"Mas, kamu beneran mau ke luar kota? Enggak mau dibatalin aja? Firasat aku beneran buruk loh, Mas. Aku takut kalau sampai ada sebuah tragedi yang terjadi hari ini." Seorang wanita cantik dengan dress hitam bermotif polos dihiasi berbagai macam renda itu mengusap tangan suaminya dengan lembut, berusaha menjelaskan serta meyakinkan suaminya supaya tidak jadi pergi ke luar kota.
"Alda sayang, mas kan ada kerjaan di luar kota, jadi mau enggak mau mas harus ke sana karena jadwalnya juga udah diatur dari sebulan yang lalu. Kamu enggak perlu khawatir gitu dong, Sayang. Semuanya akan baik-baik aja, percaya deh sama aku." Desvin—suami Alda terus meyakinkan sang istri yang saat ini sedang diselimuti dengan kekhawatiran. Berusaha mengaitkan berbagai realita yang ada supaya mendapatkan izin baik juga dari istrinya.
Alda hanya bisa menghela napasnya kasar, entah mengapa kejadian dari mimpi buruk semalam selalu menggerayangi pikiran Alda. Padahal Alda tahu jika Desvin memang sudah mendapatkan jadwal sejak satu bulan yang lalu dan Desvin pun langsung meminta izin kepada dirinya, Alda pun sudah memberikan izin tersebut. Namun sekarang hanya karena mimpi buruk yang entah maknanya apa, Alda menjadi tidak yakin, Alda takut jika akan terjadi hal buruk yang tidak ia inginkan.
"Please, Mas ... untuk kali ini aja demi aku sama anak kita, jangan pergi dulu karena aku takut." Alda tetap kekeuh untuk menghentikan Desvin. Hari ini firasatnya sedang buruk dan Alda adalah tipikal orang yang senang bermain dengan firasat. Apa pun yang pikirannya katakan, maka Alda akan berusaha untuk mengiyakan tanpa peduli dengan kenyataan yang ada.
Pria dengan setelan rapi itu mengecup puncak kepala sang istri, dengan mata yang teduh ditatapnya sang tambatan hati dan mulai berbicara dari kelopak mata. Menatap dengan pandangan yang semakin lekat sampai akhirnya sang empunya mata yang ditatap memutuskan pandangannya.
"Aku takut," kata Alda lagi. Kali ini ada nada yang bergetar dengan mata berkaca-kaca seolah menandakan jika wanita ayu tersebut benar-benar takut dan tidak ingin Desvin pergi. "Please, Mas. Aku mau kamu jangan pergi dulu hari ini karena aku beneran takut. Takut sama apa yang terjadi ke depannya."
Desvin menarik tangannya, melihat jam tangan yang melekat pada tangan kekar itu. Jam tangan tersebut menunjukkan pukul setengah sembilan pagi dan seharusnya dirinya sampai di bandara jam setengah sepuluh pagi. Artinya waktu yang Desvin miliki tidak banyak, Desvin harus segera meyakinkan istrinya supaya ia bisa dengan mudah pergi ke bandara dan berangkat ke luar kota.
"Sayang, kamu percaya sama mas, kan? Mas enggak akan kenapa-kenapa kok, semuanya akan baik-baik aja, kamu tinggal yakin aja sama itu. Mas bisa jaga diri dengan baik. Udah ya, waktu mas tinggal satu jam lagi untuk sampai di bandara dan terkadang perjalanan menuju bandara itu sangat macet. Mas berangkat sekarang ya, kamu jaga diri baik-baik di sini." Saat Desvin mulai melangkah, pria tersebut terhenti dengan tangan Alda yang menahan dirinya dengan sangat kencang. Wanitanya itu benar-benar takut agaknya dengan apa yang terjadi dan Desvin bingung harus mengambil sikap bagaimana.
Di satu sisi Desvin tidak bisa meninggalkan Alda seperti ini apalagi kondisi Alda yang sedang hamil besar. Mungkin saja kan jika Alda sebenarnya membutuhkan dirinya di kondisi seperti ini, oleh karena itu Alda menghalangi jalan Desvin. Namun di sisi yang lain Desvin sudah ada tugas dari kantornya, ia harus bertanggungjawab atas tugas tersebut. Jika seperti ini jalannya, Desvin jadi simalakama. Entah apa yang harus Desvin pilih nantinya.
