Beberapa jam kemudian Alan kembali lagi, ia melihat Nayla sudah mengerjakan tugas kuliahnya. Namun, ia tertidur di meja belajar dengan tugas yang belum selesai.
Alan memindahkannya ke tempat tidur, ia mengerjakan tugas Nayla. Ia tersenyum ia pun sudah berulang kali lulus dari universitas di dunia.
Alan mendapat gelar dari setiap fakultas. Sejak dulu ia sangat ingin belajar dengan segala kelebihan yang dimilikinya sejak menjadi salah satu vampir.
Kelebihan itu digunakan olehnya untuk belajar banyak hal, untuk mengurangi kebosanannya. Sebagai seorang vampir membuat dirinya terjaga sepanjang waktu.
Hal itu sangat membosankan, sehingga Gwendolyn mendaftarkannya menjadi salah satu mahasiswa di universitas di Amerika.
Sejak saat itu Alan terus belajar di mana pun mereka pindah. Ia terus menekuni segalanya dan berusaha untuk menghindari darah dan mengontrol rasa hausnya akan darah.
Alan bersyukur ia tidak pernah menghisap darah manusia, sehingga ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya.
"Kau adalah satu-satunya vampir yang luar biasa, Alan!" puji Gwendolyn.
"Kau tahu, Agatha malah membunuh selusin orang sebelum ia mampu mengontrol keinginannya untuk tidak meminum darah manusia lagi."
Andre menepuk punggung Agatha yang cantik, Agatha hanya tersenyum.
Alan mengingat semua kenangan itu, ia tiba-tiba rindu akan adiknya Agatha. Walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah.
Namun, selama hampir 500 tahun mereka tingagal bersama keduanya sudah seperti kakak dan adik. Agatha selalu suka bersenang-senang dan berpacaran dengan manusia.
Sayangnya semua pacar dan suaminya meninggal karena usia. Sehingga pada akhirnya Agatha memutuskan untuk hidup dengan sendiri saja.
Ia sudah berulang kali menyaksikan para suaminya meninggal di dalam kerentaan. Ia harus berulang kali mengenakan pakaian hitam untuk menguburkannya.
Jiwa raganya selalu saja terpuruk, ia tidak ingin mengubah suaminya menjadi vampir.
Semua itu karena Agatha tidak ingin suaminya yang baik akan selalu merasakan hidup di antara ketidakjelasan.
Alan mengerjakan secepat kilat semua pekerjaan rumah milik Nayla. Ia kembali duduk memandang Nayla yang tertidur dengan nyenyaknya.
Fajar mulai menyingsing, Alan kembali ke rumahnya.
Ia tidak ingin Gwendolyn akan mengomel sepanjang waktu, seperti seorang induk ayam kehilangan anaknya.
Ia masuk lewat jendela kamarnya, menyimpan segala peralatan perangnya. Secepat kilat langsung mengganti baju dengan piyama.
Laksana anak berumur 5 tahun, Alan berbaring dan berselimut di tempat tidurnya. Ia selalu saja berpura-pura menjadi bayi atau anak berumur 10 tahun, semua itu untuk membahagiakan Gwendolyn.
Ia sangat ingin mengadopsi anak manusia, tetapi Andre melarangnya. Ia takut jika suatu saat anak itu akan meninggal karena kerentaan atau anak itu yang meminta menjadi seorang vampir.
Semua itu akan membuat Gwendolyn semangkin terpuruk begitu juga dengan nasib anak tersebut.
Sehingga pada akhirnya Agatha dan Alanlah yang selalu berpura-pura menjadi anaknya. Gwendolyn memiliki tenaga yang luar biasa kuat dan mampu membaca pikirian orang.
Sedangkan Agtha memiliki kemampuan mengubah air menjadi es melalui cakarnya. Keluarga Thompson berbeda dengan vampir lainnya yang ada di muka bumi.
Mereka memiliki kekuatan seperti seorang penyihir. Mereka pun tidak pernah tahu mengapa semua itu bisa terjadi.
Andre meneliti semua itu selama berabad-abad sejak kedua anaknya tinggal bersama mereka.
Ia tetap tidak mengetahui jawabannya sehingga ia memutuskan, "Kemungkinan saat kalian dirubah menjadi vampir kalian memiliki suatu tekad yang membara.
"Sehingga tekad itulah yang menciptajan segalanya," ujar Andre.
Setelah itu ia tidak lagi meneliti kedua anaknya. Ia menghentikannya dan selalu melatih kedua anaknya untuk tidak menggunakan kekuatan vampir dan kelebihannya.
