Chapter 23 - Meruntuhkan Ego

Semilir angin pagi yang begitu menusuk kulit membuat mata seorang gadis cantik tampak mengerjap. Lenguhan panjang terdengar dari bibir gadis itu.

Merasa ada tangan yang melingkar di perutnya, membuatnya menoleh kesamping.

"Aaaa ….."

Teriakan itu berhasil membuat si lelaki terperanjat kaget hingga langsung bangun dari tidurnya.

"Ada apa, Al? Apa sudah terjadi kebakaran?" tanya Daffa clingukan kesana-kemari.

"Ada apa katamu? Kenapa kamu malah tidur di ranjangku? Apa kamu benar-benar berniat untuk menodai aku Daffa? Sudah dua kali kamu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk melakukan aksi jahatmu itu. Apa kamu benar-benar tidak malu?" geram Almira dengan mata yang memerah karena amarah.

Setelah sadar apa yang menjadi penyebab Almira ngamuk, Daffa langsung bersandar dengan gaya yang begitu santai di kepala ranjang. Tak lupa, tangannya laki-laki itu lipat di depan dada.

"Hey, kenapa kamu malah bertingkah seolah-olah tidak punya dosa, Daffa? Apa kamu sudah kehilangan urat malu mu, hah?" bentak Almira benar-benar kesal dengan kelakuan sang suami.

"Ayolah Almira, kalau kamu mau marah itu coba lihat sekeliling kamu dulu! Apa aku yang merebut tempat tidurmu atau justru sebaliknya? Dan masalah goda menggoda, apa kamu tidak bisa melihat sebenarnya siapa yang sedang melakukan itu? Coba lihat dirimu itu, Almira! Kamu yang bertelanjang di depanku dan menawarkan santapan pagi yang lezat untuk aku nikmati," sahut Daffa dengan tatapan yang mengejek pada Almira.

Mendengar perkataan suaminya itu, Almira langsung memindai seluruh ruangan kamar. Dan benar saja jika kini dialah yang berada di ranjang Daffa. Tak lupa dia juga melihat bagiamana keadaan tubuhnya saat ini.

Mata Almira langsung membulat sempurna kala sadar kalau dirinya yang hanya memakai kacamata dan segitiga Bermuda saja. Benar apa yang dikatakan Daffa kalau dirinyalah yang seakan sedang menggoda laki-laki itu.

Buru-buru Almira mengambil selimut dan melilit tubuhnya. Bisa-bisanya dia ketiduran hingga tidak sempat berpakaian lagi, kemarin malam. 

"Kenapa malah ditutupi? Aku sudah melihat bahkan hapal betul lekuk tubuhmu itu! Jadi, jangan ditutupi lagi karena itu tidak akan ada gunanya, Almira," cibir Daffa sambil terkekeh.

"Heh sialan! Kamu sendiri kan yang sengaja tidak membangunkan aku agar kamu bisa tidur satu ranjang di sini, hah? Kamu juga pasti sengaja tidak  membiarkan aku kembali berpakaian agar kamu bisa menikmati keindahan tubuhku, iya?" bentak Almira semakin geram saja pada suaminya.

Melihat kemarahan Almira, Daffa langsung terkekeh. Dengan satu kali gerakan laki-laki itu mengukung tubuh Almira dalam kuasanya.

"Ayolah Almira, aku ini suami kamu! Bukannya memang seharusnya aku boleh menikmati keindahan istriku sendiri? Sudah satu Minggu ini aku tidak jajan di luar dan itu semua karena kamu. Aku tidak bisa membiarkan miliku dicicipi laki-laki lain sedangkan aku harus terus bermain dengan para jalang untuk memuaskan hasrat. Lebih baik aku menjagamu saja di sini agar kamu tidak balas dendam dan memberikan hakku kepada orang lain. Sebenarnya aku lelah terus bertengkar denganmu. Apa kamu tidak berminat mencoba hubungan itu denganku?" tanya Daffa menatap dalam manik mata istrinya.

