Chereads / My Weird Assassin / Chapter 5 - Sweet Gift

Chapter 5 - Sweet Gift

CHAPTER 4

It turns out that the thing that makes you happy comes from someone you never imagined before.

________________________

Erica menatap Sean yang kini ikut masuk ke dalam rumahnya. Tadi setelah berhasil mendaratkan helikopter di landasan perumahan terlewat luas milik D. Krack yang berada di New York, Sean mengantarkannya menggunakan mobil sport terbaru yang entah terdapat banyak sekali jenis di dalam garasi milik D. Krack, itu sangat mempesona.

"Untuk apa kamu mengikutiku?" tanya Erica dengan sebal. Pasalnya, ia sangat ingin beristirahat karena merasa penat. Ia juga ingin melakukan ritual malamnya untuk membersihkan tubuh sebelum beranjak ke atas kasur king size miliknya.

Sean yang mendengar pertanyaan dari Erica pun hanya mengangkat bahunya seperti tidak peduli. "Aku hanya ingin memastikan jika kamu selamat sampai tujuan, itu saja." ucapnya sambil menyunggingkan seulas senyuman manis, ia mengedipkan matanya ke arah seorang gadis yang kini menatapnya dengan sorot wajah datar.

"Aku sudah selamat sampai tujuan, sekarang kamu bisa pergi dari hadapan ku." ucap Erica sambil memutar kedua bola matanya. Ia membalikkan tubuhnya, ingin masuk ke dalam rumah besar yang selama ini sudah menjadi tempat tinggalnya.

Sean yang melihat itu langsung saja menahan pergelangan tangan Erica. "Tunggu, aku melupakan satu hal." ucapnya sambil menatap dalam kedua manik mata gadisnya dengan lembut.

"Apa?" tanya Erica dengan malas. Ia benar-benar merasa jika laki-laki ini sangat suka mengulur waktu untuk hal yang sama sekali tidak penting, dan ia kurang nyaman dengan seseorang yang terlalu berbasa-basi.

"Aku lupa untuk mengecup kening mu."

Bertepatan dengan bibir Sean yang menempel pada kening Erica, tubuh gadis itu langsung saja menegang dengan sempurna. Ia menaikkan sebelah alisnya kala laki-laki itu sudah tidak mencium keningnya. "Sudah, kan?" tanyanya, lidahnya sedikit kelu.

Sean terkekeh kecil. Manis. Itu yang dia dapat ungkapan dari ekspresi Erica saat ini. "Sudah, sayang. Selamat tidur dengan nyenyak, atau mau aku temani?" ucapnya sambil mengerling jahil dan jangan lupakan ia mengedipkan sebelah mata, ia ternyata senang menggoda gadisnya.

Erica yang melihat itu langsung saja mempertajam sorot matanya. "Kalau kamu berani tidur satu ranjang dengan ku tanpa persetujuan, aku yakin jika aku akan membuat tulang mu patah!" ucapnya dengan nada bicara sangat dingin.

"You are my cute girl, Erica." bisik Sean sambil mengelus puncak kepala gadis di hadapannya. Ia melambaikan tangan, lalu berjalan menjauhi Erica yang sudah menatap dirinya dengan tatapan sedikit sendu. "DON'T MISS ME, BABE!" sambungnya dengan lantang sambil mengedipkan mata kanannya.

"Fucking weird man!"

Tidak ingin menghiraukan Sean yang kini sudah terkekeh geli masuk ke dalam mobilnya, Erica lebih memilih untuk memasuki rumah yang hanya di huni olehnya dan beberapa maid saja. Ia melangkah dengan lesu menghampiri kulkas untuk mengambil minuman bersoda kalengan yang selalu di refill oleh maid yang dapat tugas dalam berbelanja bahan makanan.

Hari yang lelah bersama dengan laki-laki aneh yang menyebalkan. Untuk pertama kalinya, ia melakukan tindakan kriminal seperti ini. Apa dirinya berdosa? Ingin menyesal pun sudah tidak ada artinya karena kejadian sudah terlewat, iya kan?

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Erica berjalan ke arah ruang televisi, melempar dompet hitamnya dengan asal, lalu melemparkan tubuhnya ke atas sofa. "Satu minggu tanpa Sean? Seperti mimpi saja, mungkin akan menyenangkan!" serunya sambil menyunggingkan senyuman. Ia membuka penutup kaleng dengan jemarinya, lalu meneguknya sampai dinding tenggorokannya terasa segar dan basah kembali.

Ia menaruh botol kaleng itu di atas meja, lalu mengambil remote televisi. Jujur saja, ia belum mengantuk. Biasanya pada jam segini Sean meminta dirinya untuk latihan tembak atau memanah, jika laki-laki itu sedang malas juga masih tetap saja meminta dirinya untuk sekedar telponan malam.

Erica menonton serial drama televisi asal Amerika yang sangat populer, berjudul Prison Break pada season 1.

