Daffa yang sudah sampai di ruangannya, terus mondar-mandir tidak jelas. Bahkan sepertinya, laki-laki itu tidak berminat untuk mengerjakan apa pun yang sekarang numpuk di meja kerjanya.
Yang Daffa lakukan, hanya terus clingukan melihat kearah pintu. Berharap orang yang dia tunggu segera datang menemuinya.
"Almira kenapa lama sekali? Apa dia malah asik menggelar fashion show bersama para karyawan wanita?" gerutu Daffa kesal.
Beberapa kali Daffa mencoba menghubungi istrinya. Namun, Almira tidak ada sekalipun menjawab panggilan telepon darinya. Sepertinya, wanita itu memang sedang bermain tunggu menunggu saat ini, hingga membuat laki-laki itu benar-benar tidak sabaran lagi.
"Sebaiknya aku susul saja wanita itu! Enak saja dia membuatku lama menunggu seperti ini! Aku akan menyeret kan ke sini dan meminta dia memberikan apa yang sudah dijanjikannya sebagai imbalan untukku!" gumam Daffa begitu mantap.
Laki-laki itu segera melangkahkan kakinya menuju pintu. Namun, begitu sampai di depan pintu, belum juga tangannya mencapai handel, pintu itu sudah lebih dulu terbuka dari luar.
"Awww …. Apa kau tidak bisa mengetuk dulu, sebelum masuk, Hans?" bentak Daffa sambil menggosok keningnya yang tampak memerah setelah berciuman dengan pintu.
"Astaga, Daffa! Kamu ngapain di sini? Kamu sengaja ingin menjadi penjaga pintu?" kaget si pelaku melihat Daffa yang berada di balik pintu.
Daffa yang sadar itu bukan suara Hans, langsung menoleh dan melihat Almira yang kini sedang menahan tawa melihat dirinya yang kesusahan. Tentu kelakuan gadis itu semakin membuat Daffa merengut kesal.
"Senang sekali rupanya Anda melihat suami kesusahan, ya? Bukannya di sayang-sayang malah terus di dzolimi," sewot Daffa dengan bibir yang mengerucut.
"Heh, Tuan Daffa Eldaz! Siapa juga yang berbuat dzolim padamu? Kamu sendiri yang ingin menjadi tumbal dengan berdiri di depan pintu. Lagian ngapain kamu ada di sini dan bukannya mengerjakan pekerjaan kamu itu, hah?" Sengit Almira geleng-geleng kepala.
"Astaga Almira! Bukannya merasa bersalah dan meminta maaf, kamu malah balik memarahi suami kamu sendiri! Ckckck …. Benar-benar istri bar-bar yang tidak patut ditiru," decak Daffa geleng-geleng kepala.
"Baiklah aku mengaku salah. Tolong maafkan aku Tuan Daffa Eldaz yang terhormat. Suami sah dari Almira Chandra. Tolong maafkan kesalahan hamba yang ceroboh ini," ucap Almira benar-benar terdengar menyebalkan.
Namun, bukannya kesal, kali ini senyum di bibir Daffa tampak merekah. Entah kenapa hatinya senang saat mendengar Almira menyebutnya sebagai suami dari wanita itu.
"Ya sudah, karena kamu baru melakukan kesalahan satu kali, jadi aku mema'afkan kamu. Sebaiknya kita cepat masuk! Kamu harus memberikan apa yang tadi kamu janjikan padaku!" sahut Daffa buru-buru menarik tangan Almira dan tak lupa menutup pintu rapat-rapat.
Almira yang masih kaget dengan kelakuan Daffa hanya menurut saja saat tangannya ditarik oleh lelaki itu.
"Sekarang, ayo berikan hadiahku!" pinta Daffa yang sudah duduk di sofa dengan poisi yang sudah sangat siap.
"Hadiah? Hadiah apa?" tanya Almira bingung.
"Hish! Kau jangan pura-pura lupa Almira! Bukannya tadi kamu berjanji akan memberikan aku hadiah kalau aku menginginkan kamu merombak semua penampilan para karyawanku itu?" kesal Daffa melihat istrinya yang pura-pura amnesia.
"Oh itu." Almira langsung mengambil duduk di dekat suaminya membuat senyum Daffa kembali terbit.
Dengan berani Almira mengalungkan tangannya di leher Daffa membuat fokus laki-laki itu hanya tertuju padanya saja.
Jarak mereka yang sangat dekat, membuat jantung Daffa langsung berdetak dengan cepat. Aliran darahnya terasa mengalir lebih cepat dari biasanya. Jangan lupakan tonjolan di bawah sana yang benar-benar sudah meronta ingin dikeluarkan dari sangakar. Namun, tak mungkin Daffa gegabah sebelum ada instruksi dari sang pawang.
