Chereads / Want to be your Princess / Chapter 3 - Tiga

Chapter 3 - Tiga

"Ke mana perginya Pangeran Leonard?" tanya seorang wanita paruh baya. Penampilan dia terlihat begitu anggun dengan rambut yang disanggul tinggi dan mahkota yang menghias puncak rambutnya. Pakaian yang dikenakan juga membuat ia tampak begitu berkelas.

Salah seorang yang berdiri dekat dia segera berlutut dan memberitahu bahwa sang pangeran telah pergi beberapa hari karena mengemban tugas dari raja.

"Sampai sekarang belum ada kabar dari Pangeran, Yang Mulia," ucap orang tersebut mengakhiri laporannya.

"Kalau begitu tunggu apa lagi, kalian harus segera mencari dan menemukan dia."

"Baik, Yang Mulia Ratu," ucap orang tersebut. Ia kemudian segera pergi dari sana. Sepeninggal orang tersebut, wajah sang ratu masih tampak cemas. Jari-jari tangannya meremas sapu tangan yang dia bawa.

"Ada apa, Ratuku?" tanya pria paruh baya yang berjalan menghampiri. Pria tersebut tidak lain adalah raja kerajaan tersebut.

"Kau masih bisa tenang saat putra kita tidak memberi kabar?" tanya Ratu. Raja segera meraih tangan wanita itu.

"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa. Putra kita pasti akan baik-baik saja. Para pengawal terbaik ada bersama dia dan dia juga pandai menjaga diri," ucapnya.

"Tetap saja aku khawatir."

"Begini saja, aku akan juga akan menyuruh orang untuk mencari dia."

"Yang Mulia bersedia melakukan itu?"

"Tentu saja, bagaimanapun dia adalah putraku. Aku juga tidak ingin melihatmu terus saja khawatir."

"Terima kasih, Yang Mulia," ucap Ratu sambil tersenyum sekilas. Sang raja segera merangkul bahu wanita itu sambil ikut tersenyum. Ratu bersandar pada dada lelaki tersebut. Ia merasa sedikit tenang karena janji dari Raja untuk membantu menemukan putra mereka.

***

"Ibu, apa yang kau dan kakak lakukan pada Kak Leonard?" tanya seorang pria muda yang bergegas masuk ke dalam ruang kamar yang tidak seberapa luas. Di dalam kamar itu, juga ada pria lain yang lebih tua dari pria muda tersebut. Wanita paruh baya yang duduk di salah satu kursi berukir antik tersebut tersenyum tipis. Meski tidak lagi muda, gurat kecantikan masih tampak jelas pada wajahnya.

Beliau adalah selir utama kerajaan. Meski telah menduduki posisi tinggi, dia masih belum puas karena hanya menjadi selir utama, bukan ratu kerajaan. Meski tahu tidak mungkin untuk menjadi ratu, kini ia mencari cara lain untuk berkuasa.

"Aku tidak melakukan apa pun padanya. Dia anak yang istimewa, apa yang bisa kulakukan padanya?" ujarnya menjawab pertanyaan pria muda itu. Sang pria muda menggeleng lalu segera keluar dari kamar tersebut. Pria yang lebih tua segera menyusul dia.

"Aldrich, tunggu!" panggilnya. Pria muda bernama Aldrich tersebut berhenti berjalan, sehingga pria yang memanggil bisa menyusul dia.

"Kenapa? Kau tidak senang?" tanyanya setelah berdiri di samping Aldrich.

"Kak Vian, kau dan ibu harus berhenti. Kalian tidak bisa mencelakai kak Leonard. Kita adalah satu keluarga, satu kerabat. Aku, kau, dan Leonard adalah kakak beradik. Apa kita harus hidup saling bermusuhan seperti ini? Saling membunuh dan menyingkirkan?"

Vian tertawa dan menggeleng dengan perkataan adiknya itu.

"Kau ini terlalu baik dan polos. Apa kau tidak juga mengerti jika kita tidak menyingkirkan Vian, Vian yang akan menyingkirkan kita?"

"Tidak mungkin, Kak Leonard tidak akan seperti itu."

Vian makin terbahak mendengar itu.

"Kau harus percaya padaku. Tidak ada orang baik dalam keluarga kita. Leonard yang kauanggap kakak, dia juga ingin menyingkirkan kita saat berkuasa nanti."

