CHAPTER 1
Be careful because you would be my next target.
________________________
4:30 PM in Chicago, United States.
Sebuah simbol tengkorak dengan kedua belah pedang menyilang beserta setangkai mawar hitam sudah tergeletak di atas meja seorang laki-laki yang kini tengah menatap benda tersebut dengan cemas. Memangnya siapa yang tidak mengenali simbol tersebut?
Simbol yang ditakuti oleh para kolega besar yang merasa dirinya sudah melakukan kesalahan terbesar, tentu saja.
Semakin was-was ia menyipitkan kedua bola matanya, namun tidak berniat untuk beranjak dari kursi kerja ataupun menghubungi seseorang untuk meminta bantuan. Entah apa kesalahan yang telah ia perbuat sampai seseorang mengirimi dirinya seorang assassin yang terkenal di seluruh penjuru dunia, bergerak pun sepertinya sudah menjadi langkah yang salah.
Satu yang ia tau, ia sudah berbuat curang dengan mengorbankan salah satu orang temannya untuk ditendang keluar perusahaan. Ia tidak bermaksud untuk melakukan hal tersebut, itu hanya sebuah ketidaksengajaan yang berujung fatal. Awalnya ia hanya merasa jika presentasi kerja yang ia buat akan kalah jauh dengan orang itu, dan akhirnya ia menukarnya.
Baiklah, dia memang laki-laki yang bodoh, sepertinya.
Tapi, apa hal ini setimpal dengan perbuatannya?
Suara detik jarum jam di dinding terus memenuhi setiap sudut ruangan. Ia tidak mengharapkan apapun kecuali keselamatan nyawanya. Hei, ia memiliki seorang anak dan istri yang perlu ia nafkahi.
"Feeling scared of me? Even though before I had warned you with a symbol of my death."
Laki-laki itu membulatkan kedua matanya. Lalu menatap ke arah Sean yang kini sudah berdiri menyandarkan tubuhnya di sudut ruang kerja miliknya. Sangat disayangkan karena setiap ruang kerja di kantor ini terakses kedap suara, mendukung kinerja Sean untuk berbuat kejahatan dengan lebih leluasa.
"No, please. Leave me alone right now."
Dengan keringat yang sudah membasahi pelipisnya, laki-laki itu segera menggenggam erat ponselnya. Kenapa baru sekarang ia berpikiran ingin menghubungi seseorang? Sepertinya tidak akan bekerja mengingat Sean yang terus menerus menatap ke arahnya.
"I want to do show my skills to you."
Sean menatap laki-laki itu dengan tatapan tenangnya sambil mengeluarkan sebuah pistol Raging Bull 454 dari saku celananya. Lalu mengarahkan pistol tersebut ke arah tepat pada kepala laki-laki itu, dengan gaya santainya sambil mengintai targetnya yang kini hendak mengetikan nomor darurat di ponselnya.
//Fyi; pistol asli buatan perusahaan Taurus yang berlokasi di Brasil ini mampu melakaukan tembakan sampai kecepatan 580 meter per detik. Energi yang dilontarkan pistol mencapai hingga 2700 joule.//
"Goodbye, greedy man."
DOR!
Sean tersenyum miring kala melihat tubuh laki-laki itu yang sudah tidak berdaya akibat tembakannya. Walaupun ruangan ini kedap suara, namun kemungkinan 50:50 suara pistolnya terdengar sampai luar. Dengan cepat, ia mengambil jas dan sepatu kulit yang di pakai laki-laki yang sudah tewas itu untuk ia pakai —beruntung belum ternodai oleh darah karena ia mengambil langkah cepat—. Lalu ia juga mengambil kartu ID akses identitasnya di perusahaan ini. Oh ya, tidak lupa juga ia menempelkan kumis tipis palsu di bawah hidungnya. Sempurna, sekarang dia sudah berpenampilan seperti Tuan Aeron Aldrich aka laki-laki yang baru saja ia bunuh.
Ia dengan santainya keluar ruangan, lalu dengan gaya yang sudah seperti konglomerat besar, ia membenahi kerah bajunya dengan gerakan keren.
"Good evening, Mr. Ron."
Sean tersenyum manis. Lalu mengangguk saja untuk menanggapi sapaan dari seorang gadis yang menatapnya dengan menggoda. Ia segera berjalan dan mempercepat langkah kakinya kala melihat seorang barista yang ingin memasuki ruangan yang tadi ia tempati bersama sasaran targetnya.
"BEWARE, SEAN XAVON IS HERE. MR. RON IS GIVEN AND HE'S USING HIS ID!"
Bersamaan dengan suara teriakan itu, alarm keamanan menggema memenuhi seluruh sudut ruangan. Beberapa orang mulai panik dan cemas, terlebih lagi seorang gadis yang sempat menyapa Sean sebagai Mr. Ron tadi. Ia berteriak histeris karena mungkin mengetahui kalau yang barusan di sapanya adalah seorang pembunuh.
