"Mas jangan sakiti Naura," ucap Kevin pada Rifki sang kakak.
"Kenapa kamu begitu perduli padanya padahal dia tak memilihmu kenapa kamu mengkhawatirkannya?" tanya Rifki tak ingin tinggal diam.
"Karena aku mencintainya Mas apa kau belum tahu juga?" sela Kevin.
"Ok, aku ngerti sekarang tapi apakah kamu mau mengerti sedikit saja jika keponakanmu Zahra butuh seorang ibu?" seru Rifki kesal pada adiknya.
Kevin yang mendengar penuturan Rifki itupun langsung berdecak kesal padanya.
"Oh jadi Mas Rifki memang sengaja mau nikah dengan dia karena Zahra. Jangan jadikan anak sebagai senjata Mas takutnya seperti pepatah bilang senjata makan tuan. Mungkin hari ini Mas Rifki seperti itu sama Naura tapi lihat bagaimana ke depan kita gak tahu apapun. Jangan mempermainkan hati seorang wanita," ucap Kevin.
Rifki hanya menatap Kevin dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.
"Sudah bicaranya? Aku gak bakalan nyakitin Naura, denger ya Kevin ini semua semata-mata hanya untuk Mama dan juga Zahra keponakanmu aku jamin aku takkan menyentuh Naura karena aku tahu jika kau juga mencintainya," ucap Rifki.
Semenjak kejadian ini Kevin menjadi pendiam dan jarang bicara baik di rumah maupun kampus.
Rini mengkhawatirkan Kevin yang sedari kemarin tak makan dan keluar kamarnya dan sikap acuh sang kakak membuat Arini semakin penasaran sebenarnya ada masalah apa dengan mereka berdua.
"Oma kemana Om Kevin dari kemarin tidak kelihatan?" tanya Zahra pada pada Rini.
"Mungkin Om kevin sedang sibuk dan gak pengen diganggu nak. Nanti aja ya mainnya kalau Om Kevin sudah gak banyak kerjaan,"
"Zahra tahu ke mana Papa pergi?" tanya Rini sengaja duduk di dekat cucunya.
"Tadi bilang mau nemuin Tante cantik mau ke butik lihat baju pengantin gitu Oma," sahut Zahra dengan kedua tangan aktif bermain boneka Barbie hadiah dari Naura.
"Kamu kenapa gak ikut kan bisa jalan-jalan sayang?" sela Rini dan menatap pintu kamar Kevin yang terbuka.
"Takut gangguin Papa sama Tante, jadi Zahra gak ikut Oma," balas Zahra.
"Kevin kamu belum makan dari kemarin apa kamu sakit?" tanya Rini menatap Kevin anak keduanya.
"Kevin lagi males aja kok Ma, banyak tugas di kampus kan mau wisuda," balas Kevin seraya duduk di sofa ruang tv.
"Om, main yuk!" Zahra mengajak Kevin namun Kevin berasa enggan untuk ke luar.
"Besok aja ya dek, Om lagi males ke luar lagian juga dah mau sore iya," ucap Kevin.
"Baiklah Om tapi janji ya besok beneran main di taman, Zahra kangen sama Sisi," celetuk Zahra.
"Iya Om janji besok pasti main, sana istirahat aja atau ke masjid buat TPA," ucap Kevin membuat Zahra teringat Naura.
"Sebenarnya Tante cantik juga bisa kok ngajari ngaji, itu jika Zahra mau nanti kalau dia sudah jadi mamanya Zahra tiap sore pasti ngaji kok Om," ucap Zahra membuat hati Kevin semakin berdenyut nyeri.
"Ok, nanti Om bilang sama Tante biar segera jadi mamanya Zahra," Kevin mencoba membujuk Zahra.
"Janji ya Om?" Zahra menautkan jarinya kecilnya pada jari kecil Kevin.
"Janji," balas Kevin dengan senyum mengembang di bibirnya.
***
"Mas Rifki apa ini tidak berlebihan?" tanya Naura yang memakai baju kebaya modern dengan banyak Swarovski di bagian depan.
Rifki yang sedang bersedekap menyender pada dinding menautkan kedua alisnya.
"Aku rasa tidak, itu cocok buatmu kamu terlihat lebih cantik. Nanti make up-nya yang natural saja ya jangan terlalu tebal aku gak suka," ucap Rifki.
