Seorang wanita ayu yang baru selesai dengan pekerjaan mencuci pakaiannya saat ini duduk di sofa dengan tangan yang terus memegang pinggangnya, sedikit takut terjadi hal buruk karena lagi-lagi mimpi itu terus membuat Alda terkontaminasi sehingga terus menggerayangi pikiran Alda. Dua jam sudah berlalu sejak Desvin yang memilih pergi tanpa restu dari Alda, dua jam juga artinya Alda terus berpikir yang tidak-tidak. Alda terus memikirkan kemungkinan terburuk yang padahal belum tentu benar atau tidak kenyataannya, namun pastinya Alda berharap yang terbaik. Alda berharap tidak terjadi hal macam-macam dalam hidupnya.
Tangan putih bersih Alda mulai mengambil remot televisi yang berada di atas nakas, gadis tersebut mulai menyalakan televisi dan mencari channel terbaik untuk ia tonton sebagai hiburan. Agaknya Alda memang membutuhkan hiburan supaya pikirannya dapat terkendali dengan baik dan Alda bisa sedikit lebih tenang.
"Pemirsa dikabarkan sebuah pesawat milik Indonesian Airlines hilang dari radar sejak tiga puluh menit lalu. Saat ini pihak investigasi mulai mencari di mana keberadaan pesawat tersebut. Menurut berita yang beredar pesawat yang hilang dari radar adalah pesawat dari Jakarta dengan tujuan Pontianak, pesawat ini memiliki nomor penerbangan IA123."
"Hua! Enggak mungkin, ini enggak mungkin terjadi! Mas Desvin!" Teriakan Alda seketika terlontar begitu saja setelah mendengarkan berita yang disampaikan oleh pembawa acara. Pikiran baik yang dengan susah payah ia dapatkan seketika musnah begitu saja dan tergantikan dengan pikiran buruk.
Remot televisi yang semula berada di tangan wanita berbadan tersebut jatuh, disusul dengan jatuhnya sang wanita dan jeritan serta isakan tangis. Matanya mulai menitikkan air mata, tubuhnya bergetar dengan hebat. Lagi-lagi Alda merasakan de javu pada moment ini. Ini persis sekali dengan adegan yang berada di dalam mimpi Alda. Tubuh lemas Alda terus bergetar hebat dengan jeritan yang dapat memanggil semua orang, hal tersebut dibuktikan dengan adanya para orang tua Desvin atau mertua Alda yang menghampiri menantunya.
"Ini enggak mungkin. Please jadiin ini mimpi aja, ini enggak mungkin terjadi," racau Alda dengan kepala yang terus menggeleng sempurna. Napas Alda mulai tidak stabil, dadanya bergemuruh hebat dengan bahu naik turun.
"Kamu ini kenapa sih, Al? Kenapa sampai teriak-teriak kayak gini? Malu sama tetangga tau!" omel Najma—ibunda dari Desvin. "Kenapa kamu sampai nangis kayak gini, hah? Guling-guling di lantai, enggak kasian sama bayi yang lagi kamu kandung! Dia kesakitan kalau kamu guling-guling di lantai terus, Alda."
Perkataan dari Najma tidak mendapatkan balasan, yang ada tangisan Alda semakin kencang dengan air mata yang semakin banyak luruhnya. Wanita tersebut tidak menjelaskan apa alasan ia menangis, perempuan itu justru menghiraukan apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya.
"Alda, ada apa? Kenapa tangisan kamu semakin kencang? Apa yang terjadi?"
Alda masih tidak membalas, tubuhnya sudah benar-benar lemas dengan mata yang mulai terpejam sedikit demi sedikit. Keseimbangan Alda mulai menghilang dan Alda kehilangan kesadarannya. Alda pingsan.
"Astaga, Alda! Jangan pingsan gini, dong! Ini kamu kenapa sih sebenernya?"
***
Aroma semerbak dari minyak kayu putih dapat dicium dari seorang wanita berperut buncit yang kesadarannya mulai terkumpul sedikit demi sedikit. Wanita itu perlahan mulai membuka matanya yang semula terpejam, penglihatannya sedikit remang-remang, hal itu adalah hal wajar yang selalu terjadi jika seseorang baru sadar dari kondisi pingsan. Dengan tubuh yang semula tertidur di atas kasur empuk, Alda mulai mengubah posisinya menjadi duduk lalu memijit keningnya yang sedikit pening. Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Sepersekian detik kemudian Alda langsung terlonjak kaget dan membelalakkan matanya. Alda mengingat kejadian terakhir yang terjadi pada dirinya sendiri, berita itu ....
