Rifki terlambat sampai di kantornya. Begitu masuk ke ruangannya Dania langsung membuntutinya dan mengunci pintunya.
"Kenapa kamu terlambat datang sayang apa kamu lupa jika hari ini ada pertemuan dengan klien yang sangat penting untuk perusahaan kita?"
Rifki tetap saja bungkam padahal Dania sudah memberondongnya dengan berbagai pertanyaan.
"Diam Dania saya sibuk sekarang!" ucap Rifki.
Dania bukanlah tipikal orang yang mudah menyerah. Rifki yang sedang memijit pelipisnya pun tercengang melihat Dania duduk di pangkuannya dan menyerang Rifki dengan cepat.
Dikecupnya bibir Rifki dari ciuman biasa lama-lama bernafsu dan tak dapat dikendalikan oleh keduanya.
"Kita main disini sayang?" tanya Dania menyerigai dia tahu Rifki sudah tidak tahan jika sudah seperti ini apapun dilakukan untuk memuaskan dirinya. Tanpa menunggu lama Rifki membuka laci kerjanya dan mengambil sesuatu, dengan cepat Dania membuka celana Rifki dan memasangnya. Tanpa menunggu aba-aba Dania langsung memasukkannya ke dalam miliknya.
"Aarggghh,.. teruslah Dan, ini sangat nik-mat." ucap Rifki menikmati setiap sentuhan dari Dania.
"Tenang sayang aku akan memuaskanmu." bisik Dania sensual di telinga Rifki.
Dengan nakalnya Dania bergoyang dipangkuan Rifki diapun tak ingin kalah dibukanya blazer milik sekretarisnya itu dan menyesap kedua payudara Dania bergantian.
"Kau memang bisa diandalkan sayang." Rifki mencium bibir Dania dengan brutal.
Merasakan akan sampai pada pelepasan Rifki bangkit mengangkat Dania menuju sofa dipacunya dengan cepat milik Dania membuat Dania merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Rifki memejamkan matanya ketika pelepasannya datang.
"Nau-ra." Dengan segera Rifki mencabut miliknya.
Dania tercengang mendengar nama wanita lain ketika sedang bercinta dengan Rifki.
'Apa dia sudah menemukan hatinya?' tanya Dania dalam hati.
"Makasih Dania ini lebih dari sekedar sarapan pagi. Aku akan mentransfer uang nya segera." ucap Rifki membuat Dania sedikit kecewa dia menginginkan lebih bukan hanya sekedar hubungan bos dan sekretaris tapi selayaknya seorang pasangan. Sayangnya Rifki tak ingin terikat dengan siapapun namun faktanya dia mendengar nama wanita lain ketika sedang bercinta dengannya.
'Siapa tadi namanya 'Naura' akan kuingat nama itu Rifki.' ucap Dania kesal.
Jam tiga sore Naura segera keluar dari kelas ternyata Kevin sudah menunggunya di depan gerbang.
"Aku antar kamu balik ya? Atau kamu mau mampir kemana dulu biar aku antar, tenang gratis kok gak bayar anggap saja aku supir pribadimu." ucap Kevin berharap Naura segera mengiyakan ajakannya.
"Aku menunggu kakakmu? Dia bilang mau menjemputku dan mengajakku ke rumah. Apa benar Zahra sedang sakit Vin?" tanya Naura Kevin sedikit kecewa dengan penuturan Naura.
"Iya dia memang sedang sakit Ra, hanya demam sih. Kemarin juga sudah dikasih obat sama dokter." sahut Kevin.
"Kalau begitu kita ke rumahku saja ya, kan bisa sekalian. Nanti biar aku ngomong sama kak Rifki bagaimana?"
tawar Kevin.
"Baiklah ayo nanti keburu hujan, kamu bawa motor kan?" Kevin mengangguk kemudian menarik tangan Naura ke parkiran kampus.
"Kesini Ra," Kevin memasangkan helm di kepala Naura.
"Makasih," ucap Naura.
"Eem, pegangan yang erat Ra aku mau ngebut ini." Kevin melajukan motornya, di tengah jalan Rifki yang hendak ke kampus Naura melihat Naura dibonceng Kevin dan memeluk adiknya dengan erat tersebut merasa jengkel seketika 'Kenapa dia tak menungguku dan lebih memilih adikku Kevin. Apa karena Kevin lebih muda sehingga dia lebih memilih kevin daripada dirinya.' batin Rifki bermonolog sendiri.
Sesampainya di rumah Kevin langsung disambut oleh Zahra keponakan kecilnya.
"Om Kevin ngajak siapa itu?" tanya Zahra pada Kevin.
