Prolog
Action story with the cast of Sean Xavon & Erica Vresila. Enjoy, let's get the story, guys!
________________________
Di gedung tua yang auranya memang tenang dan damai, namun sepertinya itu tak lagi berlaku dengan situasi yang saat ini telah berbeda.
Keadaan pun seperti panas, tatapan tajam saling terlontarkan, enggan menolehkan kepala ke arah lainnya. Mereka berdua adalah sosok yang mirip, bedanya terkadang si gadis lebih bisa mengatur emosi daripada si laki-laki yang memang sudah terkenal dalam kasus pembunuhan —dalam artian memiliki emosi yang sangat tidak stabil—.
Sean mulai mengepulkan asap rokok dari dalam mulutnya ke udara, ia benar-benar menikmati. "Kamu gadis yang pintar, bagaimana jika kamu menjadi partner membunuhku?" tanyanya dengan tenang, seolah-olah pertanyaannya mengajak seseorang dihadapannya ke karnaval.
"Tidak, aku sama sekali tidak tertarik dengan apa yang kamu tawarkan." Jawab gadis tersebut. Lagipula, gadis waras seperti apa yang menyetujui ajakan pembunuhan? Tidak ada. "Seperti ini saja, bagaimana jika kamu menjadi sekretaris di perusahaan ternama Luis Company bersamaku? Lagipula pemikiran kamu lumayan bekerja, siapa tau banyak perusahaan yang akan menanamkan saham nantinya berkat dirimu." Ucap Erica yang belum mengurungkan niatnya untuk menurunkan pistol yang mengarah pada tubuh laki-laki itu.
Ya, Erica. Seperti di cerita sebelumnya 'My Coldest CEO', sekarang ia-lah yang menjadi pemeran utama bersama dengan Sean.
Sean menimang-nimang apa yang dikatakan oleh Erica, ia berdehem kecil. "Cukup menarik sih, tapi tidak ada aksi pembunuhan yang menantang. Sangat tidak menguntungkan bagi diriku." ucapnya yang menatap Erica dengan mata tajam sambil memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celana, ia terlihat tampan dan cool di waktu yang bersamaan.
"Kamu pikir memangnya cara bersenang-senang hanya dengan membunuh orang saja?" Erica menghampiri Sean sambil melempar asal pistol ke sembarang tempat, ia sudah kesal dengan laki-laki yang seenaknya.
Sean tidak takut, lalu langsung saja menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. "Iya, kira-kira seperti itu." balasnya, mengangkat senyuman miring.
Erica mengambil batang rokok yang berada di sela jemari Sean dengan gerakan cepat sehingga laki-laki tersebut tidak dapat mencegahnya, lalu membuang batang rokok ke lantai dan langsung ia injak sampai hancur lebur. "Aku tidak suka dengan laki-laki yang merokok, apalagi saat sedang berbicara kepada ku." ucapnya, nada dingin pun terdengar.
"Bukan urusan kamu." balas Sean. Ia tidak menyayangkan rokoknya yang hancur terinjak oleh Erica, ia masih memiliki batang rokok lainnya di saki celana.
"Tentu saja urusanku, karena kamu mencemari udara yang aku hirup saat ini. Mungkin kamu adalah laki-laki yang tak ramah lingkungan, pantas saja wajah mu seperti itu." Sekali Erica berbicara panjang, pasti ada saja kalimat yang menyakiti hati dan membuat lawan bicaranya langsung terkena mental.
Tunggu sebentar, kenapa Erica berubah menjadi gadis yang sedikit cerewet dari biasanya? Tapi sepertinya ia memiliki rencana yang matang dan sudah diperhitungkan.
Namun Sean kebal dengan gadis seperti Erica. "Tau apa kamu tentang udara yang tercemar? Dan ada apa dengan wajah ku? Tampan? Seharusnya katakan saja dengan jujur dan to the point." ucapnya sambil tersenyum miring, juga berniat menggoda. Ia mendorong pelan bahu Erica dengan jari telunjuknya, seolah-olah meremehkan gadis itu.