"Kamu itu sebenarnya kenapa sampai nangis-nangis sih, Al? Udah gitu sampai pingsan segala macem, ngerepotin aja tau!" omel sang ibu mertua dengan raut wajah judesnya. Nampak sebal mengurus sang menantu yang tengah berbadan dua ini agaknya. "Cepet ceritain apa yang terjadi sampai kamu pingsan kayak gini, hah? Lemah banget jadi cewek, dulu waktu aku hamil Desvin juga enggak sampai kayak gini, enggak pernah sama sekali yang namanya pingsan."
"Sssttt, Mah! Udahlah, Mah. Lagian kan kondisi kalian berdua berbeda, imun yang dimiliki sama kamu dan menantu kita juga pastinya berbeda," balas Bramastya yang membela menantunya.
"Halah, hamil baru tujuh bulan aja lemahnya bukan main, gimana mau lahiran nanti?" Najma kembali merespon dengan ketus, cukup membuktikan jika wanita tersebut sebenarnya sebal dengan sang menantu yang lemah.
Alda tak mengindahkan apa yang terjadi pada ibu mertua maupun ayah mertuanya, ia cukup tahu diri jika tidak semua ibu mertua baik kepada menantunya. Fokus Alda kali ini justru pada berita dan televisi. Ia mengambil remot televisi dan mulai menyetel benda datar yang terpajang di tembok kamarnya itu. Channelnya masih sama dan berita yang disuguhkan pun masih sama menandakan jika berita tersebut memang sedang hype sekali saat ini.
"Ini yang bikin Alda nangis sampai akhirnya pingsan, berita ini." Akhirnya Alda mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya itu.
Atensi Bramastya serta Najma langsung teralih pada layar televisi yang menampilkan berita live. Mereka dapat melihat jika keadaan yang sedang direkam itu adalah keadaan buruk yakni sebuah bencana. Namun saat ini mereka masih belum tahu bencana apa yang sedang diberitakan karena sang pembawa acara belum menjelaskan apa pun juga.
"Ya pemirsa, setelah beberapa jam berlangsung akhirnya tim investigasi saat ini mulai menemukan di mana keberadaan pesawat Indonesian Airlines dengan nomor penerbangan IA123, tujuan Pontianak terjatuh. Keberadaannya berada di Pulau Seribu, Jakarta. Nampaknya pesawat ini baru mengudara selama sekitar empat menit sebelum akhirnya jatuh ke Pulau Seribu. Enam puluh empat total penumpang saat ini sedang mulai dicari, berdoa saja yang terbaik semoga semuanya bisa selamat. Berdoa juga jika tim investigasi dapat dengan cepat mengetahui apa penyebab dari kecelakaan ini."
Najma seketika langsung meneguk salivanya dengan kasar, napasnya mulai berembus tak karuan dan kepalanya seketika terasa sangat berat sekali. Tuhan tolong jadikan ini sebagai mimpi saja, Najma belum siap menerimanya jika hal ini benar-benar terjadi.
Itu adalah pesawat yang ditumpangi oleh putranya dan pesawat tersebut terjatuh di sebuah perairan, puing-puing pesawat tersebar di mana-mana, lalu apa yang bisa diharapkan? Faktanya kecelakaan di laut sangat rentan sekali untuk selamat, sebagian besar dapat dipastikan meninggal.
"Enggak mungkin, ini enggak mungkin terjadi. Tadi pagi karena terburu-buru Desvin belum sempat cium tangan ibu, ibu juga belum sempat cium puncak kepala dia. Ini enggak mungkin terjadi kan, Pah? Ini pasti cuma mimpi aja kan, Pah? Desvin enggak mungkin kecelakaan, aku enggak bakalan kuat kalau Desvin kecelakaan, Pah!" rengek Najma yang mulai tidak stabil emosinya. Secara ibu mana yang kuat melihat anaknya kecelakaan pesawat dan jatuh di perairan dengan kemungkinan selamat kecil? Tidak ada.
"Ini pasti cuma mimpi aja, Pah. Tenang aja, Desvin pasti kembali." Bohong, ini hanyalah sebuah penyemangat diri saja, padahal kenyataannya Najma tidak yakin dengan ini semua.
"Kita berdoa yang terbaik aja ya, Mah."
Najma hanya bisa mengangguk dengan tubuh yang mulai lemas dan bergetar hebat. Matanya seketika memerah penuh amarah dan menatap Alda dengan nyalang. "Ini semua gara-gara kamu dan bayi kamu itu, Alda. Kalian berdua sama-sama pembawa sial, andai aja tadi kamu enggak bilang soal prasangka buruk kamu, ini semua enggak mungkin terjadi."