"Coba siapa dek Zahra kenal kok." balas Kevin.
"Assalamualaikum cantik," sapa Naura membuat Zahra memekik dan tersenyum senang.
"Waalaikumussalam, tante cantik. Zahra kangen deh sama tante." Zahra memeluk tubuh Naura.
"Main yuk Tante sama Om Kevin juga. Pasti rame deh." ucap Zahra.
"Mainnya nanti ya dek Tante Naura biar minum dulu sebentar." ucap Kevin.
"Kalau begitu Zahra ambil mainan dulu ya Tante." Zahra berlari kecil menuju kamarnya.
"Aku bikinkan minum dulu ya sebentar." pamit Kevin menuju ke dapur.
Selang tak lama Rifki pun datang. "Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam, kak Rifki baru pulang. Maaf tadi aku tinggal kak, eem--"
"Lain kali jangan kau ulangi, aku tak suka ingat itu!" ucap Rifki dengan penuh penekanan dan berbisik tepat di telinga Naura.
Rifki segera melangkah ke kamarnya sementara Naura terdiam membeku ditempatnya.
"Dah balik mas?" tanya Kevin.
"Eem, aku capek Vin." ucap Rifki dan bergegas masuk ke kamarnya. Bayangan Naura naik motor dengan Kevin menari-nari dalam ingatan Rifki.
"Kenapa dia mau dibonceng sama Kevin pakai acara memeluk pinggang segala. Hufh!" Rifki mendengus kesal.
"Assalamualaikum," sapa Rini yang baru saja pulang belanja.
"Eh Naura sejak kapan disini? Apa bareng sama Rifki?" tanya Rini.
"Tadi saya sama Kevin Tante." balas Naura.
"Loh bukannya Rifki bilang mau jemput?" sela Rini.
"Tadi kebetulan bertemu Kevin dan kondisi sudah mau hujan jadi langsung diajak kemari Tante." sahut Naura.
"Oh begitu ya sudah kamu duduk dulu ya Tante mau merapikan belanjaan dulu." ucap Rini.
"Iya Tante." Naura kembali duduk di sofa.
"Diminum dulu Ra, diluar sudah hujan pulang nanti saja ya!" ucap Kevin.
"Biar nanti aku yang antar Naura pulang Vin." ucap Rifki yang baru saja keluar dari kamarnya. Dia ingin sekali mengenal lebih jauh seperti apa Naura dan dengan sengaja duduk di depan Naura.
Naura yang melihat itupun sedikit gugup.
Zahra berlari keluar kamar dengan sebuah boneka. "Tante sini main sama Zahra dan papa juga ya." pinta Zahra.
"Sini papa peluk dulu sayang," Rifki memeluk tubuh mungil Zahra.
"Papa kangen banget sama princess papa yang satu ini." Rifki menciumi Zahra dengan gemas.
"Kan memang papa punya Zahra aja coba kalau Zahra punya adik jadi Zahra punya teman main kan Pa, besok kalau ke plaza Papa belikan satu ya buat Zahra." seru Zahra membuat Rifki bingung dengan omongan Zahra darimana dia mendapatkan serangkaian kalimat itu apa mamanya yang mengajarinya.
"Baik besok papa belikan yang banyak buat Zahra biar banyak temannya." balas Rifki.
"Tuh Rif anak kamu sudah menuntut ingin segera punya adik apa kamu tak mau segera mewujudkan keinginannya." tanya Rini yang keluar dari dapur.
"Apaan sih Ma, nanti jika sudah waktunya Rifki juga bakal nikah." balas Rifki.
"Lebih baik kalian segera menikah mau nunggu apalagi. Kamu mau kan Ra nikah sama anak Tante yang satu itu. Memang ya begitu itu sikapnya tapi Tante jamin dia anak baik." ucap Rini.
"Ma, tak perlu seperti itu. Nanti pasti Rifki menikah kok." sela Rifki.
"Bagaimana kalau minggu depan saja ya, sekalian acara keluarga kita kan. Kamu langsung aja menikah Rif nanti biar mama yang urus semuanya. Pokoknya kamu terima beres saja." ucap Rini.
"Tapi Tante saya---"
"Mau ya Ra, Tante sudah bilang kok sama mama kamu tenang saja dia takkan keberatan justru mama kamu senang karena kamu ada yang jagain." tukas Rini.
"Ma, kok jadi Mama yang antusias begitu?" ucap Kevin.
Melihat Kevin ikut bicara Rifki segera mengambil keputusan.
"Baik Ma, besok saja Rifki nikah sama Naura." ucap Rifki membuat semua mata mengarah padanya.