Chereads / The Little Touch / Chapter 4 - 4. Aroma menggoda dari seorang wanita

Chapter 4 - 4. Aroma menggoda dari seorang wanita

"Sudahlah tidak usah berdebat. Cepat atau lambat, kemungkinan mereka ingin membentuk aliansi. Untuk melakukan kudeta kepada pemerintahan," ucap Andre.

Ia ingin menengahi pertengkaran antara Gwendolyn dan Alan. keduanya terdiam, mereka mulai berpikir banyaknya kejadian aneh yang selalu menimpa di berbagai belahan dunia.

Banyaknya orang hilang dan tiba-tiba kematian aneh terjadi. Belum lagi, vampir baru yang mulai menyerang beberapa desa terpencil.

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang, Dre?" tanya Gwndolyn.

"Sebaiknya kita pulang dan bersiap-siap untuk memikirkan banyak hal. Hari sudah mau pagi," balas Andre.

Ia berdiri membersihkan celana di bagian pinggulnya. Ketiganya melesat masuk ke dalam rumah.

Andre menghidupkan TV mencari berita. Ketiganya melihat kehebohan di suatu desa tidak jauh dari mereka tinggal yaitu Desa Margis.

Rumah-rumah terbakar dan banyaknya darah berceceran tanpa mayat. Seluruh penghuni Margis hilang tak tersisa.

"Desa Margis? Bukankah itu di balik Hutan Signpost Forest? Tidak jauh dari sini. Apakah rombongan vampir tadi malam baru saja membantai mereka?

"Lalu, ke manakah mayat manusia yang mereka bantai?" seribu tanya yang dilontarkan Alan.

"Andre, jangan-jangan yang kau katakan soal kudeta itu benar adanya!" balas Gwendolyn.

Keduanya merapatkan diri duduk di sofa dengan bergandengan tangan.

Alan begitu bahagia melihat kebahagiaan dan keromantisan kedua orang tuanya. Sementara selama 500 tahun hidupnya bak mayat hidup.

Ia tidak pernah merasakan jatuh cinta, baik kepada vampir yang sering ia temui. Banyak juga vampir yang tidak membunuh dan tidak minum darah manusia.

Akan tetapi, Alan tidak pernah mencintai atau jatuh cinta kepada mereka.

Ia tidak tahu bagaimana rasanya mencintai seorang wanita di kehidupannya.

Hidupnya yang terlalu panjang membuatnya takut untuk jatuh cinta kepada manusia yang berumur pendek.

Apalagi, jika ia sempat melukainya dan meminum darahnya. Hal itu akan membuat penyesalan di sepanjang kehidupan gila yang ia jalani.

Alan masih memperhatikan layar TV plasma di depannya.

Ia diam tidak tahu harus bagaimana, "Apakah semua ini ulah Hector?" tanya Alan.

Pasangan Suami istri di depannya terdiam. Mereka tidak menampik ia adalah pemimpin yang diagungkan sepanjang sejarah vampir.

Hector adalah orang hebat pada masa dulu, di suatu abad yang entah bagaimana membuatnya menjadi seorang vampir.

"Aku tidak tahu, Al! Bagaimanapun kita harus berhati-hati dengan semua ini," balas Andre.

Gwendolyn membeku di sisi suaminya. Ia semangkin kalut dan bingung, kehidupan tenamg bak riak air di tengah lautan seketika berubah mencekam.

"Bagimana mungkin jika mereka menjadi musuh kita? Kita hanya segelintir vampir yang sangat sedikit untuk menggulingkan aliansi vampir pemimpin dunia.

"Apakah mungkin kita mampu mengalahakan orang nomer 1 di dunia ini?" tanya Gwendolyn.

Ia semangkin khawatir, "Sudahlah, sebaiknya kita terus bersiap-siap untuk menciptakan serum dan peluru perak sebanyak-banyaknya.

"Kebenaran selalu menang, percayalah!" ucap Andre.

Ia berusaha untuk menenangkan keduanya.

Malam merayap turun, ketegangan dan ketakutan semangkin merambah.

Manusia-manusia masih beraktivitas seperti biasanya, mereka tidak menyangka jika bayangan maut selalu mengintai mereka bak hewan buruan di gelapnya malam.

Alan melesat meninggalkan rumahnya di tengah hutan Alaska. Ia menuju perkotaan kecil, ia bak kumpulan gagak yang terbang mengitari kota tanpa terlihat.

Bayangan hitam jubah hoodie nya melambai tertiup angin saat ia bergerak dan mendarat di suatu pohon oak yang sengaja ditanam di sepanjang kota sebagai penghijauan.

