Setelah satu Minggu mengambil cuti di kantor, Almira yang berniat kembali bekerja di perusahaannya dibuat menggeram kesal.
Bagaimana tidak? Daffa memintanya untuk menjadi sekertaris di kantor milik lelaki itu dan sialnya keinginan Daffa itu disetujui oleh sang ayah, Tuan Chandra.
Semenjak keluar dari rumah, Almira terus mengerucutkan bibirnya. Pandanganya dia palingkan ke jendela luar karena malas kalau harus bersitatap dengan sang suami.
"Apa kamu marah pada suamimu ini, Almira?" tanya Daffa memecah keheningan di dalam mobil.
Mendengar pertanyaan konyol Daffa., Almira langsung mendelik kesal.
"Apa aku harus tertawa bahagia saat tahu di pecat dari kantorku sendiri dan sekarang turun tahta menjadi sekertaris Casanova seperti mu? Yang ada, bukannya akan bekerja tapi kau akan terus sibuk dengan selangkangan! Bagaimana bisa aku bekerja dengan orang yang seperti itu?" sakras Almira seperti biasa selalu bisa memancing amarah Daffa meledak.
"Heh, Almira! Harusnya kamu itu bahagia karena suamimu ini memilih memecat sekertaris lama dan menggantinya dengan dirimu! Meskipun kita berperang di kantor, itu tidak akan menjadi masalah karena kamu sudah memiliki sertifikat halal atas nama Daffa Eldaz!" sahut Daffa dengan seringai penuh kemenangan.
"Heh, Tuan Daffa Eldaz yang terhormat! Apa kamu pikir aku Sudi untuk menemanimu berperang, hah? Lebih baik kau jepit saja burung nakalmu itu dengan pintu supaya tidak keganjenan dan masuk sembarangan sangkar!" Kesal Almira menatap tajam pada sang suami.
"Apa kamu tega ingin menjadikan burung eklusif milikku ini ganjelan pintu? Enak sekali mulutmu itu kalau berbicara pedas, Almira! Harusnya, kamu itu senang, siap sedia kapan pun suami kamu minta dilayani. Bukannya baru dijamah bibirnya saja sudah menangis," gerutu Daffa yang selalu kesal mengingat kejadian beberapa hari lalu ketika Almira menangis hanya karena dia serang bibirnya.
"Heh, itu karena kamu merampas sembarangan harta milk orang lain! Bahkan tanpa ijin atau pun sekedar basa-basi!" sahut Almira tak kalah kesal dari sang suami.
"Oh, jadi kalau aku meminta ijin kamu akan memberikannya dengan suka rela?" tanya Daffa sambil menaik turunkan alisnya menggoda sang istri.
"Bu-kan begitu maksud aku. Maksudnya …." Almira langsung menggetok kepalanya agar bisa langsung mendapatkan jawaban dari pertanyaan Daffa. Bisa menang banyak kalau Almira tidak mendapatkan kata-kata yang pas untuk berkilah.
Ciittt ….
Suara rem yang di injak Daffa membuat atensi Almira yang sedang sibuk berpikir teralihkan. Wanita itu langsung menoleh pada sang suami yang sudah terseyum dengan begitu menyeramkan.
"Ke-kenapa kamu menghentikan mobilnya, Daffa?" tanya Almira tergagap.
"Itu karena aku ingin memakan mu, Almira," jawab Daffa sebgan seringai mengerikan di bibirnya.
Laki-laki itu langsung mengukung tubuh lamira, menghembuskan napas hangatnya di wajah wanita itu.
"Daffa …." Lirih Almira lebih mirip dengan suara desahan.
"Ya, Sayang. Apa kamu ingin aku melakukannya sekarang, Hem?" tanya Daffa begitu bersemangat.
Laki-laki itu hendak menenggelamkan wajahnya di leher putih milik istrinya. Namun, belum juga wajahnya menyentuh area menggoda itu, Almira sudah lebih dulu menahannya.
"Kenapa, Sayang? Apa kamu benar-benar sudah tidak sabar dan ingin aku melakukan inti permainan nya langsung?" Tanya Daffa kembali merayu Almira dengan hembusan napas hangat yang laki-laki itu berikan di wajah istrinya.
"Daffa, please …."
"Ya, Sayang, kenapa?" Tanya Daffa semakin tidak sabaran.
"Napas kamu bau," ucap Almira langsung mendorong tubuh yang suami menjauh dari tubuhnya.
Wanita itu langsung keluar meninggalkan Daffa yang masih begong di dalam mobil.
Laki-laki itu menggelengkan kepala, lalu mencoba mencium bau napasnya sendiri.
"Napasku masih wangi, kenapa Almira mengatakan kalau napasku bau? Apa hidung wanita itu bermasalah?" gumam Daffa kebingungan.
Namun tak lama, lelaki itu langsung menepuk jidatnya. Sepertinya Daffa baru menyadari sesuatu.
