Chereads / Jodohku seorang duren / Chapter 6 - dua pilihan

Chapter 6 - dua pilihan

"Mama ga mau tahu Rif, ayo segera menikah dengan wanita pilihan mama atau mama sama sekali ga mau bantuin kamu lagi mengurus Zahra." ucap Rini penuh penekanan.

"Memang Mama udah ada calonnya buat kak Rifki? Kok ga disegerakan saja ma?" tanya Kevin membuat Rifki yang mendengarnya melotot tajam pada Kevin.

"Mama akan mengurusnya tapi jika Rifki tetap ga mau maka segera angkat kaki dari sini mama ga mau anggap dia sebagai anak. Kamu paham bukan Rif ucapan mama tidak main-main." ancam Rini.

"Baik ma nanti Rifki berpikir lagi yang terbaik bagaimana biar mama puas. Sekarang mama sudah lega bukan hatinya?" balas Rifki menenangkan Rini mamanya.

"Belum besok pagi dataglah ke rumah Tante Fitri lamar Naura jadikan dia istrimu segera!" ucap Rini membuat kedua kakak adik tersebut melongo dan saling pandang.

"Apa ma...?" ucap Rifki dan Kevin bersamaan.

"Iya mama mau Naura yang jadi mantu mama, nyonya Rifki mama untuk Zahra. Kamu masih kurang jelas atau pura-pura bodoh Rifki?" Rini mencebik kesal pada putranya yang pertama tersebut.

"Ma, dia masih sekolah dan lagi dia sudah ada bilang ga akan menikah dulu sebelum lulus kuliahnya." ucap Kevin pada Rini membuatnya mendelik pada Kevin.

"Kau, memang tahu dia darimana?" tanya Rini penasaran.

"Dia satu kampus denganku ma, dan baru juga tempo hari aku--" Kevin urung melanjutkan perkataannya dia tak ingin keluarganya tahu jika dia juga menyukai Naura gadis yang selalu saja mengganggu pikirannya belakangan ini.

"Lah kamu malah sudah tahu dan kenal dengan dia Vin, bagaimana dia dia sangat baik bukan?" tanya Rini menatap Kevin dengan intens.

"Dia ga cuma baik ma, tapi juga cerdas calon ibu yang sesuai untuk kriteria Zahra dan isteri buat kak Rifki." jawab Kevin Rifki pun ikut menatap Kevin sang adik.

"Kamu jangan coba-coba memprovokasi mama Vin, atua nanti aku potong uang jajan kamu!" ancam Rifki.

"Silakan kak kalau dipotong Kevin bakal minta mama kok," Kevin pergi meninggalkan Rifki dan mamanya dengan hati yang terluka haruskah dia merelakan cintanya Naura untuk kakaknya Rifki.

Blam!!

"Anak itu g tahu sopan santun saja." ucap Rini kesal.

"Bagaimana Rif? Kamu kesana lamar Naura atau ibu angkat kaki dari rumah ini dan hidup jadi gembel diluar sana." ancam Rini.

"Baik ma, Rifki akan lakukan semu permintaan mama besok sekarang mama puas bukan?" tanya Rifki pada Rini.

"Makasih ya Rif kamu memang anakku yang terbaik. Mama hanya mau yang terbaik untukmu karena mama ga ingin kamu mengulang kesalahan yang sama seperti dulu."

"Iya sudah ya ma, Rifki ke kamar dulu." Rifki naik ke kamar dan didapatinya Zahra ada di ranjangnya sedang tidur.

"Kasihan kamu nak andai saja mama kamu masih hidup tentu nasibmu ga akan seperti ini dan papa juga akan terbebas dari perjodohan konyol ini." gumam Rifki.

"Haruskah aku menikah lagi? Sementara hati ini belum siap untuk menjalaninya. Kenapa mama begitu memaksa sekali padaku?" lanjutnya.

"Papa sudah pulang ke rumah?" tanya Zahra dengan wajah riangnya.

"Iya sayang kenapa, apa kau perlu sesuatu?"

"Ayo papa kita ke rumahnya tante cantik yuk terus ajak dia tidur disini bareng kita." ucap Zahra membuat Rifki bertambah pusing.

"Nak ke rumah tantenya besok saja ya ini sudah malam kasian kan jika tante kamu ganggu tidurnya. "

"Tapi pa..?"

"Papa bilang besok ya besok ya." ucap Rifki meyakinkan Zahra.

"Janji ya Pa?"

"Insya Allah' nak. Ayo Zahra juga harus bobo biar segera sembuh dan bisa main kayak biasanya lagi."

"Asyik papa memang yang terbaik dan juga keren." puji Zahra.