Mendengar komentar Rifki yang seperti itu mau tidak mau Naura hanya bisa mengangguk pasrah.
"Baiklah," balasnya.
"Mba ini fix ya, apa bisa diantar ke rumah karena kami akan pergi ke tempat lain," ujar Rifki.
"Baiklah pak, untuk pembayaran dan alamat rumah tolong segera ke kasir ya untuk penyelesaiannya," ku lihat Mas Rifki tampak sibuk di depan kasir aku pun melihat-lihat ke depan seraya menunggunya.
Begitu kembali berbalik dia sudah tidak terlihat di sanan.
'Di mana dia kenapa cepat sekali perginya,' ucap batin Naura.
"Ayo kita pergi!" ajak Rifki dari belakang, ku putar tubuhku dan ku dapati dia sedang menunggu di dekat pintu dengan santainya.
"Ke mana tadi Mas kok tiba-tiba di sini?" tanya Naura.
"Aku baru saja ke toilet tadi, maaf membuatmu menunggu. Ayo kita berangkat," Rifki menarik lengan kanan Naura dan menggenggamnya erat. Naura menatap lengannya yang digenggam Rifki.
"Tak boleh protes!" perintah Rifki ketika lengan Naura ditariknya.
"Kita mau ke mana Mas?" tanya Naura pasrah begitu masuk mobil Rifki.
"Ke kantorku dulu ya sebentar aku ingin mengenalkan mu pada karyawan aku, agar mereka tahu jika aku akan menikah dan segera punya anak denganmu." ucap Naura dan membuatnya merona mendengar kata anak.
"Kenapa apa kau malu?" tanya Rifki.
"Se--sedikit Mas," balas Naura.
"Jangan perlihatkan rasa grogimu Naura, tetaplah seperti biasa oke," ujar Rifki.
"Baiklah Mas," ucap Naura.
Rifki melajukan mobilnya dengan cukup kencang membuat Naura terperanjat ketika mobil mengerem mendadak.
Ciiiit....
Suara ban mobil berdecit dengan kencang.
"Ada apa Mas?" tanya Naura khawatir.
"Tidak ada, hampir saja menabrak orang," gumam Rifki.
"Pelan saja Mas aku masih ingin hidup," ujar Naura.
Rifki yang mendengarnya pun hanya terkekeh saja. "Ternyata kamu penakut juga," ucap Rifki.
"Bentar lagi sampai kok," lanjutnya.
Rifki sengaja memarkirkan mobilnya di halaman kantornya.
"Yuk masuk!" ajak Rifki.
Naura berjalan di samping Rifki membuat semua orang melirik melihatnya tak terkecuali dengan Dania sekretaris Rifki.
"Dan tolong kamu atur ulang jadwalku ya, tiga hari saya akan libur mempersiapkan pernikahan saya. Jadi tolong cancel semua yang penting kamu atur ulang untuk tiga hari ke depan," perintah Rifki pada Dania.
"Baik Pak akan saya cek ulang nanti," balas Dania melirik pada Naura. Naura pun menyadari tatapan tidak suka dari Dania namun Naura diam dan tak mencoba untuk tidak menggubrisnya.
"Mas, di mana toilet," tanya Naura.
"Pakai yang di sini saja sayang," balas Rifki. Mendengar kata 'sayang' dari Rifki membuat Naura mual pengen muntah.
"Oh, terima kasih," Rifki tersenyum dan mengangguk.
Setelah Naura masuk ke dalam toilet Dania menarik dasi Rifki sangat kuat membuat Rifki tercengang.
"Kamu gak bisa melakukan ini padaku Rifki," ucap Dania.
"Apa maksudmu?" tanya Rifki menarik dasinya dan merapikannya kembali.
"Jangan gila Dania ini di kantor bukan di ranjang yang dengan seenaknya saja kamu memperlakukan aku," ucap Rifki gusar.
"Kamu tahu Rifki aku cemburu melihatmu dengannya," terang Dania membuat Rifki terperangah.
"Ingat Dania hubungan kita hanya sebatas bos dan karyawan di kantor dan laki-laki dengan wanita bayarannya di ranjang jadi kita gak ada ikatan apapun, ingat itu," tegas Rifki tepat saat naura keluar dari toilet.
"Sudah selesai Naura, ayo kita pulang," ajak Rifki.
Naura mengambil tasnya dan keluar dalam rangkulan Rifki. Dania yang melihatnya pun bertambah kesal.