"Astaga! Sepertinya Almira kembali mengerjai aku!" kesal Daffa baru sadar menjadi korban kejahilan sang istri lagi.
Laki-laki itu menunduk, lalu mantap nanar pusakanya yang sudah berdiri tegak bagaikan tiang listrik.
"Sepertinya, memang belum waktunya kamu buka puasa Tong. Yang sabar, ya, kita taklukan dulu gua berbisa itu untuk kita jelajah bersama nanti," gumam Daffa menatap iba pada si Otong.
Dengan kesal bercampur lemas, Daffa keluar dari mobil. Entah ini sudah yang ke berapa kali Almira membuatnya harus menahan hasrat. Wanita itu benar-benar bisa membuat Daffa mati muda karena tingkah jahilnya.
Ketika masuk ke dalam kantor, Daffa langsung di sambut hangat oleh seluruh karyawan. Namun, yang aneh di sana tidak nampak satu pun karyawan wanita.
"Kemana para wanita?" tanya Daffa kepada salah satu karyawannya.
"Nona Almira sedang merapikan penampilan mereka semua, Tuan," jawab Hans—sang asisten—dari belakang tubuhnya.
Sontak Daffa berbalik dengan tatapan yang penuh tanya.
"Merapikan? Maksudmu merapikan bagaimana? Apa penampilan mereka acak-acakan?" tanya Daffa kebingungan.
"Tidak, Tuan. Hanya saja, Nona Almira tidak menyukai kalau karyawan di sini berjualan menu KFD," jawab Hans menahan tawa.
"Maksud kamu menu KFD apaan? Bukannya mereka memang hanya bekerja untukku dan tidak mengambil pekerjaan sampingan di tempat itu?" tanya Daffa semakin tidak mengerti maksud perkataan asistennya.
"Itu …. Anu, Tuan. Maksudnya, menu KFD itu mereka mempertontonkan paha dan dada, Tuan," jawab Hans sambil garuk-garuk kepala.
Mendengar jawaban sang asisten, Daffa kembali membulatkan mata tidak percaya. Apa Almira akan langsung berlagak menjadi bos bahkan saat hari pertama bekerja?
"Di mana mereka?" tanya Daffa menahan kekesalan pada sang istri. Enak saja Almira akan memusnahkan santapannya untuk mencuci mata di kantor ini.
"Mari, Tuan," ajak Hans berjalan mejuju tempat di mana Almira sedang melakukan sidak pada semua karyawan wanita yang memakai pakaian kekurangan bahan.
Ternyata, wanita itu mengumpulkan semua karyawan wanita di tempat meeting yang memang ukurannya lumayan luas untuk menampung para karyawan wanita.
"Ra, apa yang kamu lakukan?" tanya Daffa berhasil mengalihkan atensi Almira yang sedang sibuk mengomentari satu persatu cara berpakaian para wanita itu.
"Ah, Sayang. Akhirnya kamu datang juga," ucap Almira langsung bergalayut manja di tubuh Daffa.
"Ka-kamu sedang apa?" tanya Daffa tergagap karena jarak mereka yang terlalu dekat. Bahkan, Daffa bisa merasakan empuknya sesuatu yang menubruk dadanya.
"Aku sedang merapikan pakaian para karyawan kamu di sini. Aku tidak suka mereka bejualan menu KFD di depan suamiku. Yang ada, nanti kamu malah tergoda dengan mereka lagi," jawab Almira dengan suara yang dibuat semanja mungkin. Tak lupa, tangan wanita itu sudah menjelajah nakal di dada Daffa.
"I-tu tidak mungkin, Ra. Aku hanya suami kamu. Tidak mungkin aku tertarik pada tubuh wanita lain," sangakal Daffa yang semakin gugup saja karena tingkah Almira.
"No! Aku tidak percaya pada mereka. Jadi, biarkan aku membereskan ini. Nanti aku akan memberikan kamu sesuatu yang spesial sebagai imbalannya, Hem?" bujuk Almira dengan ekspresi wajah yang begitu menggoda.
"Ba-baiklah, lakukan apa yang kamu mau. Aku menunggumu di ruanganku," jawab Daffa meyerah pada pesona istrinya.
"Terimakasih suamiku sayang."
Cup.
Setelah menghadiahkan kecupan di pipi Daffa, Almira kembali memasang wajah garang di hadapan para karyawan yang memakai pakaian baju balita itu.
Sedangkan Daffa, masih mematung dengan tangan yang terus memegang bekas ciuman Almira barusan. Seakan-akan laki-laki itu baru saja ketiban durian runtuh.
"Tuan, mari kita keruangan Anda," ajak Hans dan hanya dijawab anggukan kepala oleh Daffa.
Laki-laki itu benar-benar terlihat seperti orang linglung saja. Padahal, yang dia dapat baru ciuman dari Almira, bagaimana kalau yang lainnya.
Ah, membayangkannya saja, sudah membuat si Otong tambah meronta. Tak sabar rasanya menunggu Almira memberikan hadiah spesial itu, sebentar lagi.