Hembusan angin membuat rambut panjangnya itu menari di udara. Beberapa kali kelopak matanya menutup tanpa senyuman yang terukir.
Senja mulai datang, burung-burung ikut pulang menuju rumah yang lumayan jauh. Waktu istirahat telah tiba, bersama senja yang membuat rasa penat menghilang seketika.
Athena menghela panjang, kedua tangannya mulai menyentuh pagar pembatas rooftop sekolahnya.
"Males banget pulang," ucapnya sambil memperhatikan halaman sekolahnya.
Ponselnya menyala, mengeluarkan suara yang lumayan keras. Athena merogoh saku almamaternya dengan tenang, tanpa melihat nama penelepon. Ia langsung menempelkan benda pipih itu pada telinganya.
"Hallo!" ucapnya.
"Kamu di mana? Mama sama papa daritadi nyari rumah kamu gak nemu-nemu, daritadi juga telepon mama gak kamu angkat, kamu ini kenapa?!" omel Leisha.
Athena kembali menghela, kemudian berbalik untuk menyandarkan punggungnya, "Di sekolah, ada olimpiade, aku sibuk. Mama sama papa gak perlu tahu rumah aku di mana, yang penting mobilnya aja."
"Mobil udah ada di rumah, kalau kamu mau mobil itu, kasih tahu alamat rumah kamu!"
"Ck! Ngapain sih harus tahu rumah aku? Tahu atau engga, Mama sama papa juga gak bakalan ke sana," sahut Athena ketus.
"Mama gak mau tahu, pokoknya kamu harus kasih alamatnya!"
"Aduh!! Kasih aku alesan deh, kenapa Mama pengen banget tahu?"
"Mama gak ada waktu, sebentar lagi ada rapat penting. Mama tunggu sampai nanti malam alamat rumah kamu," sahut Leisha sebelum memutuskan sambungan teleponnya.
Benda pipih itu di lempar menjauh darinya. Athena emosi, orang tuanya selalu meminta yang mereka mau. Padahal Athena butuh privasi, ia juga butuh kasih sayang, tapi orang tuanya tak pernah memberikannya.
"Kasian ponselnya rusak."
Athena menatap cowok yang berjalan mendekatinya dengan tatapan tajam. Pertemuannya tak pernah tepat, selalu saja di waktu ketika emosi, di tambah lagi adanya awan mendung yang mulai datang.
"Pertemuan kita gak pernah tepat ya, lo selalu emosi, terus mendung langsung dateng," ucap Aslan, menyodorkan benda pipih itu pada Athena.
"Buang aja!" titah Athena.
"Kenapa?"
"Buang aja!" Athena mengambil ponsel berwarna hitam itu, dan melemparnya keluar dari rooftop.
Aslan hanya bisa membisu, ia menatap Athena tak percaya. Gadis itu selalu membuang benda berharga tanpa berpikir soal risiko yang akan di tanggungnya nanti.
"Na, gue tahu lo kaya, tapi gak gini juga caranya Na," ucap Aslan.
"Bukan urusan lo juga."
"Emang sih, tapi-"
"Diem bisa gak sih?" sela Athena.
Aslan menghela panjang, mendongakkan kepalanya menatap langit, dan berkata, "Na, mau ujan."
"Terus kenapa?"
Aslan tak menjawab, ia segera membuka tas ranselnya, dan mengeluarkan payung kecil miliknya. Mendekatkan dirinya pada Athena untuk berteduh berdua. Tak lama, hujan turun cukup deras.
"Nah kan bener ujan," ucap Aslan.
"Payungnya kecil, mendingan lo pake aja!" titah Athena.
"Ntar lo sakit kalau ujan-ujanan, terus seragam lo juga bakalan basah. Besok mau pake seragam apa kalau basah?" sahut Aslan panjang.
"Gue udah sering, tapi gak sakit."
"Udahlah, ayo pulang!" Aslan memeluk Athena, dan mengajaknya untuk keluar.
*****
Hujan telah berhenti, Aslan segera menutup payungnya di depan toko baju. Ia mulai membersihkan seragamnya yang kotor akitbat tanah bawaan air hujan.
"Lo ngapain berhenti di sini?" tanya Athena.
"Nutup payung, terus lanjut jalan kok," sahut Aslan setelah memasukkan payungnya ke dalam tas.
"Jam berapa sekarang?"
"Setengah tujuh."
"Lemot banget ya jalannya," ucap Athena kesal.
"Na, kan tadi kita nunggu ujan berhenti juga di halte bus," sahut Aslan yang ikut kesal.
Athena tak menggubris ucapan Aslan, ia sibuk memperhatikan belasan cowok yang berjalan menghampirinya. Keningnya bertaut, salah satu dari mereka adalah orang yang tadi di sekolah.