Rifki hanya mengusap pelan rambut Zahra.

***

"Pagi tante apa Naura ada?" sapa Rifki datang ke rumah Naura.

"Ada nak tapi kayaknya mau berangkat kuliah itu, ayo silahkan duduk dulu." sela Fitri mempersilahkan Rifki masuk.

"Ngomong-ngomong siapa ya dan darimana?" tanya FitriĀ  kemudian.

"Saya Rifki bu, anaknya Rini mama saya yang meminta saya datang ke sini sebenarnya maksud dari tujuan saya datang kemari untuk melamar Naura jadi istri saya. Apakah ibu mengijinkannya?" ucapan Rifki membuat Fitri tercengang apalagi dengan Naura yang baru saja keluar dari kamarnya.

Fitri dan Naura saling pandang.

"Kak Rifki jangan buat lelucon ya, ga lucu tahu." ucap Naura.

"Tapi ini beneran Ra, saya mau melamar kamu buat saya jadikan istri sekaligus ibu sambung buat Zahra." balas Rifki membuat Fitri mendelik pada Rifki.

"Tunggu nak, kamu bilang ibu sambung buat anakmu, berarti status kamu itu--?"

"Benar tante saya seorang duda dengan satu anak." jawab Rifki.

"Jadi kamu anak pertama Rini,?" tanya Fitri memastikannya.

"Benar tante mama menyuruh saya untuk segera melamar anak tante Naura." balas Rifki.

"Iya tante mengerti sekarang!"

"Lantas bagaimana tanggapan tante tentang ini apa tante menyetujuinya?" tanya Rifki.

"Saya menyerahkannya pada putri saya Naura nak karena kembali pada diri Naura lah yang nanti akan menjalaninya." ucap Fitri seraya menatap anaknya tersebut.

"Gimana Naura apakah kamu mau menerima lamaran saya?" tanya Rifki.

"Gimana ya kak ini terlalu mendadak buat saya. Bisakah kak Rifki memberi saya waktu untuk memikirkan ya." balas Naura.

"Baiklah saya beri kamu waktu tiga hari untuk memikirkannya." ucap Rifki kemudian.

"Kalau begitu saya permisi dulu tante saya harus kembali ke kantor." pamit Rifki pada Fitri.

"Baiklah nak hati-hati dijalan." balas Fitri.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," balas Naura dan Fitri bersamaan.

Baru juga membuka pintu mobil Rifki sudah berbalik lagi, "Naura bukankah kamu akan ke kampus? Ayo saya antar sekalian ke sana." seru Rifki.

"Tapi kak apa tidak merepotkan?" balas Naura.

"Tidak, aku tunggu kamu segera." Rifki masuk ke dalam mobil.

"Ma, Naura berangkat dulu ya, Assalamualaikum." pamit Naura.

"Waalaikumussalam."

Rifki menatap keduanya dari dalam mobilnya.

'Gadis yang baik lagi sopan pantas saja mama suruh aku segera meminangnya." ucap batin Rifki.

"Sudah kak." seru Naura membuyarkan lamunan Rifki.

"Eh baiklah ayo berangkat." sahut Rifki.

"Kak Rifki melamun ya?" tanya Naura membuat Rifki gugup seketika.

Selama menempuh perjalanan ke kampus, Naura dan Rifki saling diam. Mungkin karena masih merasa canggung belum begitu mengenal satu sama lainnya.

"Sudah sampai kak, makasih atas tumpangannya." Ketika Naura hendak turun tangannya dicekal Rifki.

"Nanti balik jam berapa?" tanya Rifki.

"Belum pasti kak mungkin sekitar jam tiga. Kenapa kak?" tanya Naura.

"Oh, nanti biar saya jemput kamu lagi. Kamu ke rumah saya temui Zahra dari kemarin nanyain kamu terus." ucap Rifki memberi kartu nama pada Naura.

"Oh baiklah kak nanti setelah selesai kuliah saya telpon kak Rifki." balas Naura.

Naura segera keluar dari mobil Rifki tanpa disadari keduanya, Kevin melihat semuanya dan membuat dada Kevin makin terasa sesak.

"Ra, aku mau bicara sama kamu." Naura menoleh dan tersenyum pada Kevin namun Kevin sama sekali ga merespon Naura. Kevin menarik paksa lengan Naura membuat Naura memekik kesakitan.

"Awwh, lepas Vin ini sakit." ucap Naura.

"Sorry Ra," Kevin segera melepaskan cekalan tangannya.

"Ra aku mau nanya sama kamu, apa kamu nerima lamaran kakakku?" tanya Kevin membuat Naura serba salah karena dihadapkan pada dua pilihan.

Rifki atau Kevin?