"Mas, please ...," lirih wanita berbadan dua tersebut. "Aku mohon, Mas."
"Halah enggak usah bersifat kekanak-kanakan gini deh, Al. Lagian kan suami kamu kerja juga demi kamu sama anak kamu. Jangan manja gitu, nanti siapa yang biayain lahiran anak kamu itu kalau suami kamu enggak kerja coba? Lagian kan di sini ada mamah sama papah, kalau kamu butuh bantuan tinggal panggil kita aja, semuanya bakalan selesai. Biarin Desvin berangkat, dia harus tanggung jawab sama pekerjaannya, Al." Tiba-tiba seorang wanita paruh baya yang berstatus sebagai ibu mertua dari Alda datang di tengah-tengah adegan pertengkaran kecil antara Alda dan Desvin.
Kedatangan sang ibu mertua tersebut membuat Alda langsung kicep, ia tidak mau dikatakan istri manja yang tidak mengizinkan suaminya bekerja, bukan itu masalahnya. Ini semua karena firasat, Alda takut jika apa yang terjadi nanti sesuai dengan mimpi dan firasatnya. Oleh karena itulah Alda memilih untuk melarang Desvin pergi.
"Nah, bener apa yang dikatakan sama mamah, Al. Di sini kan ada mamah sama papah jadi kalau kamu butuh bantuan bisa ke mereka, enggak harus berpusat sama aku. Udah ya, aku pergi dulu. Mah, titip Alda sama bayi aku baik-baik ya."
"M—mas!" Terlambat, Desvin sudah memasuki mobil taksi dan mobil taksi tersebut sudah meluncur bebas di jalanan.
Desvin sudah pergi tanpa restu dari Alda, Desvin tidak mau mendengarkan apa yang Alda sampaikan. Alda hanya bisa mengusap perut buncitnya dengan tatapan nanar, hatinya selalu merapalkan doa terbaik semoga suaminya itu bisa kembali dengan selamat. Semoga Alda bisa bersama dengan Desvin lagi dan semoga saja segala firasat itu tidak terjadi.
***
"Perhatian, para penumpang Indonesian Airlines dengan nomor penerbangan IA123 tujuan Pontianak dipersilakan naik ke pesawat udara melalui pintu A12." Sebuah pengumuman seketika membuat Desvin yang sedang terduduk dan melamun di kursi langsung bangkit dengan segera. Ia menarik kopernya dan memasuki pintu A12 untuk naik ke pesawat. Entah mengapa hatinya tidak tenang saat ini, semua kata-kata yang dilontarkan oleh istrinya juga terus berputar di kepala. Entah firasat apalagi ini sebenarnya.
Dengan penuh keyakinan, Desvin hanya bisa merapalkan doa kuat-kuat, semoga saja dirinya bisa selamat sampai tujuan dengan baik supaya bisa melakukan pekerjaan dengan mudah dan bisa kembali ke hadapan Alda serta anak yang sedang istrinya kandung itu. "Bismillah, semoga semuanya baik-baik aja."
Selang beberapa saat pesawat yang Desvin tumpangi mulai berjalan untuk melakukan take off di runway, sang pilot beserta dengan first officer nampaknya sangat ahli di bidang take off ini, terbukti dengan take off yang berjalan dengan lancar tanpa terkendala satu apa pun. Hati Desvin seketika tenang, ia yakin jika di perjalanan semuanya akan aman karena pilot yang mengendarai sangat andal.
Dua menit berada di udara, pesawat mulai memasuki atas laut Indonesia, Desvin dapat melihatnya dari tempatnya duduk karena kebetulan kursi yang Desvin dapatkan berada tepat di samping jendela. Senyum Desvin terbit, ia yakin jika semuanya akan lancar dan Desvin bisa segera kembali kepada istrinya.
Mata Desvin mulai terlelap, rasa kantuk akibat semalaman terbangun karena istrinya mulai dapat Desvin rasakan. Namun tiba-tiba guncangan hebat membuat rasa kantuk Desvin hilang, teriakan demi teriakan para penumpang dapat Desvin dengar dengan jelas, keadaan di pesawat mulai tidak stabil, banyak barang-barang di bagasi atas yang mulai jatuh juga akibat guncangan tersebut. Desvin dapat merasakan jika pesawat mulai membelok ke arah kiri dan pesawat menunduk, lalu sebuah kenyataan pahit harus dapat diterima.
Pesawat terjatuh.