Mereka diperbolehkan menolong manusia namun, jangan terlihat dan mencolok. Andre takut jika semua itu akan mengundang pro dan kontra di antara orang-orang.
Kemungkinan mereka akan diburu dan dikucilkan baik dari manusia maupun dari pihak vampir sendiri.
Alan mencoba memejamkan mata. Ia sendiri merasa geli bila melakukan sandiwara itu, hanya saja untuk menyenangkan Gwendolyn sang ibu. Ia dan Agatha menurutinya saja.
Gwendolyn membangunkan seperti biasa setiap pagi, rutinitas yang mereka lakukan. berpura makan di meja makan.
Andre akan menyalakan TV mengejek koran setiap paginya, mereka melihat kebakaran yang melanda rumah Tuan Parker.
Keduanya memandang Alan, "Apa yang, terjadi?" tanya Gwen.
"Tuan Parker dan istrinya sudah meninggal dibunuh vampir. Seorang vampir muda berpura-pura menjadi dirinya dan mencari mangsa.
"Aku membunuhnya setelah menyelamatkan Nayla," ujar Alan.
Ia tersenyum mengingat wajah Nayla, "Nayla?! Siapakah dia, Alan?" tanya Gwendolyn penasaran.
Ia tidak pernah melihat putranya begitu bahagianya saat bercerita mengenai seorang wanita.
"Bolehkah aku berkenalan dengannya?" tanya Gwendolyn.
"Akh, Mom. Jangan sekarang, ia sendiri pun tidak mengenalku!" balas Alan.
Ia sedikit malu. Ia mengagumi seorang wanita di dalam gelapnya malam, merindukan di dalam semilir angin.
"Ooo ..," hanya itu yang terucap dari bibir Gwendolyn.
Ingin rasanya Gwendolyn, membaca pikiran putranya. Namun, rasanya itu tidak sopan.
"Ya, Tuhan. Semoga saja, putraku bahagia dengan wanita yang kau berikan," batin Gwendolyn berdo'a.
Alan menyendok nasi dan daging sapi rendang, ia rindu makanan ini. Ia sangat ingin merasakannya, sayangnya jika ia benar-benar memakannya.
Maka ia harus memuntahkan semuanya kembali dan ia akan sakit. Ia hanya menikmatinya dengan mengendus-endusnya saja, membayangkan rasanya
Pada zaman susah tempo dulu. Di mana untuk makanan selezat ini sangatlah sulit. Jika tidak ada pembesar dan orang kaya sedang mengadakan pesta.
Maka tidak akan mampu untuk menikmati makanan tersebut.
Di saat Alan sudah bisa menikmatinya, ia malah tidak bisa memakannya. Alan memandang piringnya dengan penuh kehampaan.
Ketiganya kembali memandang ke arah TV yang menyiarkan kehancuran dan kebakaran rumah salah satu Senator Fransisco.
Alan pun hanya diam, Andre menatap Alan.
"Apakah kau berhasil, membunuhnya?" tanya Andre.
"Ia kabur, Pap!" balas Alan.
"Ya, Tuhan. Itu artinya ia akan melapor kepada Hector atau petinggi lainnya sebelum ia mencapai Hector." Andre menatap Alan.
"Hal itu sangat bagus sekali, Pap!" jawab Alan lugas.
Ia mencoba untuk memakan rendang sapi dan nasi walaupun secuil.
"Jangan memaksakan dirimu, Nak! Kau akan sakit bila kau memakannya," tukas Gwendolyn.
Ia merasa kasihan saat Alan berusaha untuk menyenangkannya dengan bersungguh-sungguh memakan masakannya.
Alanlah yang selalu berusaha untuk menyentuh setiap makanan yang ia masak.
Walaupun hanya sebutir nasi.
Alan benar-benar berperan menjadi seorang anak yang luar biasa. Gwendolyn tahu jika makanan favoritnya adalah makanan orang Indonesia.
Alan berasal dari negara itu, mereka pernah berlibur ke Bali, Raja Ampat, Lombok, Sabang, dan banyak lagi kota indah di sana.
Alan benar-benar masih membawa tradisinya hingga kini, ia masih sering melakukan keagamaannya.
"Aku yakin Fransisco akan melapor kepada Xavier ataupun Robert. Kita harus bersiaga penuh, Nak!" ucap Andre.
Ia melipat korannya dan melesat ke gudang bawah tanahnya.