"Daffa, aku akan memberikan hadiahku …."
"Ya Almira, aku sudah sangat siap. Kau ingin aku melakukannya dengan cara apa, Hem?" tanya Daffa dengan suara yang sudah serak menahan hasrat.
"Emm, mari aku tunjukan!" ajak Almira membuat senyum di bibir Daffa tampak merekah.
Almira langsung menarik Daffa ke kamar yang berada di ruangan lelaki itu. Entah apa yang ingin Almira lakukan di sana bersama suaminya.
Namun, tak lama suara gaduh langsung terdengar memenuhi seluruh ruangan lelaki itu. Membuat para cicak yang merayap di dinding langsung berlari ketakutan.
Hans yang kebetulan ingin meminta tandatangan dari bosnya itu, di buat mematung kala mendengar suara ribut dari arah kamar. Jangankan untuk berlari keluar, melangkahkan kakinya untuk bergeser saja sepertinya laki-laki itu tidak bisa.
"Ah, Almira! Pelan-pelan, ini sakit! Kamu kenapa geraknya cepat sekali?" terik Daffa kembali terdengar.
"Diamlah, suamiku! Kamu lemah sekali! Aku sudah melakukannya dengan perlahan! Jangan cengeng dan nikmati saja!"
Kali ini suara Almira yang terdengar. Hans langsung meneguk ludahnya yang terasa seret masuk ke tenggorokan. Apa yang sebenarnya dilakukan kedua pasangan suami-istri itu pagi-pagi di kantor? Apa tak cukup mereka bermain di rumah sebelum berangkat tadi?
"Almira, aku mohon hentikan! Aku sudah tidak kuat, Al! Aku lemas!" ucap Daffa seperti orang yang teraniaya.
"Diamlah, Daffa! Aku masih belum puas! Kalau aku sudah puas, aku akan berhenti tanpa kau minta," sahut Almira menolak keinginan Daffa untuk berhenti.
"Ampun, Al, aku janji nanti di rumah kita melakukannya lagi, ya. Sekarang berhenti dulu. Aku sudah tidak kuat," bujuk Daffa terdengar sangat memelas.
"Hish, baiklah! Dasar lemah! Kamu itu harus banyak olahraga supaya kuat, Daffa!" gerutu Almira.
kembali Hans mengusap tengkuknya yang mendadak meremang. Apa sehebat itukah Noda Muda kekuarga Chandra hingga Daffa tak mampu mengimbanginya?
Tak berselang lama, terlihat Almira keluar lebih dulu sambil membenahi pakaiannya yang sedikit berantakan. Begitupun dengan Daffa yang keadaannya lebih kacau dari Almira.
Menyadari ada orang yang memperhatikan, kedua orang itu langsung mendongak dan mengenyit kala melihat Hans yang hanya bisa nyengir karena tertangkap basah sudah mendengar pergulatan sengit antara kedua bosnya. Antara malu dan juga takut berbaur menjadi satu di wajah lelaki itu.
"Kamu ngapain di sini!" tanya Daffa dengan tatapan yang begitu tajam.
"Anu …. Emmm …. Itu ….."
"Ngomong yang bener, Hans! Kamu ngapain di sini?" tanya Daffa setengah membentak karena kesal asistennya yang malah berbicara tergagap.
"Sa-saya ingin meminta tandatangan Anda, Tuan. Maaf saya tidak bermaksud menguping aktivitas yang Anda berdua lakukan," jawab Hans tergagap sambil menundukkan wajahnya.
Daffa langsung menoleh pada istrinya penuh tanya. Namun wanita itu seakan tak acuh dan asik dengan cemilan di tangannya.
"Maksud kamu apa?" tanya Daffa terlihat begitu tidak sabaran.
"Emmm, itu …. Yang barusan Anda berdua lakukan saya bersumpah tidak bermaksud untuk mengupingnya," ulang Hans dengan wajah yang menunduk.
"Memang apa yang kau dengar!" tanya Daffa semakin kebingungan.
"Itu …. Anda yang kalah kuat dari Nona Almira," jawab Hans sambil cengengesan.
Satu
Dua
Tiga
Buahahahahaha …..
Tawa Almira langsung pecah begitu saja. Sedangkan Daffa langsung memasang wajah garang pada asistennya. Sudah pasti setelah ini Hans tidak akan bisa selamat dari amukan Daffa karena apa yang baru saja dikatakannya.