Ia melihat seorang wanita sedang membuang sampah dari sebuah kafe yang buka selama 24 jam. Dengan pakaian pramusaji ia mencoba untuk melakukan tugasnya.

Tubuhnya yang mungil begitu kesulitan mengangkat sampah sekantungan besar plastik berwarna hitam.

Wanita itu memiliki rambut sepekat malam, dan wajah asia. Alan tercekat aroma wanita itu begitu menggodanya, ia ingin menerkam si wanita dan menghisap darahnya.

Alan tercenung, ia melesat menjauh. Ia takut ia akan menyerang wanita tersebut dengan gilanya.

Namun, nalurinya kembali membawanya ke sana. Ia berpura memasuki kafe mencari tempat duduk di pojokan.

Suasana kafe begitu ramai, Alan sedikit jengah. Si wanita mendatanginya, "Ingin pesan apa, Tuan?" tanya wanita mungil nan cantik itu.

Alan tercekat, aroma si wanita menggiurkan dan memabukkan. Membangkitkan sesuatu di jiwa dan kejantanannya yang selama ini terpendam.

Alan terkesima hanya memandang wajahnya, "Tuan, ingin pesan apa?" ulang si wanita.

"Nayla .... " batin Alan membaca tag name di baju si wanita.

Nayla menjentikan jemarinya tepat di depan wajah Alan. Ia terkesiap dengan keberanian si wanita.

"Oh, ma-maaf! Pesan saja minuman dingin dan burger!" ucap Alan terbata.

Nayla mencatatnya, "Mohon menunggu sebentar, Tuan!" Nayla berlalu.

"Tunggu! Tolong dibungkus saja," ralat Alan.

Nayka memandangnya dan tersenyum, "Baiklah!" balas Nayla ramah dan berlalu.

Beberapa menit Nayla muncul lagi dan memberikan bungkusan pesanan Alan. Alan memberikan uangnya dan berlalu.

"Tuan, kembaliannya!" teriak Nayla, "Ambil saja!" balas Alan kabur.

Untuk pertama kalinya Alan kabur dari seorang wanita. Nayla memandang uang dan menyerahkan ke kasir. Dan si kasir memberikan kembaliannya kepada Nayla.

Alan memberikan bungkusan makanannya kepada pengemis di sudut kota. Ia melesat kembali ke pohon di depan kafe. Ia melihat Nayla sudah berganti pakaian mengenakan setelan kasual.

Jeans dan kemeja juga jaket kulit, tampilannya sangat trendy dan cantik. Ia menyelempangkan tasnya dan berjalan di trotoar berlarian kecil.

Di depan sebuah rumah berlantai dua, Nayla masuk ke dalam. Alan dengan kekuatannya mampu melihat segala yang Nayla lakukan.

Ia mandi, membersihkan dirinya. Membuka laptop dan mengerjakan tugasnya. Ia tidur sendirian, Alan melihat banyak wanita di rumah tersebut yang merupakan sebuah asrama putri.

Alan senang dengan temuan barunya, ia merasa ia memiliki sesuatu yang bisa ia nikmati.

Malam sudah semangkin larut, Alan menyusup masuk ke kamar Nayla melihatnya tertidur di atas meja belajar.

Alan membopong tubuh Nayla memindahkannya ke tempat tidur. Ia memandang Nayla di pekatnya malam menikmati kedamaian Nayla yang tertidur dengan pulasnya karena kelelahan.

Alan mendengarkan suara dari kejauhan seorang yang sedang berlari ketakutan. Secepat kilat Alan melesat ke arah suara.

Ia melihat seorang pria yang sedang berlari dikejar vampir yang sedang berburu. Alan dengan kekuatannya menarik si vampir dan membawanya jauh ke dalam hutan, ia melihat vampir itu masih baru.

Vampir yang baru bermutasi menjadi vampir yang ganas. Alan menerjangnya, si vampir muda melayang jatuh.

"Sepertinya vampir muda ini belum meminum, darah!" batin Alan.

Si vampir muda bangkit berusaha melompat menyerang Alan dengan geramannya. Alan secepat kilat memenggal kepala dan membakarnya.

Alan termangu menatap vampir muda yang terbakar, ia membauinya dan mengikuti dari arah mana si vampir muda datang.

Alan terus melesat mengikuti baunya yang masih tersisa dari bekas injakan kaki dan sentuhannya.

Alan terus menyusuri sebuah kota dan terus ke pinggir kota hingga membawanya ke Hutan Signpost Forest.