Erica berhenti tepat di hadapan Sean, ia benar-benar mengikis jarak di antara keduanya karena juga merasa geram. "Tidak keren jika teknologi kamu di gunakan hanya untuk mengecoh target sasaran, hanya membuang-buang waktu untuk merenggut nyawa. Lebih baik gunakan untuk hal yang bermanfaat dan dapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pada ini." balasnya sambil membersihkan noda kotor yang terlihat di rahang kokoh Sean. "Oh… dan ya, wajah mu mirip sekali dengan sampah yang sudah hancur lebur, aku tidak melihat ketampanan mu." Ia balik mengejek dan meremehkan.
"Bagiku tidak ada hal yang lebih keren daripada membunuh orang." Kali ini Sean membalas tanpa menanggapi ejekan Erica mengenai wajahnya.
Tersinggung? Tidak, Sean sama sekali tidak merasa sakit hati dengan perkataan Erica. Justru, ia menjadi penasaran dengan gadis yang saat ini berada di hadapannya.
"Tapi kamu serius tidak ingin memberi tempat untuk cinta di hidup kamu? Cobalah, jika kamu tidak suka, kamu boleh pergi." ucap Erica dengan bahu yang sedikit terangkat, ia menatap Sean, tatapannya menurun ke arah bibir laki-laki tersebut lalu kembali menatap mata Sean.
Sean gang melihat itu menjadi ikutan tidak fokus, namun ia adalah pengendali emosi yang handal. "Maksud kamu?" tanyanya, ia bukan pura-pura tidak mengerti, namun memang tidak paham dengan urusan percintaan yang seperti dikatakan oleh Erica.
"Aku akan memberitahu mu cara untuk menebarkan kasih sayang, bagaimana?" ucap Erica dengan pelan, suaranya begitu halus dan menggoda. Ia mengelus rahang Sean, lalu mengecupnya dengan singkat.
Sean menelusuri sangat dalam kedua bola mata Erica seperti mencari kewarasan serta keseriusan di dalamnya, lalu menatap gadis itu sambil tersenyum miring yang selalu menjadi andalannya di kala apapun. "Jika kamu tidak berhasil membuat hati ku luluh, aku memiliki hak untuk membunuhmu sebagai gantinya, bagaimana?" Ia menjawab dan menantang, namun tentu saja menginginkan keuntungan.
Erica menganggukkan kepalanya tanpa ragu sedikitpun, ia bukan tipe gadis yang takut dengan ancaman yang sekalipun membawa nyawanya. "Kalau aku berhasil, tinggalkan pekerjaan ini dan carilah pekerjaan yang lebih berbobot atau aku juga memiliki hak untuk membunuhmu. Bagaimana, setuju juga dengan perjanjian ku?" ucapnya dengan nada datar, ia tidak mau kalah dan tidak ingin ditindas oleh laki-laki tersebut.
Karena Erica pada dasarnya bukan gadis yang menerima kenyataan dan merasa gentar jika dihadapkan dengan sesuatu yang berbahaya. Nyali dan tekadnya sangat kuat, tidak ada yang bisa menandingi sejauh ini. Bahkan, saat ini berhadapan dengan seorang pembunuh bayaran pun ia tidak takut dan merasa setara kedudukannya.
Dan Sean, kenapa ia tahan dengan Erica yang justru malah berbasa-basi dengannya? Padahal bisa saja saat ini ia menembak gadis tersebut karena menjadi ancaman baginya, namun sama sekali tidak ia lakukan.
"Buktikan saja jika kamu bisa, ku setujui apa yang menjadi perjanjian kita, deal." balas Sean, ia tidak sabar menunggu apa yang terjadi selanjutnya.
...
Disini kita memulai kisah baru setelah adanya Damian & Klarisa, Vrans & Xena, lalu kini giliran Sean & Erica yang memainkan peran mereka.
Dari segala aspek kehidupan yang Sean jalani selama ini, kenapa ia baru dipertemukan oleh gadis seperti Erica yang terlihat sempurna seperti kriteria unik yang sesuai dengan keinginannya?
Jawabannya, ada disini.
Masih bersama dengan kisah mereka yang saling berkaitan, tidak lupa juga dengan tokoh yang sama —namun tentu saja ada tambahan beberapa tokoh—.
Selamat menikmati, selamat membaca.