongan kan, ya? Penerbangan suami saya aman kan ya, Mba? Indonesian Airlines, Mba! Nomor penerbangan IA123, semuanya aman kan ya, Mba? Enggak ada sebuah hal yang terjadi kan, Mba? Semuanya mengudara dengan selamat dan mendarat dengan selamat kan, Mba?"
Alda yang baru saja hadir di tengah kerumunan itu langsung saja bertanya dengan sangat tuntut, meminta penjelasan secara detail kepada seorang wanita di depan sana yang sebenarnya tidak ia ketahui sebagai apa di bandara ini. Apakah ia selaku manajer bandara atau bagaimana pun Alda tidak tahu, ia juga tidak peduli akan hal itu. Yang terpenting bagi Alda saat ini hanyalah sebuah informasi mengenai Desvin sang suami, itu saja. Itu jauh lebih penting daripada segalanya.
"Iya, Mba! Saya menunggu dari tadi tapi belum diberitahu bagaimana perkembangannya. Semuanya aman dan selamat kan, Mba? Enggak ada korban jiwa kan di dalam kecelakaan ini?" timpal salah satu keluarga korban lainnya yang sudah terkapar dengan sangat lemas, ia menyenderkan tubuhnya di dinding bandara saking tidak kuatnya dengan keadaan seperti saat ini.
"Kami semua butuh kejelasan, Mba. Keluarga kami di sana dalam bahaya. Kami tentu saja tidak bisa tinggal diam begitu saja. Mba, tolonglah beritahu kepada kami sedikit informasi yang beredar saja," timpal seorang lelaki di depan sana yang juga turut menyuarakan hal yang sama. "Beritahu kepada kami semuanya, Mba!"
"Iya, Mba! Beritahu sekarang juga!" Kali ini, semua orang turut berteriak, bersahutan satu sama lain demi meminta sebuah kejelasan yang pasti. Saking riuhnya suasana yang ada, bahkan satpam sampai turun tangan. Pria kekar yang memakai seragam putih tersebut langsung membunyikan peluitnya, mengharapkan semua keluarga korban tenang supaya kondisi bandara juga jauh lebih kondusif.
"Tenang semuanya, tenang! Kita di sini juga sedang berusaha! Kita di sini sedang tidak bercanda. Kita sedang tidak memberikan prank apalagi sampai main-main, tidak sama sekali. Semua yang ada di berita memang benar, Indonesian Airlines dengan nomor penerbangan IA123 memang mengalami kecelakaan dan jatuh di lautan. Tim evakuasi sedang berusaha menangani kasus ini. Tim evakuasi sedang berusaha menyelamatkan semua korban yang terjadi di lautan, apakah memang benar ada yang selamat ataukah tidak. Kami semua sedang berusaha. Kami akan segera memberikan kalian semua kabar jika kami sendiri sudah mendapatkan kabar dari tim evakuasi. Jika kami belum mendapatkan kabar apa pun juga, apa yang harus kami sampaikan?"
Jujur saja, Alda tak tahu harus bagaimana saat ini. Ia tak mengerti harus mengadukan nasibnya kepada siapa, semuanya benar-benar tidak adil. Apa pun yang ada di hidupnya benar-benar kacau dan berantakan. Sumpah demi apa pun juga, Alda tak pernah berpikiran akan ada di situasi dan kondisi seperti ini, ia harus berteriak dengan sangat kencang di tengah kerumunan demi meminta sebuah penjelasan dan sebuah kabar.
Sakit, tidak enak, semua itu menyatu menjadi sebuah perasaan yang saat ini Alda alami. Ingin menangis pun rasanya sangat percuma, bukan? Menangis tidak akan menghadirkan Desvin seketika. Saat ini yang bisa Alda lakukan hanya berdoa saja, semoga Desvin selamat sampai rumah. Semoga Desvin bisa kembali, semoga Desvin tidak pergi meninggalkan Alda sendirian lagi. Alda sudah terlalu banyak ditinggalkan orang yang ia sayang. Alda sudah terlalu banyak ditinggalkan orang yang ia cintai.
BRUK!
"Astaga, Mba! Hati-hati, Mba! Mba lagi hamil kayak gini tapi malah berkerumun, pasti capek sekali, Mba. Ayo duduk!"
Seketika, di saat pening mulai menjalar di kepala Alda dan tubuh Alda yang hampir saja terhuyung jatuh ke lantai, Alda diselamatkan dengan seorang pria tampan yang matanya sembab tak karuan. Pastinya pria tampan tersebut adalah salah satu keluarga korban yang ingin meminta sebuah penjelasan sama seperti Alda.
Pria yang mengenakan kemeja lusuh sebab basah dengan air mata itu mulai membantu Alda duduk di kursi, ia juga memberikan satu botol air minum kepada Alda dan membukakannya.
"Diminum dulu, Mba. Siang-siang begini panas, apalagi berkerumun. Mbak-nya juga kebetulan kan lagi hamil, pastinya juga lemes."
Dengan sangat senang hati, Alda menerima pemberian dari pria yang ditaksir usianya tak jauh dengannya, atau bahkan sebelas dua belas dengannya. Wanita tersebut langsung meneguk hingga tuntas tenggorokannya yang semula kering, tak lupa juga memberikan ucapan terima kasih kepada sang pemberi.
"Keluarga Mba ikut Indonesian Airlines juga? Kalau boleh tau siapa? Kakak? Adik? Suami?" tanya sang pria baik hati dengan nada suara yang sangat lembut sekali.
"Suami," balas Alda dengan lirih. Ia tak mau menjelaskan banyak hal di kala seperti ini, di kala dirinya sedang lemas karena menghabiskan lumayan banyak tenaga. Di kala dirinya tak tahu harus bagaimana ke depannya.
"Mba hamil berapa bulan?" lanjut sang pria. "Suami Mba ada keperluan apa ke luar kota? Urusan pekerjaan?" Kembali bertanya supaya mendapatkan informasi yang jauh lebih runtut membuat Alda harus membuka mulutnya dan bersuara menjelaskan segalanya.
"Hamil tujuh bulan, suami saya ada acara di luar kota karena urusan bisnis. Semalam saya sudah bermimpi buruk, saya sudah berusaha memberitahukan kepada suami saya, tetapi suami saya tidak menghiraukan itu semua. Dia malah tetap pergi. Katanya dia akan kembali dengan selamat, tapi mana buktinya? Dia malah tidak tahu bagaimana keadaannya saat ini."
Sesak, begitulah perasaan yang saat ini bisa dirasakan oleh Alda. Dadanya terlihat seperti sangat dihimpit ribuan batu, dihantam berkali-kali oleh keadaan yang ada. Semua benar-benar menyesakkan dada. Hidup Alda terasa sangat hampa sekali di situasi seperti ini.
"Saya tidak tahu harus bagaimana lagi ke depannya. Saya hanya memiliki suami saya, saya sedang hamil besar, hamil tua, tetapi suami saya malah pergi meninggalkan saya. Saya harus menghidupi anak saya bagaimana jika seorang diri?"
Kala itu juga, tangisan Alda langsung pecah seketika. Alda langsung merasa sesak napasnya kembali kumat karena deru napasnya tak beraturan. Emosinya memuncak, apalagi emosi kesedihan.
"Sabar ya, Mba. Semoga aja semua korban kecelakaan ini selamat supaya enggak ada orang yang merasakan kehilangan. Kami di sini juga menunggu kabar, sama seperti Mba. Semoga kita semua bisa bertemu lagi dengan keluarga kita, jangan sampai terpisahkan kembali."