Sean dengan cepat memasuki sebuah ruangan yang di depan pintunya bertuliskan 'only cleaners'.
Ruangan yang mengarah langsung ke pembuangan sampah pintu belakang perusahaan. Ia dengan cepat melepas seluruh barang yang ia curi dari Aeron sebagai penyamaran, lalu membuangnya asal di salah satu kotak besar sampah daur ulang. Dengan segera, ia keluar dari sana dan langsung saja menemui D. Krack yang ternyata sudah menunggu dirinya disana bersama dengan sebuah mobil Bugatti La Voiture Noire.
//Fyi; Dengan harga USD 18,7 juta termasuk pajak (Rp 278,3 miliar), Bugatti La Voiture Noire dinobatkan sebagai mobil termahal di dunia saat ini. Dibanding produksi Bugatti lainnya, La Voiture Noire bisa dibilang tampil sangat berbeda, itu terlihat pada ban dan body mobil secara menyeluruh.//
"Bagaimana di dalam? Sepertinya terjadi kerusuhan akibat dirimu." ucap D. Krack sambil melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata supaya tidak ada yang bisa menangkap keberadaan mereka. Sudah dapat di pastikan kemungkinan besar pihak akses keamanan akan segera diperketat.
Sean menyandarkan tubuhnya dengan rileks ke jok mobil. "Biasa saja, aku tidak merasakan ketakutan apapun."
D. Krack tersenyum miring kala berlawanan arah dengan beberapa mobil petugas FBI. Mereka lolos dengan sangat mulus. Semua ini berkat mobil mahal milik Sean yang membuat orang lain mengira jika di dalam mobil ini tidak mungkin di kendarai oleh seorang Sean Xavon, dan ya pendapat mereka telah di kecoh.
"Sudah memiliki beribu-ribu kasus dan catatan kepolisian, tapi masih bisa setenang ini, huh?" tanya D. Krack dengan heran.
"You know me better than myself, D. Krack."
D. Krack adalah salah satu nama penjahat terkenal yang ada di Amerika Serikat. Memiliki seluruh akses kejahatan yang ada di dunia, sama seperti Sean. Memiliki catatan kepolisian di beberapa negara tapi paling banyak di Amerika. Salah satu orang yang dapat di percaya ketika para FBI berhasil menangkap Sean untuk mengeluarkannya dari penjara tanpa gerakan mencurigakan sedikitpun.
"Bagaimana dengan sebuah pesta untuk merayakan keberhasilan ini?"
"Memangnya kapan seorang Sean Xavon gagal?" tanya Sean sambil menyeringai miring, sambil memutar lagu Eye of the Tiger - Survivor seperti merayakan sebuah kemenangan yang sangat memuaskan bagi dirinya untuk keberhasilannya yang kesekian kali. Hei, siapa yang tidak senang di beri imbalan sebesar US$ 71.000 sebagai bayaran hasil membunuh satu orang saja?
"Because you are a sniper, right?"
Sean mengangguk, menembak itu adalah keahliannya. Tapi untuk membunuh, itu adalah hobinya.
Ia mengambil ponsel yang berada di saku celananya, berniat untuk menghubungi seseorang yang selama beberapa bulan ini telah menemani hidupnya.
Panggilan tersambung.
"Ada apa? Aku sedang sibuk." jawab seseorang di seberang telepon.
Sean terkekeh kecil, ah nada datar itu mampu membuat dirinya merasa kehangatan. "Get ready for tomorrow baby, I wanna throw a party at the bar. And you have to come with me, see you!"
Ia sempat mendengar pekikan sebal tertahan dari gadis di seberang telpon. Selalu saja seperti itu, ia bersikap seenaknya, dan kekasihnya itu tidak bisa menolak apapun yang ia katakan.
Mengendalikan target sasaran memang mudah, tapi tidak untuk mengendalikan satu gadis seperti Erica Vresila. Dia gadis dengan satu ekspresi datar yang paling menonjol di hidupnya.
"Besok, jam 10 malam di Employees Only Bar, New York." gumam Sean sambil memakai kacamata hitam, menambah poin ketampanan yang meningkat drastis.
Mereka tidak mungkin mengendarai mobil untuk pergi ke New York City karena akan menghabiskan waktu 12 jam lamanya. Maka dari itu mereka harus pergi ke bandara untuk menggunakan jet pribadi milik D. Krack yang hanya memakan waktu singkat selama 2 jam. Perjalanan menuju Bandar Udara Internasional O'Hare tidak terlalu lama.
Mereka telah sampai di bandara, dengan D. Krack yang langsung menyuruh Sean supaya terbang tanpa dirinya. Karena D. Krack lebih memilih untuk memakai mobil Sean, jet pribadi sudah terlalu biasa untuknya.
Sekarang disinilah Sean, yang sudah di sapa ramah oleh dua pelayan yang di pekerjaan oleh D. Krack. Menuju New York City ditemani red wine Penfolds Ampoule.
...
Next chapter