"Itu bukannya Zeno ya? Ngapain dia ke sini bawa temen-temennya?"
Athena menoleh, keningnya semakin bertaut dalam, "Lo kenal?"
"Iya tadi siang gue bantuin dia pas lo pergi selesai gebukin Zeno," sahut Aslan.
"Bego!" gumam Athena yang masih bisa di dengar Aslan.
"Kenapa Na?"
Athena tak menjawab, ia segera menarik lengan kanan Aslan, dan mengajaknya untuk berlari. Zeno, dan teman-temannya mulai mengejar Athena dengan cepat.
Kedua remaja itu berlari melintasi setiap toko yang ada, memasuki beberapa gang kecil, dan membuat sedikit kekacauan agar Zeno tidak bisa mengejarnya dengan cepat.
"Kenapa sih Na?" tanya Aslan bingung.
"Lari aja udah!"
Aslan menoleh ke belakang, melihat Zeno, dan beberapa temannya yang mulai berkurang. Tanpa meminta izin, Aslan mengganti posisinya menjadi di depan, dan tangannya menggenggam erat tangan kiri Athena.
"Kita masuk jalan ini!" ucap Aslan sebelum memasuki gang kecil.
Mereka berdua terus berlari, sampai akhirnya kaki kecil Athena melemas. Langkahnya berhenti di depan toko kosmetik, Athena tidak bisa menahan lelahnya berlari.
"Gak kuat Na?" tanya Aslan dengan napasnya yang tak karuan.
Gadis itu menggeleng.
"Kita masuk toko!" Aslan segera menarik lengan Athena untuk memasuki salah satu toko antik yang di dekat sana.
Duduk di dekat jendela kaca, dan melihat situasi yang ada di luar. Mereka berdua melihat Zeno, berhenti di depan toko. Cowok itu tak hanya berdiri, ia terus memerintahkan teman-temannya untuk mencari dengan cara berpencar, dan akhirnya Zeno berjalan menjauh.
Aslan, dan Athena menghela panjang. Mereka sangat bersyukur karena cowok itu sudah pergi dari sana.
"Kita pergi sekarang?" tanya Aslan.
Athena menggeleng, "Jangan! Tunggu dua atau tiga jam lagi, kalau sekarang mereka pasti masih ada di sini."
"Oke!"
"Permisi, ini adek-adek di sini lagi ngapain ya?" tanya penjaga toko yang sudah rentan itu.
"Maaf Pak, kita berdua numpang ngumpet sebentar. Tadi ada yang ngejar, sekali lagi saya minta maaf," sahut Aslan.
Pria paruh baya itu tersenyum, "Mari duduk di sana! Saya buatkan kopi, dan teh panas untuk kalian berdua."
"Gak ngerepotin Pak?"
"Engga, udah ayo!" ajaknya sebelum pergi menuju tempat yang di maksud.
"Na, ayo!" Aslan beranjak, dan memberikan uluran tangan.
Athena menghela berat sebelum menerima uluran tangan itu. Mereka berdua berjalan menuju tiga kursi yang ada di ujung toko, jika di lihat-lihat. Keberadaan mereka tak akan terlihat dari luar, tempatnya cukup jauh dari jendela toko yang lebar, di tambah lagi ada banyak lemari untuk menempatkan barang-barang antik yang akan di jual.
"Silakan di minum!"
Pria paruh baya itu meletakkan tiga cangkir teh, beserta satu cangkir kopi. Ia duduk di sebelah Aslan dengan bibir yang masih melengkung ke atas.
"Terima kasih Pak!" sahut Aslan sebelum meminum teh panasnya.
Athena ikut meminumnya, dan setelah tahu rasanya, teh hitam itu di habiskan dengan beberapa kali minum. Aslan yang melihat itu tersenyum kecil, Athena benar-benar kehausan sekarang.
"Ini udah jam tujuh, kalian ini dari mana aja? Kok bisa masih pakai seragam sekolah?" tanya pria paruh baya itu.
"Ada jadwal kelas tambahan Pak, jadi kita pulang jam setengah tujuh. Terus pas pulang ada yang ngejar kita," jelas Athena cepat.
"Hm, gitu ya. Kalau gitu mendingan kalian pulang sekarang, kasian orang tua kalian di rumah."
Athena segera beranjak, dan memberikan isyarat pada Aslan untuk ikut beranjak.
"Terima kasih untuk jamuannya, kita pamit ya Pak!" ucap Athena sebelum akhirnya melenggang pergi.
Aslan hanya bisa tersenyum canggung, "Permisi Pak!" ucapnya dan ikut berlari menyusul Athena.