//Fyi; Prison Break, juga digemari para Apresiator film di seluruh dunia. Alur cerita yang membuat penasaran di setiap episodenya, membuat kita tidak bisa berhenti menonton. Kisah dua bersaudara yang terancam hukuman mati akibat dituduh melakukan kejahatan menjadi intrik utamanya.//

Seorang maid berjalan ke arahnya sambil membawa nampan berisikan popcorn rasa caramel kesukaan Erica, sebagai peneman waktu menonton filmnya.

"Thank you, Clarrie." Ucap Erica sambil melemparkan senyuman tipis. Ia melihat maid itu yang sudah menyusun satu cup besar popcorn dengan minuman soda tambahan sama seperti yang ia ambil tadi, terlebih lagi ada seporsi steak antelop yang di suguhkan untuk makan malamnya. Dengan sebelah alis terangkat, ia menatap ke arah Clarrie. "Come on, Clarrie. It's too late, I won't eat that steak."

//Fyi; Daging antelop ini bukanlah hasil buruan, namun berasal dari sebuah peternakan di Texas. Daging yang dimasak secara medium-rare ini terasa "meleleh di mulut", dengan tekstur campuran antara daging rusa dan sapi.//

Clarrie terkekeh melihat wajah Erica yang sedikit tertekuk. "It doesn't matter, miss." balasnya.

Erica memutar kedua bola matanya. "Whatever."

Mendengar itu, Clarrie pamit izin kembali ke kamarnya untuk mengerjakan tugas kuliah. Sebuah kenyataan jika maid yang berada disini tidak hanya wanita paruh baya.

Ia mengambil cup besar popcorn tersebut, lalu meluruskan kakinya ke atas meja karena merasa sedikit pegal. Katakan jika hal ini tidak sopan, tapi jika tidak berperilaku seperti itu di hadapan orang lain, tidak masalah bukan?

Dengan tenang, ia menonton film itu sambil sesekali memasukkan satu persatu popcorn ke dalam mulutnya.

Tiba-tiba saja, bel rumahnya menggema memenuhi setiap sudut ruangan rumah. Tanpa perlu bersusah payah untuk membukakan pintu utama, seorang maid laki-laki sudah terlebih dulu melakukan tugasnya itu.

"Miss?"

Erica menolehkan kepala ke sumber suara, lalu melihat maid itu yang sudah menjulurkan sebuah kotak berwarna hitam ke hadapannya. "Did you check the safety?"

"Yes, miss. Please take this box."

"Thank you."

Setelah itu, maid tersebut pamit kembali ke belakang mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus ia persiapkan sebagai mode keamanan penuh untuk rumah ini.

Sedangkan Erica, ia sudah menatap penasaran ke arah kotak hitam ini. Dengan segera, ia membukanya.

"Are you kidding me, hm?" gumam Erica sambil tersenyum kecil, merasa tersentuh dengan apa yang didapatkannya. Ia mengambil sebuah kertas bertulisan 'your lover, Sean.'

✉️

Read this,

I love you, Erica Vresila. Don't laugh at my romantic nature!!

✉️

Erica terkekeh geli, lalu menaruh kembali surat itu kedalam kotak. Romantis? Apa ia harus merasakan mual pada detik ini juga? Untuk apa laki-laki itu mengirimkan dirinya hadiah seperti ini dalam jangka waktu belum ada setengah jam dari pertemuan mereka beberapa menit yang lalu.

"Benarkan aku bilang, Sean adalah laki-laki yang aneh." ucapnya sambil terkekeh kecil, dengan segera, ia kembali menutup kotak itu dan langsung menaruhnya di atas meja. Merasa suasana hatinya yang melonjak drastis, ia mulai mengambil piring yang berisikan satu porsi steak antelop tadi yang tidak berniat untuk ia sentuh.

"Maybe for tonight it's okay to eat this steak."

Dengan perasaan yang entah kenapa membangkitkan selera makan, ia mulai memotong kecil daging itu dan menyuapinya ke dalam mulut. Jujur saja, Sean sudah berkali-kali bertindak manis, tapi belum pernah seromantis ini. Walaupun ia merasa hal ini menjijikan karena dirinya menjadi terlihat seperti gadis yang termakan oleh cinta, tapi tidak dapat di pungkiri perasaan hangat itu hinggap ke relung hatinya.

Sepertinya apa yang dipikirkan Erica tidak akan pernah sejalan dengan apa yang di katakan hatinya. Karena apa? Karena mungkin bisa saja ia merindukan sifat random dan aneh laki-laki yang sudah berhasil merebut hatinya. Dan dia masih seorang Sean Xavon si pembunuh bayaran yang terkandang bertingkah seperti layaknya psikopat.

Tapi selama Sean berperilaku manis terhadap Erica, tentu saja ia tidak akan pernah mempermasalahkan tentang sifat laki-laki itu.

Benar, semua ini hanya membutuhkan waktu.

...

Next chapter