"Kenapa aku harus mencoba hubungan itu? Apa agar kamu bisa ikut menggoreskan luka di hatiku seperti yang sudah Rian lakukan? Apa kalian, kakak beradik yang begitu jahat hingga ingin mempermainkan perasaanku? Apa kesalahanku pada kalian sebenarnya? Kenapa kalian sama-sama mempermainkan aku? Apa aku pernah menyakiti kalian?" tanya balik Almira dengan suara tercekat menahan tangis.

Entah kenapa, mendengar perkataan Daffa, Almira menjadi sangat sedih. Seakan, Daffa ingin menjalin hubungan dengannya hanya karena agar bisa mencicipi Almira saja.

Sedangkan Daffa yang mendapatkan penolakan dari Almira, bahkan wanita itu bandingkan dengan sang adik, membuat kemarahannya langsung terpancing.

"Apa kamu sadar dengan yang kamu ucapkan Almira? Apa aku harus menegaskan lagi padamu kalau aku bukan Rian? Aku Daffa, dan hanya Daffa saja! Meskipun aku dan Rian itu adik kakak, tapi jelas kami berbeda! Aku tahu kamu masih mencintai Rian tapi yang menjadi suami kamu itu aku, bukan dia! Apa kamu begitu egois hingga selalu berlaku seolah bahwa kamu itu adalah seorang korban dan akulah penjahat nya? Kenapa kamu melakukan hal ini pada ku juga? Bukankah aku tidak pernah memaksamu untuk menikah denganku? Aku hanya menjalankan kuinginan kedua orang tua kita untuk menutupi rasa malu karena apa yang sudah kekasih kamu lakukan itu! Kalau ada yang bersalah padamu, itu adalah Rian dan bukannya aku!" tegas Daffa lalu melepaskan cengkeramannya dari Almira.

Laki-laki itu segera beranjak dan masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Almira yang hanya bisa termenung dengan air mata yang tanpa sadar mengalir, membasahi pipinya.

"Apa berhubungan dengan kalian itu harus sesakit ini? Aku tahu kamu tidak bersalah atas pisahnya aku dengan Rian atau pun tentang pernikahan ini. Akan tetapi, caramu memperlakukan aku seperti kamu memperlakukan mainanmu di luar saja. Ya, aku akui kalau aku memang belum bisa melupakan Rian, tapi aku tidak pernah membandingkan dirimu dan juga dia," lirih Almira dengan suara tercekat menahan tangis.

Wanita itu segera beranjak dari ranjang dan mengambil pakiannya dari dalam lemari. Benar-benar pagi ini adalah pagi terburuk untuknya selama menjadi istri dari Daffa.

Ini pertama kalinya mereka bertengkar secara serius dan entah kenapa, hatinya benar-benar sakit melebihi apa pun juga.

Sedangkan Daffa yang kini bersandar di balik pintu kamar mandi, langsung mengusap wajahnya kasar. Jelas dia mendengar semua perkataan istrinya barusan. Memang dia yang sepertinya salah sangka, hingga mengira bahwa Almira membandingkannya dengan Rian.

Ah, Entahlah. Daffa juga tidak mengerti sebenarnya serumit apa hubungan yang sedang dia jalani bersama wanita itu. Setiap hari pasti ada saja yang menyebabkan mereka tidak akur.

Namun, ini untuk pertama kalinya mereka tidak akur sungguhan dan itu membuat sudut hati Daffa terasa dicubit.

Ah, sepertinya pagi ini Daffa harus menurunkan egonya. Saatnya dia mulai mencoba hubungan ini dengan Almira. Semoga saja, satu tahun kebersamaan mereka nanti, akan menumbuhkan rasa yang tak ingin kehilangan satu sama lain. Sehingga pernikahan mereka tidak akan berakhir dalam waktu yang sesingkat itu.

"Ya, aku harus meminta maaf pada Almira. Biarlah aku menurunkan ego untuk mencoba hubungan ini ketahap yang lebih lanjut. Aku akan membuang semua kebiasaan burukku, asalkan Almira mau memberikan kesempatan kepada hubungan kami ini," gumam Daffa membulatkan tekad untuk memulai hubungan baru mereka.

Laki-laki itu langsung berbalik dan membukan pintu kamar mandi.

"Maaf! Mari kita coba hubungan ini."