Aldrich diam tepekur. Ia masih belum percaya pada perkataan kakaknya itu. Baginya Leonard orang yang baik. Tidak akan berbuat jahat serta mencelakai keluarga sendiri.

***

"Bagaimana keadaannya?" tanya Clarissa setelah pria terluka yang ditolongnya telah diobati dan dibawa ke tempat pengobatan.

"Lukanya cukup dalam dan ia membutuhkan waktu agak lama untuk pulih. Untung saja tusukan tersebut tidak tepat mengenai jantung, jika tidak mungkin tidak akan bisa ditolong lagi," ucap dokter tersebut.

"Terima kasih banyak, Tuan, Anda telah menolong dia," ucap Clarissa sambil menghela napas lega. Gadis itu bahkan tersenyum kecil. Daniel ikut tersenyum dan mengucap terima kasih pada dokter tersebut.

"Ck, kalian terlalu cepat senang. Masalahnya belum selesai," ucap si dokter sambil menggeleng.

"Apa ada masalah lain?" tanya Clarissa dengan senyum yang memudar dari wajahnya. Dokter menghela napas perlahan dan berkata bahwa ia tidak bisa sepenuhnya merawat pria yang terluka itu.

"Kalau begitu, aku yang akan melakukannya. Aku akan membantu untuk merawat dia," ucap Clarissa cepat.

"Cla ...," tukas Daniel sambil menggeleng. Namun Clarissa tetap tidak berubah dan bersikeras untuk merawat pria terluka yang tidak ia kenal itu.

****

"Cla, kamu sudah menolong dia, bahkan sudah memanggil dokter untuk mengobati dia. Apa lagi yang ingin kamu lakukan?" tanya Daniel sambil berjalan menjajari langkah Clarissa.

"Dia butuh orang untuk merawat dirinya. Tentu aku harus melakukannya hingga dia sembuh," jawab Clarissa.

"Kau tidak harus melakukannya!" tegas Daniel sambil memegang tangan Clarissa.

"Hal semacam itu tidak perlu kaulakukan."

Clarissa menggeleng menanggapi perkataan Daniel.

"Kita menolong orang, tentu harus kita lakukan hingga selesai."

"Kita memang harus menolong orang, tapi pria itu," ucap Daniel sambil menunjuk pada tempat kesehatan.

"Dia pasti ada masalah. Dia juga akan membawa masalah padamu."

"Aku hanya ingin menolong orang, masalah apa yang akan terjadi?"

***

"Nah, akhirnya pulang juga Nona satu ini. Bagaimana? Apa sudah puas bermain-main dan mempermalukan kami?" tanya Tiara pada Clarissa yang baru tiba di rumah.

"Maaf, aku terlambat," ucap Clarissa lirih.

"Selain itu, apa kau tidak tahu apa kesalahanmu?" tanya Tiara. Clarissa hanya diam kemudian menggeleng perlahan.

"Baik, kalau begitu, anggap saja ini untuk mengingatkanmu," ucap Tiara sambil mengambil cambuk yang ia letakkan di meja. Cambukan demi cambukan segera mendarat di tubuh Clarissa.

Clarissa hanya diam menggigit bibir untuk menahan sakit.

"Masih tidak tahu juga di mana kesalahanmu?" tanya Tiara setelah beberapa saat. Darah tampak menetes dari ujung cambuknya. Clarissa hanya diam. Ia hanya menggigit bibir menahan sakit yang mendera pada tubuhnya.

"Baik, aku akan bermurah hati. Aku akan memberitahumu di mana kesalahanmu. Kau telah mencuri barang milikku dan Kak Jean. Bukan hanya itu, kau juga ingin menjual dan menukarkan. Kau tahu pemilik toko datang kemari dan mempermalukan keluarga kita. Ia berkata keluarga kita telah jatuh miski hingga kau berbuat seperti itu."

"Kak, bukankah aku melakukannya karena kau yang menyuruh?" tanya Clarissa. Tamparan keras segera mendarat di pipi kiri Clarissa.

"Beraninya kau. Berani kau bilang aku yang menyuruh. Sudah berbohong, masih bisa memfitnah. Kau memang minta dihukum berat tampaknya," geram Tiara sambil menjambak rambut Clarissa. Clarissa menggigit bibir dengan air mata menitik keluar.